🌵52. Vano Bebas?

1.2K 150 0
                                    


Jangan lupa vote&komen

Happy reading...



Kiana hanya diam menatap langit ruangan rumah sakit yang serba putih. Ia membiarkan Rafan mengangkat telepon dari beberapa menit yang lalu. Kiana tahu siapa penelpon itu, ganendra.

Sejak semalam ia tinggal berdua bersama Rafan, sedangkan yang lainnya sudah pulang terlebih dahulu. Padahal Riko semalam menolak untuk pulang dan memilih menjaga Kiana. Tapi gadis itu melarangnya dan malah menyuruh lelaki itu belajar karena besok ada Ujian kenaikan kelas.

"Gue harus pulang." Ucap Rafan saat menghampiri Kiana. Kiana sudah menebaknya pasti Ganendra mencari keberadaan Rafan saat ia sudah pulang dari luar kota.

Gadis itu hanya bisa tersenyum tipis kemudian mengangguk mengerti.
"Hati-hati," Ujar Kiana.

"Gue udah minta Riko buat kesini Na, dia lagi dijalan." Beritahu Rafan.

"Nggak perlu Rafan, gue bisa jaga diri sendiri." Ucap Kiana, menurutnya ia terlalu banyak merepotkan orang lain.

Rafan hanya menghela nafas. "Soal lo gue yang bakal bilang papah–"

"Nggak Rafan," Kiana menggeleng memotong omongannya. "Dia nggak bakal nyariin gue. Lebih baik lo pulang sekarang." Suruh Kiana.

Rafan menatap Kiana sendu. Sebelum pergi ia sempat mengecup kening Kiana. Tak lama Rafan pergi, Riko langsung datang memasuki ruangan Kiana dengan wajah yang sulit di artikan.

"Udah makan?" Tanya Riko.

Kiana melihat lelaki itu berusaha menyembunyikan raut gelisahnya, tapi percuma saja Kiana itu pandai membaca sikap seseorang.

"There is something?" Tanya Kiana.

Riko menggeleng. "Bunda bawain makanan buat lo, kata bunda maaf dia nggak bisa jenguk lo karena bunda repot ngurus dedek aydan." Ucap Riko sembari membuka kotak bekal yang ia bawa.

Kiana hanya memperhatikan gerak gerik lelaki itu, ia tahu bahwa Riko berusaha menghidari tatapannya. Namun saat Riko ingin memberi suapannya pada Kiana, gadis itu menahannya.

"Sebelumnya gue mau bilang makasih sama bunda karena udah mau repot buatin makanan untuk gue dan maaf karena gue lo juga harus repot." Ucap Kiana tulus.

"Nggak ada yang ngerepotin Kia." Riko tersenyum.

"Riko," Kiana menatap mata lelaki itu menginterupsi. "Ada sesuatu yang ganggu pikiran lo, apa yang lo sembunyiin dari gue?" Tebak Kiana benar.

"Makan dulu, Ki." Lagi-lagi Riko mengalihkan pembicaraan.

Kiana hanya menghela nafas. Ia mengambil alih makanan itu agar memakannya sendiri tanpa bantuin Riko. Gadis itu hanya diam sambil menghabiskan makanannya dengan memasang wajah dingin. Bahkan ia tidak mau menatap Riko sama sekali.

"Kia, jangan diemin gue." Ucap Riko tak suka. Tapi gadis itu hanya diam menatapnya.

Riko membuang nafasnya kasar. "Gue bakal cerita. Tapi jangan cuekin gue, Kia."

"Gue cuma nggak mau hal ini cuma jadi beban pikiran lo." Ucap Riko, Kiana diam menunggu lelaki itu melanjutkannya.

"Vano udah bebas, ada seseorang yang bantu dia." Beritahu Riko.

Kiana membulatkan matanya sempurna. Ia tidak percaya bahwa ada seseorang yang bisa mengeluarkan Vano, bahkan di saat lelaki itu belum mendapatkan hukumannya.

CACTUS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang