"Makasih, Vin," ucap Lara tersenyum kearah Vino.
"Lain kali, kalo lo sakit gak usah keluar," ujar Vino membuat Lara terkekah pelan.
"Iya, sekali lagi makasih ya."
"Hm, gue balik dulu hati-hati dirumah!" pamit Vino, pemuda itu mengacak rambut Lara sebelum melangkah pergi.
Lara melambaikan tangannya kearah Vino membuat pemuda itu tersenyum tipis, saat Vino sudah mulai menjauh Lara hendak memasuki rumahnya namun deruman motor Rey membuatnya memutar bola matanya jengah. "Ngapain?" tanya Lara menatap Rey datar.
"Maksud kamu apa Lar jalan sama cowok lain!" emosi Rey menatap Lara tajam, tangan nan kekar itu terkepal dengan kuatnya hingga urat-urat itu terlihat jelas.
"Maksud aku apa? Kamu tuh yang apa, aku udah nungguin kamu dua jam lebih, tapi kamu malah sama Nia! Kamu gak mikirin gimana nasib aku sendiri disitu-"
"Aku gak sama Nia, Lar. Ponsel aku tuh ketinggalan, tapi pas aku dateng ke taman kamu udah gak ada, dan sekarang kamu malah sama cowok lain?!" potong Rey emosi, Lara yang mendengar itu terdiam sejenak.
"Siapa dia Lar, siapa?? Segitu marahnya kamu gara-gara aku nolongin Nia sampe-sampe kamu jalan sama dia." Rey berucap dengan nada renda. Ia merasa sangat kecewa melihat kedekatan Lara dengan pemuda itu, hati seperti hancur berkeping-keping melihat pemuda itu mengacak rambut Lara.
"Siapa sih Rey yang gak marah kalo cowoknya tuh lebih percaya sama cewek lain, siapa?!"
"Tapi kamu gak harus jalan sama cowok lain, Lar!!"
"Aku gak jalan sama dia, Rey. Dia cuma nolongin aku-"
"Kamu bisa telpon aku, Lar!" potong Rey sedikit membentak, pemuda itu memejamkan matanya, menetralkan emosinya yang ingin meledak.
Lara terkekah pelan. "Ini yang gak aku suka dari kamu Rey, kamu tuh udah berubah semenjak ada Nia. Kamu selalu ngebentak aku Rey, gak kayak Vino dia selalu ada buat aku. Mendingan kamu pergi, aku capek!!" Setelah mengatakan itu Lara menutup pintu rumahnya dengan kuat.
Ucapan Lara itu sunggu membuat Rey tambah emosi, pemuda itu mengepal tangannya kuat hingga urat-urat biru kehijauan itu menonjol dengan tegasnya.
"ARGH!!" teriak Rey menjambak rambutnya frustasi. Ia menatap Lara yang juga menatapnya dari atas balkon kamar dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Tak berselang lama, Lara melangkah memasuki kamarnya membuat Rey menghelangkan napas berat.
"Gue kecewa sama lo Lar, kenapa lo bilang gitu sama gue," gumamnya yang masih menatap balkon kamar Lara dengan tatapan kosong.
Setelah cukup lama Rey menatap balkon kamar Lara ia melangkah menuju motor sport miliknya, menancap gas dengan kecepatan diatas rata-rata, lagi-lagi Lara menguasai emosinya. Ucapan Lara tentang Vino itu terus memutar dipikirkan, apakah sebegitu adanya Vino saat gadis itu membutuhkan? Apakah ia tidak berarti lagi bagi Lara sehingga gadis itu memuji pemuda lain didepannya?
Pikiran dan hati itu sunggu tak tenang, entah takut kehilangan atau takut akan hal lain yang kini pasti Rey sudah tak bisa mengendalikan emosinya.
Rey mengehentikan motonya ia langsung melangkah memasuki bar yang sudah lama sekali tak ia kunjungi. Wajah yang sangat tampan dan langkah kaki yang gagah itu mengundang banyak perhatian.
KAMU SEDANG MEMBACA
267 [END]
Romance"Ketika kita yang menjadi asing, dan memilih jalan masing-masing." [FOLLOW SEBELUM BACA] Hubungan yang dijalankan Rey dan Lara selama tiga tahun tandas begitu saja karena insiden satu malam antar Rey dan Nia. Namun, siapa sangka dibalik hubungan yan...