Bab 62 | Ketulusan Hati

104 15 0
                                    

Keesokan paginya Acha terbangun karena dering telepon yang tiba-tiba mengusik waktu tidurnya. Gadis itu tak sempat melihat siapa si penelpon tersebut. Namun, sebaliknya ia langsung mengangkat telepon itu.

"Selamat pagi, Princess. Kamu udah bangun?" sapa seseorang di ujung sana.

Sontak saja Acha langsung membelalakan matanya. Buru-buru ia memastikan siapa pelaku penelpon tersebut. Mungkin barangkali ia salah menduga.

"Mas Wira?" tanya Acha ragu-ragu.

"Benar, ini aku, pangeranmu," goda lelaki itu yang sedetik kemudian sukses membuat Acha salah tingkah.

"Bangun, yuk! Katanya mau belajar fotografi."

Gadis itu tak langsung menjawab. Sebaliknya ia malah berguling ke sisi kanan, lalu menggeliat seperti ulat. Tampaknya Acha terlalu malas untuk keluar rumah hari ini. Mungkin efek selepas putus dari Satya, sehingga membuat semangatnya untuk memulai hari meluap entah ke mana.

"Nggak deh, Mas. Maaf ya, aku si–"

"Oke, kalo kamu gak mau. Biar aku yang jemput ke rumahmu," potong Wira seenaknya.

"Jangan!" seru gadis itu. Bahkan ia pun sontak langsung bangun dari tempat tidurnya.

Sedangkan dari ujung sana Wira tertawa geli mendengar respon lucu yang ia dapatkan. "Takut banget sih, aku semperin ke rumah," ujarnya.

"Yaa.. takutlah!" sahut Acha cepat.

"Emangnya kenapa? Kamu gak suka ya?"

"Bukan gitu..," ucap gadis itu menggantung. Sejenak ia mengacak-acak rambutnya frustasi. Sekarang Acha bingung, apakah ia harus jujur pada lelaki ini?

Sebab kalau tidak, Wira akan tetap ngotot datang menjemputnya ke rumah. Lagipula Acha sudah sangat hafal sekali kebiasaan lelaki itu. Wira itu tidak suka ditentang. Jadi kalau semakin dilawan, dia akan semakin nekat untuk melakukannya.

"Ehm.. bapakku suka gigit orang," jawab Acha ngawur. Namun, sedetik kemudian dia malah membekap mulutnya. Dalam hati gadis itu terus meruntuki kebodohannya. Bagaimana tidak, alasan yang ia sebutkan sungguh sangat konyol. Sehingga membuat lelaki di seberang sana tertawa kembali.

"Udah, ah, cukup bercandanya. Sekarang kamu bangun, ya! Tiga puluh menit lagi aku tunggu di depan gang seperti biasanya," putus lelaki itu.

"Iya deh, iya," jawab Acha pasrah. Sebab kini ia sudah tidak mempunyai tenaga lagi untuk melawan.

"Sampai jumpa nanti."

Acha tampak diam saja. Bukannya ia tak ingin membalas salam lelaki itu, tapi sepertinya Wira masih ingin mengatakan sesuatu.

Betul saja, ada jeda beberapa detik, sebelum lelaki itu berucap kembali, "Jangan dandan terlalu cantik!"

Alis Acha mengerut dalam.

"Kenapa?" tanya gadis itu.

"Nanti aku yang repot," bisik Wira lembut.

Beep!

Kedua pipi Acha merona sempurna tatkala ketika Wira menutup sambungan telepon itu. Sedetik kemudian Acha berteriak layaknya seseorang yang baru saja mendapat lotre. Untung saja suara teriakan tersebut sedikit teredam karena ia sengaja menjatuhkan diri di tumpukan bantal-bantal. Mungkin kalau tidak, Echa sudah pasti akan datang. Lalu mengetuk pintu kamarnya dengan keras sambil memberikan sumpah serampah tanpa henti.

***

Seharian itu Wira mengajak Acha mengelilingi bangunan-bangunan yang ada di kota tua. Keduanya memilih berjalan santai seraya mencari tempat yang menurut Wira memiliki view yang bagus untuk difoto. Lelaki itu sungguh tak pernah berbohong soal mengajari Acha tentang ilmu fotografi yang ia miliki.

Cinta Salah Alamat | Sungjin Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang