Workaholic |12| |Carra & Allard's Family|

9.7K 776 12
                                    

Hai readers!

I'm back!

Don't forget to vote, comment, and share ya!

Ps: don't forget to read the epilog of this part at ig @m.lavenaa

Happy reading!

Thank you!

***

Tidak henti-hentinya hati Carra menimbang-nimbang, sejak ia baru keluar dari ruangannya sampai lift akan segera sampai di mana ruangan Veila berada. Beruntung lift yang ia gunakan bersama Veila adalah lift khusus direksi sehingga tidak banyak orang yang melihat Carra dalam keadaan baju sama dengan hari sebelumnya serta baru bangun tidur. Masalahnya ialah jantung Carra masih berdetak kencang di dalam sana, tangannya masih mengusap gelang pemberiah ayahnya sehingga Carra benar-benar tidak bisa benar-benar berpikir jernih sekarang. Selain–

Mencoba menjelaskan apa yang terjadi pada Veila. Inilah satu hal yang Carra timbang-timbang sejak tadi. Ia ingin memberitahu Veila bahwa dirinya tidak memiliki maksud lain. Semua ini murni ketidaksengajaan. Terlebih bukan berarti Carra lalai dalam pekerjaannya. Dan Carra tidak mau dicap mencari perhatian atasannya atau orang terpandang seperti Allard Levi Hernadez. Katakan saja Carra berpikir berlebihan. Atau menempatkan pekerjaan di atas segalanya.

Terhadap Allard, meskipun hatinya dan otaknya berharap, tetapi Carra tidak pernah ingin mendekati Allard dengan maksud tertentu yang berkaitan dengan uang atau koneksi. Kalau sampai–meskipun nyaris mustahil–Carra memiliki hubungan dengan Allard, Carra tulus. Hati Carra selalu tulus pada kekasihnya, ia tulus ingin mencoba mempertahankan setiap hubungan yang ia jalani.

"Carra?" Veila berbalik. Wanita hamil yang sudah keluar dari lift lebih dulu itu berbalik lantas memandang Carra. "Ayo."

Carra terkesiap. "Iya, Miss." Dengan sedikit salah tingkah, ia segera keluar dari lift dan menghampiri Veila.

Ketika berjalan beriringan dengan Veila, Carra memantapkan hati untuk memperjelas semuanya tepat saat mereka masuk ke ruangan Veila. Dan Carra benar-benar berniat melaksanakannya. Begitu tiba di tengah-tengah ruangan Veila, Carra memutar tubuhnya menghadap Veila. "Ms–"

"Bersihkan dulu dirimu, Carra." Namun, Veila langsung menyela Carra dengan suara bijaknya sehingga Carra mau tidak mau menelan kata-katanya. Apalagi mata biru Veila memancarkan sorot yang tidak terbantahkan, sorot mata yang juga sering terlihat di kedua mata Allard Hernadez.

Mau tidak mau, Carra menurut. Ia menerima satu set pakaian yang disodorkan Veila lalu melangkah ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi, Carra membersihkan diri dengan pikiran yang berkecamuk. Tak jarang ia merutuki dirinya, meringis, atau menghela napas. Masalahnya, akibat lain dari kejadian ini adalah hati Carra yang semakin terhanyut. Ia seperti semakin didekatkan dengan Allard ketika Carra berusaha menjauh dan menahan diri. Itu tidak mudah. Sangat sulit.

Sekitar lima belas menit kemudian, Carra keluar dari kamar mandi dengan mengenakan blouse pink yang dipadukan dengan blazer dan rok pensil putih. Tak lupa, ia memoles wajahnya dengan make up yang diberikan Veila juga, sementara milik Carra tertinggal di ruangannya. Untuk rambut, ia hanya mengikatnya.

Carra langsung dihadapkan dengan Veila yang duduk di sofa sembari mengulas senyum tulus. "Jangan berpikiran yang tidak-tidak, Carra. Karena keluarga Hernadez pun tidak seperti itu. Kami tidak berpikiran aneh-aneh apalagi atas dirimu. Mengerti?" ucap Veila lembut.

Workaholic (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang