"Bang Stev lesu amat, Beby nggak like ah." decak Beby karena sedari tadi melihat Steven yang seperti orang tidak memiliki gairah hidup.
"Dek, coba kamu hubungi Zela." pinta Steven pelan.
Alis Beby menyerit. "Zela? Emang Zela kenapa?" tanya Beby bingung.
Steven menggeleng pelan. "Beberapa hari ini dia nggak ada kabar terus juga nggak masuk sekolah setelah kejadian malam itu," balas Steven dengan suara pelan di akhir kalimatnya.
"Beneran? Beby aja nggak tau lohh," ujar Beby sedikit kaget.
"Iya, makannya abang sekarang bingung." Steven mengacak rambutnya frustasi.
"Abang merasa kehilangan?"
Steven kicep ia tak tahu apa dengan perasaannya ini, memang yang dibilang Beby ada benarnya seolah ada yang hilang dari hidupnya. Seseorang yang selalu merengek manja walau ia hiraukan, seseorang yang selalu memberinya gombalan receh walau ia cuek.
Dengan ragu Steven mengangguk pelan. "Iya," lirihnya.
"Abang nyesel malem itu ngomong kasar ke Zela?"
"Iya," lirihnya lagi sembari menunduk, ia sekarang seperti anak kecil yang sedang dimarahi oleh ibunya.
"Seseorang tidak akan pernah menyesal sebelum merasa kehilangan,"
"Tapi dia yang pergi harus sadar karena bisa tergantikan," sanggah Steven.
"Dan dia akan kembali jika tidak menemukan orang yang bisa menggantikannya, sekarang abang udah dapet ganti? Abang bisa lupain Zela?"
Steven merasa tertohok, ia menggeleng pelan. "Nggak ada yang bisa gantiin Zela dari hati abang,"
"Berjuang sendiri? lebih baik pergi dan menyendiri dari pada terus terluka oleh orang yang sama," gumam Beby.
Steven yang sedikit mendengar gumaman Beby sedikit tersentak. "Dek kamu dulu sebelum kenal Al udah pernah pacaran?"
"Belum bang," jawab Beby dengan polosnya.
"Beneran? Kok kamu kayak udah mahir banget soal cinta?"
"Bukan mahir soal cinta, hanya menghargai dia yang juga menghargai kita."
"Tapi ingat nggak semua manusia bisa menghargai apalagi yang hanya disirat bukan disurat."
"Sama seperti abang kan?" Beby menjeda ucapnya, ia mendongak menatap bintang malam yang terang, terkadang ia bingung dengan jalan pikiran abangnya ini. "Abang juga menyirat hati sama Alleta sampe abang lupa ada Zela yang setia menunggu."
"Sekarang abang harus ngapain?" putusnya.
"Beby nggak maksa abang buat tentuin pilihan abang, selama abang bahagia pasti Beby juga bahagia tapi inget permata di dalam lumpur itu susah dicari sampai mereka lebih memilih batu kerikil yang mudah digapai." tutur Beby.
"Udah ah, Beby mau masuk, abang juga masuk istirahat inget besok sekolah." sambung Beby dan segera masuk ke dalam kamarnya.
Steven hanya mengangguk sekilas, ia masih memikirkan ucapan Beby yang membuat dirinya semakin bersalah dengan Zela, wanita hebat yang terus bertahan di setiap penolakannya.
- ALVARO -
"WOII CEPET LO SEMUA KE LAPANGAN BENTAR LAGI UPACARA MULAI, JANGAN LUPA PAKE ATRIBUT LENGKAP." teriakan lantang dari ketua kelas itu membuat sebagian siswa mencibir.
"Yaa pak ketu, dengan senang hati." sahut salah satu siswa dengan malas.
"Bagus," balasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVARO | ATLANTA GENK
Teen Fiction"Dia, baby gue." Namanya Alvaro Febryan Dirgantara, si iblis yang tak kenal ampun kepada siapapun yang berani mengusiknya. Si iblis yang berwujud dewa mitologi yunani. Tatapan tajamnya membuat siapapun yang melihatnya menciut seketika. Dia Alvaro...