"Jangan biarkan seseorang menghalangi impianmu."
Keringat dingin tak henti-hentinya bercucuran dipelipis Lara. Seluruh tubuhnya terasa sangat letih, bahkan lengan dan kakinya terasa membengkak. Mata cewek itu menyipit melihat sekeliling kamarnya yang berubah total, kemudian menoleh kearah Nia yang baru saja keluar dari kamar mandi."Lah, lo udah pulang?" Nia bertanya dengan senyuman khasnya.
"Ngapain lo dikamar gue?"
"Kamar lo?" Nia kontan terkekeh. "Sorry, tapi ini udah jadi kamar gue. Gimana dong?"
Lara maju beberapa langkah mendekati Nia. Tanpa aba-aba, gadis itu menarik rambut Nia dengan satu tangannya, wajahnya saja bahkan merah padam akibat emosi. "Koleksi perkataan lo!"
Nia meringis. Sungguh jambakan Lara itu tak main-main, rambutnya saja bahkan rontok akibat cewek itu. Dengan sekuat tenang, Nia melepaskan tangan Lara, ia mendorong tubuh cewek itu hingga Lara termundur beberapa langkah.
"Kenapa hah?! Gak seneng lo kalo ini kamar gue?!"
"Ada apa ini?!"
Pertanyaan yang berasal dari ambang pintu membuat kedua gadis itu spontan menoleh, menatap wanita paruh baya yang berjalan mendekati mereka, Serlina. Wanita itu melirik Lara dan Nia bergantian.
"Liat deh, Ma. Lara marah-marah sama aku, ini kan memang kamar aku sekarang!"
"Ma?" Lara menggeleng tak percaya dengan imbuh Nia. "Selain ngerebut Rey dari gue, lo juga mau ngerebut Mama gue. Cih, murahan banget sih lo."
"Lara!" suara Serlina naik beberapa oktaf.
"Kamu ini gak seharusnya ngomong gitu sama Nia!" tegas Serlina.
Lara hanya diam menatap Serlina dengan penuh tanya. Ia sungguh merasa heran kenapa sifat Serlina tiba-tiba berubah drastis seperti ini.
"Nia tuh anak kandung Mama, kamu gak berhak kayak gitu karna dia lebih berharga dibanding kamu yang hanya anak angkat!"
"Maksud Mama apa?" nada Lara memelas. Manik mata itu berlinang menahan air matanya yang hendak membasahi pipi. Pengakuan Serlina itu sungguh membuat hatinya berdenyut.
"Ini udah saatnya kamu tau, Lar." Serlina meraih kedua tangan Lara. Sedangkan cewek itu hanya diam menunggu apa yang ingin dikatakan Serlina. Meski itu menyakitkan, namun itulah kenyataan yang harus ia terima dan juga yang paling ingin ia ketahui siapa dirinya, dan juga siapa Vino sebenarnya.
****
Hembusan angin yang sangat kencang menandakan bahwa sebentar lagi akan ada badai sama sekali tak membuat Lara berkutik sedikitpun. Gadis itu menatap lurus dengan pandangan kosong. Ungkapan yang diucapkan Serlina tadi masih terngiang-ngiang di kepalanya.
Malam ini, satu kebenaran sudah ia ketahui. Bahwa Serlina memang bukan Ibu kandungnya, melainkan Ibu kandung Nia. Namun bukan itu kebenaran yang ingin ia ketahui, ia hanya ingin tahu siapa Vino sebenarnya. Hanya itu. Bukan yang lain, namun justru sebaliknya. Ia merasa dibohongi oleh kehidupannya sendiri akan semua kebenaran yang menyangkut masalalunya, bahkan Lintang pun tahu jika Serlina itu bukan Ibu kandung mereka. Benar-benar, hatinya sangat sakit. Ia sungguh benci akan kebohongan, sangat benci!
KAMU SEDANG MEMBACA
267 [END]
Romance"Ketika kita yang menjadi asing, dan memilih jalan masing-masing." [FOLLOW SEBELUM BACA] Hubungan yang dijalankan Rey dan Lara selama tiga tahun tandas begitu saja karena insiden satu malam antar Rey dan Nia. Namun, siapa sangka dibalik hubungan yan...