"Gue tunggu balas dendam lo dan akan gue nikmati setiap detik lo membalasnya. Ingat, jangan pernah pikir kalo gue takut sama pelacur kayak lo!" -Lara Ayudisha
"Udah?" tanya Vino saat Lara menyodorkan kembali lembar kertas yang ia berikan tadi."Makasih," ucap Lara tulus diangguki Vino.
"Oh, jadi kamu menyontek ya Vino Alfarez?!"
Guru yang berkacamata itu tahu menahu sudah ada di hadapan Vino dengan bersedekap dada membuat kelas yang hening tadi tambah hening. Seluruh mata kini mengarah pada Vino termasuk Rey yang duduk di kursi pojok paling belakang.
Bu Hayati merebut lembar kertas jawaban Vino, wanita paruh bawa itu langsung merobeknya dengan pandangan yang masih mengarah pada Vino. "Benar-benar. Tidak bisa saya duga," serkas Bu Hayati. Wanita paruh baya itu menggumpal lembar kertas yang sudah robek itu, ia menunjuk kearah lapangan dengan wajah merah padam.
"Keluar kamu sekarang juga!" ucapannya penuh penekanan.
"B-bu, Vino gak ngelakuin apa-apa-"
"Gak, Bu. Saya ngaku salah, saya tadi memang mencontek dan saya minta maaf," Vino memotong cepat.
"Vin-"
"Ra," Vino menegur dengan matanya yang terpejam-mengisyarakatkan agar gadis itu diam.
***
Lara menyodorkan botol aqua yang ia beli tadi pada Vino membuat cowok itu menongak menatapnya. "Buat lo. Lo haus kan," Lara berucap sembari mendudukkan bokongnya disebelah cowok itu.
"Vin. Maafin gue ya, gara-gara gue lembar ulangan lo jadi di robek dan lo juga kena hukum," ungkap Lara menatap Vino yang sedang meminum minumannya.
"Gapapa. Lagian itu udah tanggung jawab gue kan, La," Vino menjawab kemudian terkekah kecil melihat ekspresi dari Lara.
"Gak usah gitu natapnya. Gue tau lo suka sama Rey bukan sama gue, lagian gua gak bisa maksa lo juga buat suka sama gue, kan?" Vino mengacak pelan rambut Lara. "Gue bakal tunggu sampe rasa suka lo berpaling ke gua."
Senyuman terbit dibibir Lara. Cewek itu melengos kearah lain, tak mau menatap Vino. Entah kenapa mendengar ucapan dari pemuda itu sungguh membuatnya jadi sangat malu.
***
"Kenapa?" Vino bertanya kala ia sudah sampai tepat di hadapan Rey.
Cowok berjaket logo kepala tengkorak dengan earphone yang menempel di telinganya menoleh. Menatap Vino dengan wajah datarnya kemudian terkekah. "Gue gak suka basa-basi-"
"Urusan sama gue apa?!" Vino memotong.
Mendengar itu, Rey maju selangkah. Menepuk pundak Vino pelan. "Cuma mau bilang. Gue siap perang dingin sama lo, buat dapetin Lara. Seperti apa yang gue bilang waktu itu. Gue akan selalu kejar Lara sampe dia kembali ke gue!"
Vino tersenyum smirk. "Terserah. Gue juga gak ngelarang. Kalo di cinta sama lo, dia akan kembali lagi sama lo. Tapi kalo dia gak lagi cinta sama lo. Dia gak akan pernah kembali," Vino berucap dengan nada santai kemudian menepuk pundak Rey. "Ingat, jangan pernah paksa dia buat balik sama lo. Biarin dia pilih sendiri, lo atau gue. Cinta gak bisa dipaksa, semoga berhasil," papar Vino sebelum melangkah pergi meninggalkan Rey.
***
Lara membasuh wajahnya, ia menatap wajahnya itu di pantulan cermin. "Apa gue cuci darah aja, ya?"
Untuk sekian kalinya, Lara menghelangkan napas gusar. Cewek itu merapikan anak rambutnya yang sedikit berantakan. Ia menoleh kearah Nia yang baru saja memasuki toilet dengan kekahan kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
267 [END]
Romance"Ketika kita yang menjadi asing, dan memilih jalan masing-masing." [FOLLOW SEBELUM BACA] Hubungan yang dijalankan Rey dan Lara selama tiga tahun tandas begitu saja karena insiden satu malam antar Rey dan Nia. Namun, siapa sangka dibalik hubungan yan...