Bab 16 | Pergi atau Kabur?

209 32 0
                                    

Oktober, 2021


Selepas menjemput Agni kemarin, Echa langsung membeli tiket kereta dengan keberangkatan tercepat. Untung saja dia bisa mendapatkan tiga tiket sekaligus. Rencananya dia akan berangkat esok hari.

Setelah selesai mengepak barang-barang ke dalam koper. Echa saat ini sedang istirahat sejenak. Ia duduk di atas kasurnya sembari menghela napas panjang.

Diliriknya sejenak jam dinding di kamar itu, Echa seketika mengerutkan alisnya. Ternyata hari sudah memasuki tengah malam. Namun, mengapa sampai sekarang suaminya tak kunjung pulang? Bahkan lelaki itu tak memberinya kabar sama sekali sejak pagi tadi.

Echa kembali dibuat uring-uringan. Apa memang suaminya sengaja tak memberinya kabar? Supaya dia bisa berduaan dengan wanita itu tanpa diganggu oleh siapapun termasuk dirinya?

Ibu satu anak itu mendengus sebal. Tanpa pikir panjang, dia pun meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Lalu jemari tangannya sibuk menggulir layar dengan cepat.

Saat ini dia berniat menghubungi suaminya, supaya lelaki itu sadar diri bahwa dia masih mempunyai istri berserta seorang anak yang menunggunya di rumah. Namun sayangnya sambungan telepon tersebut tak kunjung diangkat oleh suaminya. Hingga sukses membuat Echa geram.

Sejurus kemudian, kedua bola mata itu melirik koper yang ada di hadapannya saat ini. Cukup lama ia terdiam sembari menatap koper itu. Hingga sebuah ide jahat tiba-tiba muncul di otaknya.

Tanpa babibu lagi, Echa langsung membongkar kembali isi koper tersebut. Dirinya langsung mengeluarkan semua baju-baju milik Satya tanpa terkecuali. Sehingga hanya menyisakan bajunya dan juga Agni.

"Jika kamu gak mau pulang, Mas, biar aku aja yang pergi!" ucap Echa menggeram seraya menutup kembali koper itu dengan kasar.

Tampaknya wanita itu sudah kehilangan kesabaran. Kini ia sudah membulatkan tekat untuk pergi tanpa Satya. Biarkan saja laki-laki  itu memarahinya karena pergi tak bilang-bilang. Toh Satya sendiri yang membuat keadaan semakin runyam.

Setelah mengembalikan baju-baju Satya ke dalam lemari, Echa bergegas mengistirahatkan badannya. Wanita itu memutuskan untuk tak menunggu Satya lebih lama lagi. Dia sudah sangat yakin kalau lelaki itu tidak akan pulang malam ini. Jadi, untuk apa ia harus menanti sesuatu yang tidak pasti?

***

Di pagi buta, Echa telah selesai menyiapkan sarapan berserta bekal yang hendak ia bawa selama perjalanan nanti. Bagitupun juga Agni, gadis kecil itu tampak senang karena sudah tak sabar ingin cepat-cepat bertemu dengan neneknya. Saat ini dia baru saja selesai berbenah diri dan siap duduk cantik di atas kursi makannya.

"Bunda," panggil Agni saat sang bunda baru saja menaruh sepiring nasi goreng di hadapannya.

"Apa sayang?" tanya Echa sembari ikut duduk di depan sang anak.

"Aku kok gak liat Ayah. Emang Ayah gak jadi ikut?" tanya gadis kecil itu seraya menyuapkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya. Sepertinya dia baru saja menyadari kalau sang ayah sejak tadi tak menampakkan batang hidungnya.

Echa sudah menduga kalau anaknya akan bertanya soal keberadaan ayahnya. Untung saja dia sudah menyiapkan alasan yang tepat dari semalam.

"Ayah nanti bakal nyusul kita ke Jogja, Nak. Soalnya sekarang Ayah harus bantu jagain Tante Acha dulu," jelas Echa dengan raut wajah yang terlihat baik-baik saja. Wanita itu tak ingin membuat anaknya merasa curiga dengan alasan yang ia berikan. Apalagi mengingat Agni adalah anak yang terlampau peka terhadap situasi sekitar.

"Jadi cuman aku sama Bunda aja dong?" gumam gadis kecil itu yang terdengar sedikit kecewa.

"Iya, Sayang. Gak papa ya? Nanti kalo Ayah udah selesai sama urusannya, dia pasti jemput kita ke sana."

Agni sedikit bersemangat setelah mendengar penjelasan dari bundanya itu. Dia lantas menyodorkan jari kelingkingnya seraya berkata, "Janji?"

Echa membalas dengan senyuman hangat khas seorang ibu. "Janji," balasnya seraya menakutkan jari kelingking mereka.

Agni lantas mengangguk paham. Lalu melanjutkan kembali acara makannya. Melihat sang anak tampak tak memperpanjang obrolan ini, Echa pun melakukan hal yang sama.

***

Setelah memastikan semua barang-barangnya selesai diangkut oleh si supir taksi. Echa segera menyuruh Agni untuk menunggunya sejenak di dalam mobil. Sebelum wanita itu kembali masuk ke dalam rumah, dia sempat berpesan pada sang supir agar menunggunya sejenak.

Di dalam rumah, wanita itu mencoba menelpon kembali Satya. Dia hendak meminta ijin sebelum ia pergi. Ternyata Echa masih tak tega kalau harus berlaku seperti istri yang durhaka. Namun sayang sekali, sampai pada percobaan kesepuluh kali, lelaki itu tak kunjung mengangkat teleponnya.

Echa seketika menghentakkan kakinya ke lantai saat mendengar suara operator kembali menyapanya. Rasa kesalnya kini sudah sampai ke ubun-ubun. Akhirnya wanita itu memutuskan meninggalkan sebuah pesan yang tertulis pada memo kecil. Setelah selesai, ia lantas menempel memo tersebut di pintu kulkas. Barulah Echa bergegas mengunci pintu.

Beberapa detik kemudian dirinya sudah duduk di dalam mobil, tepatnya ia tengah duduk di samping Agni.

"Pak, jalan sekarang ya! Ke stasiun kota," perintahnya pada si supir taksi, yang kemudian dibalas dengan anggukan kepala.

"Baik, Bu."

Di tengah perjalanan Agni tiba-tiba mencolek lengannya. Hingga membuat sang bunda spontan menoleh ke samping.

"Apa sayang?" tanya Echa lembut.

"Bunda, beneran udah bilang ke Ayah 'kan kalo kita mau ke rumah Nenek?"

Echa seketika tersenyum getir. Ternyata aktingnya dinilai gagal total. Gadis kecil itu masih dapat dengan mudah membaca gerak-geriknya.

Echa tak langsung menjawab, melainkan tangannya tengah sibuk menyibakan rambut sang anak ke belakang telinga.

"Udah, sayang. Kamu gak perlu khawatir lagi ya?" ucap Echa pada anaknya.

Entahlah ucapannya bisa dinilai berbohong atau tidak. Namun, yang jelas Echa sudah berusaha menghubungi suaminya. Sekalipun lelaki itu belum memberikan restu.

"Oke, sip! Pokoknya nanti kalo Agni udah sampai sana, aku mau main sama Nenek sepuasnya! Terus minta Tante Arumi ngajakin aku jalan-jalan ke sawah. Terus bla.. bla.. bla.."

Echa akhirnya dapat tersenyum lega. Setidaknya Agni tak merasa curiga lagi padanya.

***

Setelah kopernya diturunkan dari bagasi, Echa langsung membayar sejumlah uang pada sopir taksi tersebut. Selanjutnya ia langsung menggandeng erat-erat tangan anaknya. Ia tak ingin terpisah dari Agni, apalagi situasi stasiun pagi itu tampak sangat ramai. Sedangkan tangan kirinya tengah menggeret koper.

"Bentar ya, jangan ke mana-mana! Bunda mau nukarin tiket dulu," pesan Echa pada sang anak. Dia sengaja menyuruh Agni untuk menunggunya di salah satu bangku dekat mesin cetak tiket kereta.

Agni lantas mengangguk tanpa bersuara. Selama Echa mengantri matanya tak pernah lepas dari Agni karena wanita ingin memastikan anaknya dalam keadaan aman. Lima menit kemudian, Echa akhirnya mendapatkan tiket yang ia inginkan. Selanjutnya wanita itu langsung menghampiri putrinya.

"Yuk, kita masuk!" ajak Echa karena kereta mereka baru saja sampai.

=TBC=

Author's Note:
Setting waktu pada bab ini sesuai tahun yang sekarang, yakni 2021. Karena saat ini masih dalam masa pandemi, jadi apa yang diceritakan di sini mohon abaikan sejenak ya! Walaupun begitu mudah-mudahan masa pandemi ini cepat berakhir. Terakhir tetap jaga jarak, jaga kesehatan juga ya kawan! 😉

Cinta Salah Alamat | Sungjin Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang