Workaholic |35| |Sleep Together (2)|

13.4K 1K 18
                                    

Hai readers!

I'm back!

Don't forget to vote, comment, and share ya!

Happy reading!

Thank you!

***

Kata-kata Carra terhenti lantaran Allard menarik Carra ke dekapannya.

Mata biru Allard menyelami mata Carra. "Jawabanku tidak berubah, Carra. Pandanganku pada dirimu tidak berubah. Jangan samakan dirimu dengan mommy-mu. Dari sifat dan sikapmu, aku setuju dengan Mr. Morris. Kau adalah putrinya, putri Mr. Diego Morris, Carra.."

Allard mengurai pelukannya, lantas merangkum wajah Carra dengan kedua tangannya. "You are kind person, Carra." Matanya semakin menatap Carra lekat. "Ada dua jenis orang saat menghadapi kehidupan yang berat, Carra. Pertama, sama sekali tidak menerima dan merusak diri sendiri. Kedua, seperti kau, berusaha menerima dan memperbaiki diri serta memiliki kehidupan lebih baik."

Tangan kanan Allard mengusap surai Carra. "If these facts hurt you, don't worry. I won't hurt you because these facts. I can't say I will not hurt you, because sometimes every person will hurt others. But, I will try my best to not hurt you. And I will apologize and become a better person if I hurt you."

Tanpa sadar, air mata Carra sudah mengalir di pipinya. Ia menatap Allard penuh haru dan tidak percaya. Ia bisa melihat kesungguhan di mata Allard. Ia bisa merasakan kesungguhan di setiap kata-kata Allard. Mungkin jika mantan-mantannya yang berkata seperti ini, Carra tidak akan percaya. Tapi karena pria di hadapannya adalah Allard Levi Hernadez, Carra tidak bisa tidak percaya.

Sedetik kemudian, Carra memeluk Allard lebih dulu yang langsung dibalas oleh Allard. Seketika ia merasa hangat. "I can't say something else, except thank you."

And I love you, lanjut Carra dalam hati.

***

Setelah berpelukan selama beberapa menit, Allard mengurai pelukan mereka. Lalu sebelah tangannya menghapus air mata Carra dan jarinya bergerak mengusap kelopak serta bagian bawah mata Carra. "Matamu bengkak. Apa kepalamu tidak sakit?"

Carra tersenyum. "Sebenarnya aku tidak sedikit malu untuk jujur." Ia menipiskan bibirnya. "Tapi ya, kepalaku terasa berat. Begitu pula dengan mataku. Entah sudah berapa lama aku tidak menangis selama hari ini."

Senyum Allard melebar. "Jadi kau tidak pernah menangisi belasan mantanmu selama hari ini?"

Senyum Carra berubah menjadi senyum miring. "Bahkan aku hampir tidak pernah menangisi mereka."

Benar, Carra tidak pernah benar-benar menangis karena mantan kekasihnya. Mungkin pernah sekali dua kali. Tapi itu karena Carra merasa lelah, lelah akibat tidak segera menemukan pria yang tepat. Lelah lantaran lagi dan lagi menghabiskan waktu dengan jodoh orang. Namun, dirinya tidak pernah benar-benar bersedih akibat sosok pria yang menjadi mantan kekasihnya.

Allard terkekeh pelan. "Wow, aku senang mendengarnya." Tangannya beralih mengusap puncak kepala Carra. "Dan aku berjanji aku tidak akan membuatmu menangis hingga matamu bengkak seperti ini," lanjutnya dengan suara melembut.

"Karena--" Allard menghela napas pelan. "Melihatmu seperti ini membuatku sedih."

"Aku merasa bersalah sekaligus--" Carra memiringkan kepalanya. "Well, terhormat karena bisa membuat bujangan paling diincar bersedih, sambungnya dengan nada jahil."

Workaholic (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang