Bab 9 | Akhirnya Dia Sadar

250 32 0
                                    

Pasangan suami istri itu baru saja sampai di rumah mereka. Setelah menaruh tas selempangnya, Echa dengan cepat berlalu begitu saja. Sembari menunggu istrinya kembali, Satya kini tengah duduk tenang di atas sofa.

Beberapa menit kemudian, Echa datang dengan sekotak obat di tangannya. Tanpa basa-basi dia langsung duduk di samping sang suami. Sedari tadi mereka sama-sama terdiam. Bahkan tak ada satupun obrolan selama di perjalanan pulang tadi.

Saat ini Echa tengah sibuk membersihkan darah yang telah mengering di sudut bibir lelaki itu. Gerakan tangannya terlihat terampil sekali. Sehingga dia bisa menyelesaikannya dalam waktu singkat. Terakhir wanita itu mengoleskan salep untuk meredakan luka lebam di sekitar pipi.

Selama Echa sibuk mengobati luka tersebut. Netra sang suami tak pernah lepas dari wajah cantik yang selalu menjadi favoritnya. Namun, sepertinya kali ini tatapan Satya agak berbeda. Ia seakan tengah menatap Echa dengan perasaan bersalah. Lelaki itu tahu kalau istrinya pasti sedang menyembunyikan kekecewaannya.

Sampai Echa menutup kembali kotak tersebut, maka seketika itu lamunan Satya membuyar. Wanita itu baru saja hendak beranjak dari duduknya. Namun, dengan cepat Satya menahan lengan kecilnya itu. Akhirnya dengan spontan Echa langsung menoleh padanya.

"Cha, kamu masih percaya aku 'kan?" tanya Satya dengan tatapan memohon.

Sebenarnya jauh di lubuk hati Echa, dia juga merasakan apa yang Wira rasakan. Semua yang dikatakan oleh lelaki itu memang benar apa adanya. Dia sudah mengetahui jika dalam beberapa bulan terakhir ini, suaminya lebih sering menghabiskan waktu dengan Acha. Namun, dia masih tak yakin jika ternyata mereka ada "main" di belakangnya.

Satya masih menunggu jawaban dari wanita itu. Namun, yang ia dapat hanyalah sebuah anggukan kepala yang tak cukup membuatnya merasa lega. Ia tak bisa mengartikan jawaban itu, tetapi malah sebaliknya. Satya masih saja meragu.

"Nggak, aku butuh jawaban!" desak Satya sekali lagi. Tangannya masih setia menahan lengan kecil itu. Sejenak Echa menghembuskan napasnya, sebelum dirinya memutuskan duduk kembali.

"Aku nggak tahu, Mas," jawabnya seraya menundukkan kepala.

Satu lontaran kalimat tersebut berhasil membuat hati Satya berdenyut nyeri. Seketika perasaan sedih menguar secara perlahan. Kini lelaki itu sudah memastikan kalau Echa sedang kecewa berat padanya.

"Maaf.."

Hanya satu kata yang bisa terucap darinya. Pada detik berikutnya mereka sama-sama tertunduk lesu. Pegangan di lengan itu perlahan mulai mengendur. Sampai ketika Echa merasa tak tega melihatnya.

"Mas," panggilnya seraya menghadap sang suami.

"Aku udah bilang 'kan, aku gak suka kamu terus minta maaf kayak gini. Aku cukup minta kamu berubah, itu aja!"

"Tapi, Cha.. aku nggak bisa," ungkap Satya seraya menatap kembali manik indah itu.

Tanpa permisi setetes air mata lolos membasahi pipi. Wanita itu kini tak mau menatap suaminya lagi. Sakit, hatinya telah tercabik hanya karena sebuah pengakuan kecil dari lelaki itu.

Sepintas pikiran-pikiran negatif tentang ucapan Wira tadi, hinggap di kepalanya. Apa benar bahwa selama ini suaminya dan Acha telah menyembunyikan hubungan mereka di bawah status keluarga?

Namun, segera ia tepis jauh-jauh pikiran tersebut. Echa tak ingin mempercayai siapapun untuk saat ini. Sebelum semuanya terbukti benar.

Satya meraih tangan hangat itu untuk ia genggam.

"Cha, niatku tulus bantu dia hanya sebagai kakak. Sama seperti kamu ketika nolong Acha saat dia kesusahan," jelas lelaki itu sekali lagi.

Entah Satya mempunyai sihir semacam apa. Namun yang jelas, ucapan lelaki itu mampu membuat Echa tenang kembali. Atau memang dirinya telah dibutakan oleh cinta. Sehingga wanita itu lagi dan lagi harus mempercayainya.

Cinta Salah Alamat | Sungjin Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang