Bab 41 | Suami Posesif

248 28 1
                                    

Setelah Satya tahu kalau istrinya tengah mengandung buah hati mereka, ia langsung berubah menjadi suami yang sangat posesif. Kini lelaki itu tak mengijinkan Echa untuk menaiki sepeda motor lagi. Bahkan hanya sekedar menjemput Agni setelah selesai pulang sekolah.

Sebagai gantinya Satya rela mempekerjakan seorang supir untuk mengantar jemput anaknya. Awalnya Echa tak menyetujui hal itu, karena masih dengan alasan yang sama yakni jarak antara rumah dan sekolah Agni lumayan dekat. Namun, tetap saja keinginan Satya sudah tak bisa ia bantah lagi. Alhasil Echa hanya bisa mengalah.

Selain itu di suatu pagi ketika Satya sedang duduk di meja makan. Matanya tak dapat lepas dari gerak-gerik sang istri yang tengah sibuk menyiapkan menu sarapan mereka. Di depannya sudah ada Agni yang baru saja ikut bergabung bersama mereka.

Saking asyiknya melamun, Satya hampir tak menggubris sapaan dari putrinya tersebut. Hingga membuat Agni seketika bertanya-tanya.

"Ayah! Kenapa ngelamun?" tegur gadis cilik itu.

"Oh! Nggak papa, sayang."

Agni semakin mengerutkan alisnya. Namun, sedetik kemudian ia tak mau ambil pusing lagi.

Tuk!

Sebuah piring berisi tempe dan ayam goreng baru saja tersaji di hadapan mereka. Rupanya Echa baru mengangkatnya dari penggorengan. Kini wanita itu tengah sibuk menyiduk sepiring nasi untuk diberikan pada sang suami sekaligus anaknya.

"Bun, kayaknya aku harus nambah satu orang lagi buat kerja di rumah ini deh," usul Satya tiba-tiba sambil tetap memperhatikan istrinya.

"Apalagi?! Kamu mau mempekerjakan siapa lagi, huh?!" jawab Echa sedikit menggerutu. Tampaknya wanita itu tak senang kalau suaminya selalu membahas hal ini. Padahal sudah berkali-kali ia menolak.

"Pembantu, Bun. Biar kamu gak capek-capek ngurusin rumah."

"Berarti aku gak perlu masak lagi dong?"

Bukannya Echa tak senang karena dilarang memasak lagi. Hanya saja wanita itu sangat tahu kalau suaminya agak cerewet kalau bicara soal makanan. Satya itu tipikal orang yang tak terlalu suka makan masakan orang lain selain dirinya dan ibu mertuanya. Maka tak heran melihat lelaki itu jarang makan di luar rumah.

"Ya, nggak! Kamu tetep masak."

Echa menghela napas panjang. Kini ia sudah diambang batas kesabaran. "Gak usah deh, Yah!" tolaknya kemudian.

"Bun–"

"Aku bilang nggak, ya nggak!" potong wanita itu dengan nada sedikit meninggi.

"Kamu ini cuman buang-buang duit aja. Mending uangnya ditabung buat biaya persalinan atau keperluan si dedek nanti."

Satya langsung membungkam mulutnya rapat-rapat. Sejenak ia memikirkan ucapan istrinya itu. Sedangkan Echa kembali melanjutkan aktivitasnya. Kini ia menaruh sepiring nasi di hadapan lelaki itu.

"Tapi nanti kamu capek gimana?" rayu Satya sekali lagi. Tampaknya ia masih tak mau menyerah.

"Nggak, aku bisa ngatasinya sendiri."

Kini Satya yang malah berbalik menghela napas panjang. "Nggak boleh! Biar aku aja yang nyapu, ngepel, cuci piring, sama cuci baju," putusnya.

"Ya udah, terserah kamu."

Akhirnya Echa membiarkan suaminya itu melakukan apa yang ia mau. Setidaknya mereka tak perlu lagi mengeluarkan uang untuk biaya menyewa pembantu.

Sebenarnya kalau dipikir-pikir ini terkesan sedikit kejam khususnya untuk lelaki itu. Apalagi mengingat tugas Satya sebagai kepala keluarga, sudah cukup berat karena dia harus mencari nafkah untuk mereka. Dan sekarang tugas itu harus bertambah satu lagi yakni harus mengurus pekerjaan rumah.

Cinta Salah Alamat | Sungjin Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang