Bab 53 | Pertengkaran Pertama

160 20 0
                                    

Setahun sudah Acha menghabiskan waktunya untuk bisa lulus dengan nilai terbaik. Gadis itu bahkan rela waktunya tersita untuk belajar di sekolah maupun di bimbel. Tak pernah sedikitpun ia bersantai-santai. Sebab yang ada di pikirannya yaitu dia harus berhasil satu kampus dengan sang kekasih.

Berbicara soal hubungannya dengan lelaki itu, kini sampai sekarang mereka masih tetap bertahan. Ajaib sekali, padahal sebenarnya hubungan mereka terasa hambar. Mungkin di antara kalian menganggap mereka seperti pasangan yang aneh. Namun, semua itu memang benar adanya.

Setiap kali sebelum pergi tidur, mereka selalu menyempatkan diri untuk bertukar pesan. Sayangnya kalau dihitung-hitung, hanya Acha saja yang selalu memulai obrolan itu. Sedangkan Satya tampak jarang sekali menyapa kekasihnya. Bahkan mungkin hampir tidak pernah.

Laki-laki itu selalu menggunakan alasan yang itu-itu saja. Dia mengatakan bahwa kegiatannya sebagai seorang mahasiswa telah menyita banyak waktu luangnya. Hingga hal tersebut membuat Acha lama-kelamaan menjadi bosan. Gadis itu kesal lantaran Satya semakin ke sini, jadi semakin terang-terangan menghindarinya.

"Selamat atas kelulusanmu, Yang. Kamu hebat sekali!" kata Satya yang bermaksud ingin memberikan ucapan selamat atas kelulusan gadis itu. Ia bahkan telah menyiapkan setangkai bunga mawar berwarna merah kesukaan gadis itu. Kebetulan saat ini mereka sedang berada di pos kamling yang letaknya beberapa meter dari rumah. Tadi Satya sempat mengirimkan pesan kalau dia sedang menunggu kekasihnya itu di sana.

Acha tak membalas ucapan laki-laki itu. Hingga hal tersebut membuat Satya bertanya-tanya.

"Kenapa? Kamu kurang suka sama bunganya? " tanya lelaki itu dengan alis yang tampak mengerut dalam.

Sejenak Acha menatap lurus manik mata yang selalu tampak indah bak galaksi bimasakti itu. "Udah selesai rapat-rapatnya? Kenapa kamu tiba-tiba datang ke sini?" jawabnya ketus.

Sontak saja Satya terperanjat saat mendapati respon tak mengenakan yang ditunjukkan gadis itu.

"Loh, aku 'kan udah cerita kemarin, kalo mau ketemu sama kamu," jelasnya dengan sabar. Sepertinya dia masih berusaha untuk tidak terpancing emosi.

Sekilas Acha tersenyum miring. "Kali aja kamu mau rapat lagi atau mau ketemu sama yang lain!" sindirnya halus.

Gadis itu memang sengaja menekankan nada bicaranya pada kata "yang lain" supaya Satya sadar kalau dia tengah marah padanya.

"Maksud kamu apa sih, Yang? Aku kemarin beneran lagi sibuk ngurusin BEM. Jadi, gak sempet nemuin kamu."

Sejenak Acha tampak berdecak sebal, sebelum akhirnya berkata kembali, "Udah lupain! Lagian itu juga gak penting 'kan?!"

"Nggak, kita selesaiin sekarang! Pokoknya kamu harus jelasin semuanya ke aku. Kenapa kamu tiba-tiba nuduh aku selingkuh?!" ucap Satya ngotot.

"Aku gak bilang kamu selingkuh!" elak gadis itu.

"Tapi dari ucapanmu tadi aku bisa nebak kalo kamu udah nuduh aku selingkuh!"

"Nggak kok-"

"Bohong!" potong Satya cepat. Sepertinya sekarang adu mulut sudah tidak bisa dihindari lagi.

"Kamu jangan gini dong, Cha! Sekali-kali kamu harus ngertiin aku. Kamu 'kan tahu kalo kesibukanku banyak, aku itu bukan hanya kuliah saja," jelas Satya panjang lebar sembari menaruh kedua tangannya di pundak gadis itu.

Namun sayang, secepat mungkin Acha langsung menepisnya dengan kasar. "Mau berapa kali lagi aku harus ngertiin kamu, Mas?! Emangnya kamu kira aku selama ini menganggur gitu? Nggak!" bentaknya.

"Aku juga sama sibuknya kayak kamu. Belajar dari pagi sampai menjelang subuh, cuman hanya bisa satu kampus sama kamu. Tapi kamu bisa lihat 'kan?! Aku masih sempat ngasih kamu kabar tiap hari."

Di sisi lain Satya tampak tertegun dan tidak dapat mengelak lagi. Sekarang tenggorokannya serasa tercekat setelah mendengar keluhan gadis itu. Sejenak ia berusaha menghirup napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya secara perlahan.

"Oke, aku mengaku salah. Aku minta maaf," bisik lelaki itu lirih.

Acha melengos. Namun, sedetik kemudian dia tiba-tiba tertawa. Kini suara tawanya terdengar sarkas. Hingga membuat Satya lagi-lagi diam membisu.

"Mudah banget kamu bilang kayak gitu," ucap gadis itu ketus. "Setelah apa yang telah kamu perbuat, kamu cuman membalasnya dengan kata maaf aja?!"

"Lalu apa yang harus aku lakukan supaya kamu mau maafin aku?!"

"Luangin waktu kamu buat aku!" pinta gadis itu dengan cepat. Namun, sepertinya Satya berat untuk menjawabnya.

"Ck! Lihat 'kan?! Kamu gak bisa jawab sekarang!"

"Bbuk.. kkan.. nyya.. gitu-"

"Ah, sudahlah! Aku gak mau bahas ini lagi. Aku capek. Udah ya, aku masuk dulu. Makasih buat bunganya," potong gadis itu.

Kini dalam sekejap Acha langsung berbalik badan dan pergi menjauh. Sedangkan Satya masih saja diam terpaku. Sejenak lelaki itu tampak menghela napas gusar. Lalu sedetik kemudian ia mengerang kesal sembari mengacak-acak rambutnya. Untuk pertama kalinya gadis itu marah kepadanya. Sampai-sampai mereka harus mengakhirinya dengan pertengkaran.

Sesungguhnya semua yang dikatakan Acha memang benar. Dia adalah seorang lelaki pengecut. Tidak seharusnya ia menjadikan kesibukan berorganisasi sebagai alasan untuk menghindari gadis itu. Sebab mau sesibuk apapun, dia pasti ada waktu untuk memberi kabar.

***

Setelah berhasil meluapkan seluruh kekesalannya, Acha lantas segera masuk ke dalam rumah. Dengan langkah lebar ia langsung menuju kamarnya. Gadis itu berjalan cepat sekali, sampai-sampai tidak memperhatikan keadaan di sekitarnya. Bahkan Echa yang terbangun dan hendak mengambil air minum di dapur pun tak Acha hiraukan.

"Loh, Cha. Kamu habis dari mana malam-malam begini?" tanya Echa setengah berbisik. Sebab gadis itu tidak ingin membangunkan Bapak ataupun Ibu. Namun bukannya mendapatkan sebuah jawaban, gadis itu malah tak sengaja melihat adiknya tengah menitihkan air mata.

"Cha, kamu kenapa?!" tanya Echa yang tiba-tiba saja nada bicaranya berubah panik. Kedua tangannya spontan menahan bahu gadis itu.

"Gak papa," jawab Acha sinis. Sayangnya sang kakak tak kunjung menyadari kalau dirinya juga sedang marah pada saudaranya itu.

"Satya ya?" tanya Echa yang tampaknya masih tak mau menyerah.

"Bukan."

"Mana coba bawa sini anaknya? Biar ak-"

Namun, belum sempat Echa menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba Acha langsung memotongnya.

"Udahlah, Mbak! Ngapain sih kamu harus capek-capek ikut campur sama urusanku?! "

Blam!

Sontak Echa dibuat terpaku di tempatnya. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali saat si adik langsung pergi meninggalkannya tanpa menjelaskan apapun.

Setelah membanting pintu kamar, Acha lantas melemparkan setangkai bunga mawar yang sedari tadi ia genggam ke sembarang tempat. Selanjutnya gadis itu memilih menenggelamkan diri pada tumpukan bantal-bantal yang ada di atas kasur. Awalnya suasana tampak hening, hingga beberapa detik kemudian terdengar isak tangis dalam kamar berukuran tiga kali tiga meter itu.

Untuk saat ini Acha hanya ingin sendirian. Sebab hatinya benar-benar kecewa. Dia sudah lelah menghadapi kelakuan lelaki itu. Namun, di sisi lain ia juga merasa berat sekali bila harus melepaskan kekasihnya.

Acha bingung. Benar-benar bingung. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Haruskah dia menyerah saat ini juga?

=TBC=

Cinta Salah Alamat | Sungjin Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang