Keesokan harinya Bapak, Ibu, beserta Acha sudah berada di bandara. Mereka tiba di sana dengan diantar Jaka. Sedangkan Echa memutuskan akan menyusul nanti.
Beberapa menit lagi Acha harus sudah masuk ke boarding room. Untungnya tak selang berapa lama kemudian orang yang mereka tunggu akhirnya datang juga.
"Dek!" seru Echa dengan suara cukup memecah keramaian dalam bandara pada pagi hari ini.
Seketika tubuh Acha menegang saat melihat kakaknya berjalan tergopoh-gopoh. Di belakang wanita itu juga ada Satya yang berusaha mengimbangi langkahnya dengan sang istri. Raut wajahnya tampak khawatir, takut-takut apabila sifat ceroboh sang istri tiba-tiba muncul. Jangan sampai Echa terpeleset hingga jatuh dan membahayakan janin mereka.
"Dek, kamu mau ke mana?" tanya Echa langsung tanpa basa-basi sesaat setelah ia sampai di hadapan sang adik.
Bukannya menjawab, Acha malah menutup mulutnya rapat-rapat. Bahkan kini wanita itu sengaja menghindari tatapan kakaknya.
"Maaf, Mbak."
Setelah beberapa detik, hanya jawaban singkat itu yang terucap dari bibirnya.
"Nggak, Dek! Kamu nggak perlu minta maaf lagi. Kamu juga nggak perlu pergi sejauh ini cuman karena masalah kemarin."
Kali ini Acha menggeleng kuat.
"Nggak, Mbak. Aku harus melakukannya. Aku cuman mau nenangin diri dulu selagi melanjutkan studiku di sana," elaknya cepat.
"Tapi, Dek–"
"Udah, Mbak. Aku beneran nggak papa. Mbak Echa jangan berpikiran kalau semua ini salah Mbak. Aku yang salah. Jadi, aku yang harus tanggungjawab atas perasaanku ini."
Echa menitihkan air matanya. Namun, buru-buru dihapus oleh sang adik.
"Jaga kesehatan ya, Mbak. Aku doakan persalinanmu lancar," kata wanita itu sambil menunjuk perut Echa yang terlihat membuncit sebab kini usia kehamilannya sudah memasuki bulan keempat.
Echa mengangguk sambil menangis terharu.
"Kamu juga. Jangan aneh-aneh di negeri orang! Jangan lupa makan! Jangan sampai sakit! Kalau sekali aja Mbak denger kamu kayak gitu, Mbak bakal langsung nyeret kamu pulang saat itu juga," omel sang kakak dengan sedikit ancaman.
Bukannya takut ataupun jengkel karena baru saja diomeli seperti anak kecil, Acha malah terkikik geli. Menurutnya, dengan begini ia akhirnya tahu bahwa kakaknya itu masih perhatian dan sayang kepadanya.
Tak sengaja matanya melirik ke arah pria yang sedari tadi berdiri tak jauh dari mereka berdua. Seakan tahu maksud dari tatapan adiknya itu, Echa lantas sedikit menggeser tubuhnya ke samping. Dia memang sengaja memberikan ruang bagi keduanya untuk berbicara sebentar.
"Mas, aku pamit ya?" ujar Acha sedikit kikuk. Tampaknya ia masih merasa canggung saat berhadapan dengan pria itu kembali. Bagaimanapun setelah kesalahan yang pernah ia perbuat kemarin, rasanya sulit sekali bagi wanita itu untuk bersikap seakan tak terjadi apa-apa.
Satya tersenyum simpul, membuat Acha sedikit bernapas lega.
"Iya, Dek. Kamu hati-hati di jalan ya! Kalau butuh sesuatu hubungi kami."
Acha menganggukan kepalanya kembali. Kini ia bergeser lagi menghadap kedua orang tuanya. Belum sempat wanita itu mengatakan sesuatu, sang ibunda tiba-tiba menarik tubuhnya. Kini mereka berpelukan cukup erat.
"Nduk, kamu jangan khawatir ya. Nanti kalau ada waktu Ibu sama Bapak bakal nyusul ke sana," bisik Ibu tepat di telinganya. Suaranya tampak bergetar. Sepertinya saat ini ia tengah susah payah menahan isak tangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Salah Alamat | Sungjin Day6
Romance[WattpadRomanceID's Reading List - Oktober 2023 - Bittersweet of Marriage] Satya selalu berusaha menjadi pemimpin yang baik untuk keluarga kecilnya. Namun, angan-angan itu seakan sangat sulit untuk ia wujudkan. Semua ini berawal dari bayang-bayang m...