Bab 12 | Dua Bersaudara

216 26 1
                                    

Juli, 2005


Menurut kalian, apa yang paling sulit dari hari pertama sekolah? Yup! Beradaptasi dengan lingkungan baru. Namun, hal ini tak berlaku bagi Acha. Gadis itu memang terkenal social butterfly, yang mana dia selalu bisa menggandeng siapa saja untuk menjadi temannya.

Bukan hanya teman seumurannya saja, tetapi kakak kelasnya pun bisa dengan mudah ia jadikan seorang teman. Tak hanya itu, Acha juga terkenal di kalangan para guru. Otaknya yang encer, membuatnya senantiasa disanjung oleh mereka. Apalagi statusnya sebagai adik kandung dari Echa, si pemenang olimpiade Matematika tingkat nasional, yang membuat Acha seperti mendapat privilege tersendiri di sekolah itu.

"Namamu siapa, Dek?" tanya seorang laki-laki yang tengah duduk santai di bawah pohon rindang. Sedangkan tangannya sibuk membubuhkan tanda tangan yang sudah menjadi tradisi MOS sekolah mereka. Setelah selesai, ia lantas mengangkat kepalanya menatap langsung adik kelasnya itu.

"Acha, Mas," balas Acha singkat. Entah mengapa saat berhadapan dengan Satya, si ketua Osis di sekolahnya, ia tampak segan.

"Acha?" tanya Satya sembari mengerutkan kening.

"Oh, jadi kamu toh murid baru yang populer itu," imbuhnya sekali lagi.

"Populer opo toh, Mas?! Aku biasa aja tuh," balas Acha disertai dengan tawa kecil.

Satya juga ikut tertawa.

"Jadi, bener kamu adiknya Echa?"

Acha lantas mengangguk.

"Iya, bener Mas. Mas Satya kenal Mbak Echa juga?"

Kini gantian Satya yang menganggukan kepalanya. Kemudian dia mengembalikan sebuah buku kepada pemiliknya seraya berucap, "Kenal dong! Aku bahkan cukup sering main ke rumahmu."

"Oh, gitu ya? Tapi aku kok gak pernah ketemu sama Mas Satya ya?"

"Itu karena tiap aku main, kamunya lagi les buat persiapan Unas 'kan?"

"Hehehe.. iya juga, ya."

Suasana hening dan berubah canggung. Bahkan suara semilir angin di lapangan belakang sekolah itu bisa terdengar dengan jelas. Keduanya kini sama-sama terdiam dan sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga pada detik berikutnya, Acha pun memutuskan pamit kembali ke gugusnya.

"Mas, aku balik duluan ya."

"Iya, Dek. Selamat datang di sekolah ini ya! Semoga kamu betah sampek lulus nanti," sambut Satya disertai dengan senyuman lebar.

Dalam sekejap gadis manis itu tersihir akan pesona yang dipancar oleh kakak kelasnya itu. Hampir saja dia melayang jauh sampai ke surga. Namun, beruntung dengan cepat dirinya bisa mengontrol diri.

***


Pada suatu malam hari, Acha menyambangi kamar sang kakak. Setelah mengetuk pintu, tak lama kemudian Echa mempersilahkannya masuk. Terlihat di sana kakaknya sedang duduk di meja belajar. Mungkin dia sedang mengerjakan PR.

Seperti biasa gadis itu langsung masuk, lalu merebahkan diri di atas kasur. Tangannya kini sibuk bermain dengan boneka-boneka kecil koleksi kakaknya itu.

"Ada apa, Dek? Ada yang ganggu kamu di sekolah?" tanya Echa seraya sibuk menggoreskan tinta bulpen pada buku catatan.

Acha tertawa geli saat mendengar kakaknya mengajukan pertanyaan seperti itu.

"Mbak udah kayak ketua geng aja," balasnya.

Echa mendengus sebal lantaran si adik malah mengejeknya. Padahal dia sendiri memang selalu mengkhawatirkan keadaan gadis itu.

Cinta Salah Alamat | Sungjin Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang