Bab 57 | Risau

116 20 0
                                    

Setelah melihat pertengkaran antara Echa dengan Satya kemarin, membuat Acha lebih banyak diam. Dia seperti takut membahas hal ini di depan laki-laki itu lagi. Sebab dia tahu kalau Satya tak pernah menyukai gadis yang hobinya selalu cemburu. Kalau hal ini masih ingin diteruskan, bisa-bisa hubungan mereka berakhir saat itu juga. Sehingga Acha lebih memilih untuk mengabaikannya.

Sebaliknya di sisi lain Acha juga tengah dibuat risau. Hatinya dilanda keresahan tiada henti. Beberapa waktu lalu sempat terlintas dalam benaknya untuk mengajak Satya berterus terang tentang hubungan mereka di depan kedua orang tuanya. Sebab tidak ada yang tahu sampai kapan mereka bisa main kucing-kucingan seperti ini.

"Yang, kenapa melamun? Makanannya gak enak ya?" tegur Satya saat mendapati sang kekasih hanya mengaduk-aduk mie ayam miliknya tanpa berniat melahap makanan itu.

Mendapat teguran secara tiba-tiba, sontak membuat Acha terperanjat dan buru-buru memperbaiki posisi duduknya.

"Hah? Ng–nggak kok," jawab gadis itu sedikit gelagapan.

Kebetulan saat ini Satya sedang mengajak Acha makan siang bersama. Laki-laki itu bahkan berusaha mencuri waktu di tengah-tengah kesibukannya bekerja.

"Ya udah, dimakan dong! Liat nih, pacarku kurus banget," tunjuk Satya pada pergelangan tangan si gadis.

"Apaan sih, Mas?! Aku gak kurus ya. Berat badanku pas tau!"

Satya terkekeh melihat Acha yang sedang mendumel tak terima karena dikatai kurus. Menurutnya gadis itu terlihat lucu saat sedang cemberut seperti ini. Hingga ia tak kuasa lagi menahan diri untuk mencubiti pipinya.

"Iya deh, aku percaya. Kamu gak kurus, tapi pipimu yang gendut," ledek Satya sembari terkekeh pelan.

Setelah aksi ledek-ledekan tersebut, kini baik Satya maupun Acha memilih sibuk melahap makanannya.

"Mas," panggil Acha tiba-tiba di sela-sela acara santap siang mereka.

"Hm?" gumam lelaki itu sembari melirik sekilas wajah kekasihnya.

"Gimana kerjaanmu?"

"Alhamdulillah lancar kok. Kamu gimana? Kuliahmu lancar juga 'kan?"

Acha mengangguk kecil.

"Mas Satya apa gak capek pagi kerja malam kuliah?" tanya gadis itu sedikit khawatir.

"Ya capek sih. Cuman ya mau gimana lagi? Mas 'kan musti cari duit mulai dari sekarang. Bapak udah gak ada, sedangkan Arumi bentar lagi masuk kuliah. Jadi, dia butuh biaya buat kuliahnya nanti."

Sebenarnya Acha seringkali merasa iba dengan kondisi keuangan keluarga kekasihnya itu. Beberapa bulan lalu ayah lelaki itu pergi menghadap sang illahi, hingga terpaksa harus meninggalkan istri beserta kedua anaknya yang masih butuh biaya untuk menata masa depan.

Sebagai satu-satunya anak laki-laki di keluarganya, Satya sadar bahwa inilah saatnya untuk melaksanakan tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga. Lelaki itu akhirnya memutuskan bekerja sambil berkuliah. Untung saja pamannya dengan baik hati menerimanya bekerja di koperasi yang ia pimpin.

Sebagai pacar yang baik, Acha sempat menawarkan bantuan padanya. Namun tawaran tersebut ditolak Satya dengan alasan tak mau merepotkan siapapun, termasuk Acha sendiri. Dia tahu kalau bapak dari kekasihnya itu juga masih memiliki tanggungan untuk menguliahkan kedua putrinya. Jadi, mana mungkin dia dengan seenaknya menerima batuan tersebut.

"Yang, kok melamun lagi sih?!" tegur Satya sekali lagi.

Kembali Acha terperanjat untuk kedua kalinya. Sedangkan Satya tampak menghela napas panjang.

Cinta Salah Alamat | Sungjin Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang