Bab 42 | Status Baru

205 30 0
                                    

Wanita itu tampak mendengkus sebal seraya menatap layar ponselnya yang masih menyala. Untuk pertama kali Satya menolak permintaannya. Sedetik kemudian Acha tersenyum miring. Ia tak menyangka kalau dirinya bakalan kalah dari sang kakak.

Seketika itu dia langsung meletakkan ponselnya di atas nakas dengan kasar. Hingga akhirnya menimbulkan suara yang menggema cukup keras. Selanjutnya Acha menjatuhkan pantatnya di atas kasur. Tangannya kini sibuk meremat sprei putih sampai terlihat lusuh dan tak berbentuk lagi. Sorot matanya tampak menggelap. Serta emosinya benar-benar sudah berada di ujung tanduk. Dalam hati ia benar-benar bersumpah akan mendapatkan kembali sesuatu yang pernah menjadi miliknya dulu.

"Oke, kita lihat siapa yang bakalan menang!" ucapnya geram.

***

Pagi ini Acha telah siap dengan blazer cream senada dengan rok sepuluh senti di atas lutut. Tak lupa juga kaos putih sebagai dalamannya. Lengan blazer itu ia lipat sampai siku. Sehingga terkesan casual tapi tetap terlihat cantik.

Seperti yang ia katakan kemarin, hari ini adalah hari di mana ia harus menghadiri sidang perceraiannya. Sebelumnya beberapa bulan yang lalu juga telah diadakan sidang yang sama dengan pembahasan yang berbeda. Sedangkan kali ini akan menjadi persidangan yang begitu istimewa karena akhirnya sang calon mantan suami akan membacakan talaknya di depan majelis hakim.

Setelah cukup lama mematut diri di depan cermin, wanita tersebut bergegas keluar dari kamarnya. Dengan cepat ia berjalan ke depan untuk berpamitan pada kedua orang tuanya. Namun ketika langkahnya semakin mendekati teras rumah, ia bisa mendengar dengan jelas bahwa kedua orang tuanya sedang berbicang dengan seseorang.

Karena terlampau penasaran, Acha segera mempercepat langkahnya. Hingga saat dirinya sampai di sana, ia langsung membulatkan mata. Namun, hal tersebut tak berlangsung lama. Sedetik kemudian wanita tersebut malah mendengus sebal lantaran orang yang diajak bicara oleh ibunya itu langsung menyapa dia dengan senyuman lebar.

"Eh, Nduk! Kamu udah siap?" ucap Ibu saat menyadari keberadaan putri bungsunya.

Acha hanya tersenyum tipis. Sebenarnya jauh di dalam hati wanita tersebut, dia sungguh tak pernah ikhlas sama sekali.

"Ya udah kalo gitu, kalian langsung berangkat aja! Kebetulan Nak Jaka udah nunggu kamu dari tadi loh," perintah Bapak.

Acha sepertinya tampak sedang bimbang. Ia terlihat menimang-nimang jawabannya.

Sebenarnya tak masalah kalau dirinya berangkat dengan siapa saja kalaupun Satya memang tak bisa menemaninya hari ini. Namun kali ini berbeda, Acha benar-benar muak melihat wajah lelaki itu. Apalagi setelah terakhir kali mereka bertemu, mereka malah ribut membicarakan rencananya untuk merebut Satya kembali setelah ia terbebas dari jeratan si Wisnu.

"Nduk! Kok malah melamun? Udah sana, masuk!" tegur Ibu sembari menepuk pelan pundaknya.

Acha langsung tersadar dari lamunan panjangnya. Dengan berat hati, wanita itu lantas berpamitan pada kedua orang tuanya. Barulah setelah itu ia membuka pintu mobil. Sedangkan Jaka sendiri sedari tadi telah siap di balik kemudi.

Hingga akhirnya mobil bercat putih itu kini ikut bergabung dengan kendaraan lain membelah jalanan Kota Surabaya. Beberapa menit telah berlalu, tapi kedua insan tersebut tetap bertahan pada posisinya masing-masing.

Keduanya memilih diam tanpa kata. Hanya terdengar sayup-sayup suara musik klasik yang diputar melalui radio karena volumenya memang sengaja dikecilkan. Sesekali pula terdengar suara deru mesin yang beradu dengan ac mobil yang kian menghiasi suasana di sekitar mereka.

Sejak tadi Acha terus menatap kaca jendela yang ada di sampingnya. Tak sedikitpun ia berniat melirik wajah lelaki tersebut. Sedangkan Jaka juga tampak tak acuh dan membiarkan Acha melakukan semuanya dengan sesuka hati.

Cinta Salah Alamat | Sungjin Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang