Bab 7 | Pillow Talk

332 32 0
                                    

Hari ini adalah hari yang panjang bagi keluarga kecil Satya. Kini saatnya bagi mereka untuk mengistirahatkan badannya di atas kasur yang empuk. Agni baru saja pergi ke alam mimpi setelah meminta Echa untuk menemaninya sampai tertidur.

Setelah memastikan semua pintu dan jendela terkunci rapat. Echa memutuskan masuk ke dalam kamarnya. Namun, di sana dia tak mendapati sang suami yang biasanya sudah terbaring di atas kasur sembari menunggunya. Mungkin laki-laki itu masih sibuk di kamar mandi, pikir Echa.

Ibu muda tersebut akhirnya memutuskan duduk di depan meja rias. Merawat diri memang sudah menjadi rutinitasnya sebelum pergi tidur. Sebenar Satya tak pernah menuntut istrinya tampil cantik di setiap saat.

Sebaliknya lelaki itu selalu membebaskan istrinya melakukan hal apapun yang ia inginkan. Asalkan wanita tersebut juga menyukainya. Lagi pula bagi Satya, Echa sudah sangat cantik tanpa polesan krim manapun. Apalagi ketika wanita itu menunjukkan wajah pasrah di bawah kungkungannya.

Ceklek!

Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka. Satya baru saja keluar dari sana dengan mengenakan kaos putih polos serta celana training abu-abu. Sungguh pakaian khas bagi orang yang sedang ingin pergi tidur.

Pucuk kepalanya tampak basah. Sepertinya dia baru saja mengambil air wudhu. Mungkin suaminya itu belum menunaikan ibadah sholat isya'.

Sejenak Satya tersadar jika sedari tadi gerak geriknya tak pernah lepas dari manik cantik sang istri. Walaupun wanita itu tengah sibuk berpura-pura mengoleskan krim malam di wajahnya.

"Cha, gak jama'ah dulu?" tegur Satya saat menyadari kalau istrinya langsung bersiap pergi tidur tanpa menunaikan ibadah sholat terlebih dahulu.

"Heh?" gumam Echa yang seketika membuyarkan lamunannya. Buru-buru ia mengontrol diri dan langsung berbalik menghadap sang suami. "Nggak, Mas. Aku lagi halangan."

Satya tiba-tiba menghentikan pergerakan tangannya saat sibuk memakai sarung. Ia juga membalikkan badannya dan langsung menatap sang istri lamat-lamat. Bukan hanya itu arti dari tatapannya tersebut tak bisa dibaca dengan jelas oleh Echa. Hingga membuat wanita itu merasa aneh.

"Ada apa, Mas?" tanya dia sembari jemari tangannya kembali sibuk mengoleskan krim malam.

"Nggak apa-apa. Cuman heran aja kok lebih cepet dari tanggal biasanya?"

"Hah? Kamu ngitungin kalenderku?"

Satya lantas mengangguk dan melanjutkan kegiatannya kembali. Kali ini ia meraih peci hitamnya.

"Iya dong! Jaga-jaga aja biar aku bisa tau kapan waktu yang tepat buat minta 'itu' ke kamu," jawab Satya enteng.

"Astaghfirullah, Mas! Kamu mau sholat kok malah yang dibahas begituan, sih?!" pekik Echa seketika. Namun seakan tak ada rasa bersalahnya sama sekali, lelaki itu malah tertawa renyah. Hingga membuat matanya pun ikut melengkung.

"Aku sholat dulu, ya. Kamu jangan tidur duluan, tunggu aku!" pamit Satya sebelum ia kembali menghadap kiblat dan memulai takbir.

Echa akhirnya membereskan kapas bekas yang sempat ia pakai, lalu membuangnya ke tempat sampah. Barulah setelah itu ia duduk bersandar pada kepala ranjang sembari menunggu sang suami selesai sholat.

Untuk membunuh waktu, ia memutuskan mengotak-atik ponselnya. Ternyata tak ada notifikasi yang spesial, hanya beberapa pesan obrolan ibu-ibu wali murid yang biasa menanyakan PR sang anak. Akhirnya ia mengakhiri kegiatan itu dan menguncinya kembali.

"Kenapa dimatikan? Takut ketahuan aku ya?" goda Satya saat dirinya naik ke atas ranjang.

Rupanya laki-laki itu baru saja selesai sholat. Kini mereka tengah duduk dengan posisi yang sama. Echa langsung berdecak sebal. Ia rasa candaan sang suami tak ada lucu-lucunya sama sekali.

Cinta Salah Alamat | Sungjin Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang