Jangan lupa vote&komen
Happy reading...
•
•
•
Riko tidak berhenti mondar mandir sejak tadi. Ia sangat cemas menunggu Kiana yang sedang ditangani dokter. Pada saat perjalanan ke rumah sakit tadi Kiana kehilangan kesadarannya, hal itu membuatnya semakin takut. Apalagi saat dokter bilang bahwa keadaan Kiana kritis.
Sedangkan Rafan hanya diam sambil duduk di lantai dingin rumah sakit. Tangannya tak berhenti memukuli kepalanya sendiri. Tubuhnya bergetar, ia menangis tanpa suara. Ia merutuki dirinya sendiri yang bodoh. Rafan tidak akan memaafkannya sendiri jika terjadi sesuatu pada Kiana. Dirinya sudah terlalu banyak membuat Kiana menderita.
"ARGHHH! semua gara-gara gue! semuanya salah gue!!" Ujar Rafan frustasi. Ia menampar wajahnya sendiri.
Semua orang sedih melihat keadaan Rafan seperti itu. Nada menghampiri Rafan dan menahan tangan lelaki itu.
"Rafan udah, jangan sakitin diri lo sendiri." Peringati Nada, gadis itu juga menangis.
Rafan menatap Nada dengan tatapan hancur.
"Harusnya yang ada di sana gue Nad, bukan Ana. Dan semuanya gara-gara gue!!" Tukasnya."Adek macam apa gue? cuma bikin kakak gue menderita." Lirihnya. Ia menjambak rambutnya sendiri.
"Shttt Rafan lu nggak boleh ngomong kayak gitu." Nada memeluk tubuh Rafan yang sangat Rapuh, ia membiarkan lelaki itu menangis dalam pelukannya.
"Kiana ngelakuin itu karena dia sayang sama lo Rafan, dia lebih milih ngorbanin dirinya sendiri karena mungkin itu lebih baik dari pada dia kehilangan adik satu-satunya." Nada mengusap Air mata Rafan.
"Nggak selamanya orang yang terlihat benci sama kita itu benar-benar membenci kita, tapi dia cuma menutupi rasa kasih sayangnya supaya nggak terlihat oleh kita." Ujar Ben.
Hellene mengangguk. "Kiana itu sayang sama kamu, tapi dia punya caranya sendiri untuk menunjukkannya."
"Riko," Panggil Ben membuat Riko berhenti mondar mandir.
"Kita harus yakin sama Kiana kalau dia bisa ngelewatin masa kritisnya. Kiana itu cewek yang kuat, dia nggak mungkin nyerah." Tutur Ben. Nada tidak menyangka orang yang tidak jelas seperti Ben bisa bicara seserius ini.Bertepatan itu pintu ruangan terbuka menampilkan sosok dokter. Rafan langsung berdiri menghampirinya.
"Gimana keadaan kakak saya?" Sergahnya langsung.
"Pasien kehilangan banyak darah, ia membutuhkan golongan darah AB. Tetapi stok darah AB dirumah sakit ini sedang kosong." Tutur dokter.
"Golongan darah saya sama dok, ambil darah saya!" Titah Rafan.
Dokter itu meneliti penampilan Rafan yang sangat kacau. Ada banyak luka-luka pada tubuhnya.
"Tapi kondisi kamu sepertinya tidak memungkinkan untuk melakukan donor darah." Kata dokter.Rafan menjambak rambutnya frustasi. Ia menggertakkan rahangnya. Kemudian Rafan menendang bangku yang ada di dekatnya membuat mereka kaget.
"AMBIL DARAH SAYA SEKARANG!!" Bentak Rafan. Tangan lelaki itu sudah terkepal.
"Baiklah anda bisa ikut kami ke dalam." Ucap dokter itu akhirnya. Rafan menurutinya dan langsung ikut masuk ke dalam ruangan Kiana.
Yang lain masih menunggu di luar. Riko bersandar pada tembok sambil memejamkan matanya. Ia tak berhenti berdoa sejak tadi agar Kiana bisa segera sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
CACTUS [END]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Kianara Ganendra, Gadis dingin dengan sejuta rahasia yang di milikinya. Ia memiliki trauma pada masa lalunya yang membuatnya meninggalkan tempat tinggalnya di Indonesia dan menetap di Hawaii. Namun satu hal yang harus m...