Bab 10 | Kehancuran

278 36 1
                                    

Suasana dalam ruang rawat inap tersebut tampak ramai akan celotehan-celotehan dari seorang anak kecil. Rupanya Agni sedang bercerita tentang pengalamannya yang sempat tampil di pentas seni sekolah kapan hari yang lalu. Dari nada bicara saja, sudah menandakan bahwa gadis kecil itu begitu senang karena penampilannya telah disaksikan secara langsung oleh kedua orang tuanya.

Acha berserta Jaka sedari tadi tak berhenti tersenyum sambil menyimak isi cerita tersebut. Ah, sepertinya bukan ceritanya yang terlihat menarik. Namun, bibir mungil itulah yang terlihat begitu menggemaskan karena terus bergerak-gerak tiada henti.

"Jadi, Tante, aku 'kan baru selesai nari tuh. Terus waktu aku turun dari atas panggung, eh, aku langsung liat Bunda. Awalnya aku gak tau kalo Bunda dateng sama Ayah."

"Oh, ya? Terus kamu tahunya dari mana?" tanya Acha yang merasa tertarik dengan kelanjutan cerita tersebut.

"Aku tahunya pas meluk Bunda, aku liat Ayah berdiri di belakang. Jadinya, aku lang–"

Tok.. tok.. tok..

Cerita tersebut terpaksa berhenti karena tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Perhatian ketiganya seketika langsung beralih pada pintu kamar ini. Akhirnya Jaka dengan suka rela bangkit dan membukakan pintu tersebut.

Ceklek!

Lelaki itu langsung tergelak saat melihat Wira tengah berdiri tegap di hadapannya. Begitu juga dengan Acha. Sedangkan Agni lantas memekik kegirangan karena ia sudah lama sekali tidak melihat salah satu om kesayangannya itu. Mungkin gadis kecil itu merindukan Wira yang akhir-akhir ini jarang sekali muncul di hadapannya.

"Om Wira!" seru Agni.

Agni segera turun dari sofa dan menghampiri Wira. Lelaki tersebut mencoba menyambut Agni dengan hangat. Walaupun kesannya terlihat dipaksakan.

"Hei, kamu di sini juga?" sapa Wira seraya mengusak pelan rambut gadis kecil itu.

"Iya, Om! Tante Acha sendirian terus, jadi aku pengen nemenin Tante."

Perlahan senyuman Wira mulai memudar. Sepertinya lelaki itu merasa sedikit tersingung akan ucapan Agni barusan. Seakan keponakannya sedang menyindirnya secara halus. Padahal sebenarnya gadis kecil itu tak bermaksud begitu.

Dasar bocah tengik! Pantes kamu jadi anaknya si Satya, batinnya remeh.

Melihat perubahan ekspresi wajah dari Wira, membuat Jaka merasa was-was. Akhirnya lelaki itu mencoba mengalihkan pembicaraan dengan mempersilahkan Wira masuk.

"Masuk, Wir!" kata Jaka seraya membukakan pintu lebih lebar lagi.

Wira mengangguk dan langsung berjalan mendekat pada sang istri. Acha seketika itu merasa canggung sekali. Entahlah, rasanya aneh melihat Wira tiba-tiba datang menjenguknya. Padahal wajar jika suaminya datang untuk melihat sang istri yang sedang dirawat di rumah sakit.

Belum sempat Wira menyapa Acha, Jaka lekas berpamitan pada keduanya, "Cha, Wir, gue balik dulu ya sama Agni."

Wira hanya menatap datar sahabat dari istrinya itu tanpa berniat menjawab. Sedangkan Acha sendiri ingin menahan Jaka lebih lama lagi. Ia seakan tak ingin ditinggal berdua dengan sang suami. Namun sayang, Jaka tak menghiraukannya dan langsung pergi begitu saja.

"Kalian silahkan ngobrol-ngobrol dulu ya. Ayo, Ni, kita pulang!" ajak Jaka seraya menggandeng gadis kecil itu.

Setelah meninggalkan ruangan tersebut, Jaka dan Agni berjalan beriringan menuju area parkir. Namun, di tengah perjalanan tiba-tiba Agni menghentikan langkahnya. Sehingga membuat Jaka harus menoleh ke samping.

"Om, kok kita pulang sih?" celoteh gadis kecil itu. "Aku 'kan masih kangen sama Om Wira," imbuhnya kemudian.

Jaka menghembuskan napas sejenak. Sebelum dirinya menjawab, ia menyamakan tinggi badannya dengan gadis kecil itu.

Cinta Salah Alamat | Sungjin Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang