"V-varo.."
Beby menutup matanya dengan kedua telapak tangan saat tak sengaja melihat bayangan hitam di dinding koridor.
"Ngga mau, mau abang.." parau Beby lemah bahkan kini bibirnya sudah tampak memucat.
Beby hanya diam, keheningan melandanya hanya ada isak tangis pelan Beby.
Prangg..
Beby semakin menangis ketika mendengar suara benda jatuh, padahal ia yakin kalau disini hanya ada ia seorang. Alvaro? Entahlah Beby juga tidak tau, kalau memang ini ulah Alvaro menurut Beby sangat tidak lucu.
"Ngga lucu.. Varo," gumam Beby pelan.
Klik..
Tiba tiba lampu yang tadinya redup sekarang menjadi gelap, koridor itu menjadi gelap gulita sekarang.
Beby menjerit ketakutan, ia sudah meraung keras semoga ada orang yang menolongnya.
Kaget, tiba tiba ada sebuah tangan yang menutup matanya membuat ia semakin takut.
"Varo.. abang.. tolongin Beby."
"Pergi, aku n-ggak mau."
Beby memberontak, namun tiba tiba orang itu memeluknya erat.
"Shtt.. tenang aku disini."
Beby kenal suara itu, itu suara suaminya. Tadinya koridor yang sangat gelap kini sudah terang, mata Beby berusaha menyesuaikan cahaya. Kini ia sudah melihat wajah Alvaro dengan jelas.
Alvaro memeluk Beby erat. "Maaf,"
Beby tak menjawab, ia masih mengatur nafasnya. "Kamu kira lucu?" Beby berucap datar membuat Alvaro melepas pelukan mereka.
Ia menatap Beby berkaca kaca, "Maaf.."
Alvaro akui ia sangat keterlaluan, bahkan sampai Beby berucap datar seperti itu. Sepertinya Beby memang benar-benar marah kepadanya.
"Maaf, janji ngga gitu lagi." ucap Alvaro serak menahan tangisnya.
Beby menghapus air matanya yang jatuh. "Selamat, prank kamu berhasil."
Setelahnya Beby pergi dari situ meninggalkan Alvaro dengan penyesalannya, bukan ini yang ia mau.
Beby berjalan di koridor yang sudah ramai orang, matanya masih memerah menahan tangis, rasa laparnya sudah hilang entah kemana.
Ia berjalan pergi ke satu tujuan, abangnya.
Beby membuka pintu ruangan Zela, ia langsung berhambur ke pelukan Steven tanpa mempedulikan tatapan heran dari teman temannya yang masih disitu.
"Hey, adek kenapa?" Steven juga bingung dengan tingkah adiknya ini, satu pertanyaan dalam benaknya. Dimana Alvaro?
"V-varo nakal bang.." Beby menangis di pelukan Steven.
Steven geram, se usil usilnya Alvaro tidak seharusnya sampai membuat Beby menangis. Sangat keterlaluan.
"Kamu jangan nangis sayang, cerita sini sama abang ada apa?" Steven juga khawatir melihat mata sembab dan bibir pucat di wajah adiknya.
"Varo na-nakutin Beby di ka-mar mayat." adu Beby kepada Steven.
Mereka yang di sana pun juga menyangga kaget, tidak seperti biasanya Alvaro sangat usil sampai membuat Beby menangis. Tapi mereka hanya memilih diam, bukan apa hanya mereka tak ingin terlalu ikut campur.
"Sayang, dengerin abang ya jangan nangis lagi nanti cantiknya ilang loh." rayu Steven.
"Tapi Varo nakal bang, Beby ta-kut." Steven menatap Beby sendu, lihat saja ia akan memberi Alvaro pelajaran. Peduli setan jika dia adalah adik iparnya, yang jelas siapapun yang membuat Beby menangis akan ia habisi dengan tangannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVARO | ATLANTA GENK
Teen Fiction"Dia, baby gue." Namanya Alvaro Febryan Dirgantara, si iblis yang tak kenal ampun kepada siapapun yang berani mengusiknya. Si iblis yang berwujud dewa mitologi yunani. Tatapan tajamnya membuat siapapun yang melihatnya menciut seketika. Dia Alvaro...