"Untuk pertama kalinya aku mulai merasakan penyesalan. Perasaan di mana aku berada di antara kasihan pada diri sendiri dan membenci diriku sendiri, tentang seluruh hidupku."
°
°
°"Udah dulu ya, Rey-"
"Eh, kenapa. Jangan dong! Aku masih kangen!" tolak Rey.
"Mama panggil!"
Rey menghelangkan napas berat. "Yaudah, bilangan sama Mama kamu, besok Reynal mau lamar anak gad-"
Belum sempat Rey menyelesaikan ucapannya Lara langsung mematikan telpon sepihak, gadis itu terbirit-birit melangkah menuruni anak tangga.
"Siapa, Ma?" tanya Lara pada Serlina yang duduk disofa membuat wanita paruh baya itu mengalihkan pandangannya kearah Lara.
Serlina menunjuk kota yang berukurang sedang berwarna coklat yang ada di atas meja, dengan tangannya. Lara langsung mengambil kotak itu dan melirik kearah Serlina. "Mama beliin aku apa?"
Serlina tercengang atas apa yang di ucapkan Lara. "Mama gak beliin kamu apa-apa, mungkin Rey atau Kakak kamu kali."
Lara yang mendengar jawaban dari Serlina itu tambah heran, sebenarnya siapa yang telah mengirimkan kotak ini padanya. Gadis itu melangkah menuju kamarnya, tanpa mengucapkan sepatah katapun pada Serlina, membuat wanita paruh baya itu menggeleng pelan.
"Kalo bukan Mama, terus siapa? Gak mungkin kalo Kak Lintang," gumam Lara menutup pintu kamarnya, gadis itu mendudukan bokongnya di kasur dengan tangan yang berusaha membuka kotak berwarna coklat itu.
Seketika bola mata Lara membulat sempurna, saat mengetahui apa isi kotak itu.
Lara, gadis itu perlahan mengambil foto yang berlumuran darah. Didalam foto itu terdapat dirinya, Lintang dan juga Serlina. Namun, hanya wajahnya yang dicoret-coret dengan tinta merah padam.
"Gue akan balas dendam apa yang lo ambil dari gue, Vazzeline Lara Ayudisha," gumam Lara membaca tulisan yang bertinta merah gelap yang ada dibelakang foto itu.
Lara menggernyit heran, ia sama sekali tak mengerti maksud dari tulisan itu. Sebenarnya, apa yang telah ia ambil, sampai-sampai orang itu ingin balas dendam.
°°°
"Panas," gerutuk Lara, gadis itu mengelap keringat yang bercucuran di dahinya.
"Makannya kalo lagi main basket itu, rambut diikat," celetuk Rey, yang datang dari arah belakang Lara. Cowok itu mengikat Rambut panjang Lara menjadi satu, membuat gadis itu sedikit tersentak kaget.
"Makasih," ujar Lara, tersenyum manis kepada Rey.
Rey meraup wajah Lara dengan telapak tangannya. "Gak usah senyam-senyum, jelek tau gak," ucap Rey sedikit terkekah.
Lara mengecutkan bibirnya. "Iya, iya. Aku jelek!"
Rey yang mendengar itu mengacak rambut Lara, gemas. Cowok itu, menyamai tinggi Lara. "Becanda doang kok, kamu tu cantik," goda Rey mencubit hidung mancung Lara.
"Ehkhemm, udah bucin nya?" celetuk Pak Teddy, guru itu menatap kearah Rey dan juga Lara bergantian dengan kedua tangan yang ada dibelakang membuat kedua remaja itu terkejut.
Lara menggaruk tengkuknya yang tak gatal, gadis itu sedikit gugup menatap Pak Teddy, kenapa tatapan guru itu sangat mematikan. "A-anuh Pak, it-"
"Anah, anuh. Anah, anuh. Emang saya Hanuman?" potong Pak Teddy menatap Lara.
KAMU SEDANG MEMBACA
267 [END]
Romance"Ketika kita yang menjadi asing, dan memilih jalan masing-masing." [FOLLOW SEBELUM BACA] Hubungan yang dijalankan Rey dan Lara selama tiga tahun tandas begitu saja karena insiden satu malam antar Rey dan Nia. Namun, siapa sangka dibalik hubungan yan...