Lara membuka matanya perlahan, mata itu tertuju pada dokter yang sedang memeriksa suatu dokumen. "Dok, saya kenapa?" tanya Lara dengan suara berat, membuat dokter itu langsung mengalihkan pandangannya kearah Lara.
Dokter Iqbal menghelangkan napas berat. "Saya belum bisa pasti penyakit apa yang kamu derita, karna hasil pemeriksaan nya baru akan keluar besok. Jadi untuk hari ini, saya kasih kamu vitamin dulu."
Lara sama sekali tak merespon perkataan dari dokter Iqbal itu, ia hanya menatap lurus dengan pandangan kosong. "Kalo begitu saya permisi dulu, besok kamu bisa langsung menemui saya untuk ambil hasil pemeriksaan." Dokter Iqbal hendak melangkah keluar, namun Lara lebih dulu memanggilnya membuat pria yang berumur dua puluh tujuh tahun itu menghentikan langkahnya, menatap kearah Lara.
"Dok, soal hasil pemeriksaan kesehatan saya, jangan bilang ke siapa-siapa ya. Bilang aja saya cuma demam biasa, bisa kan, Dok?" pinta Lara.
"Baiklah," jawab dokter Iqbal singkat lalu melangkah keluar dari ruangan Lara.
Tak lama setelah dokter Iqbal keluar, suara decitan pintu kembali terbuka, menampilkan wajah khawatir Vino. Pemuda itu berjalan mendekati Lara, mendudukkan bokongnya di atas bed yang ditempati gadis itu.
Vino sama sekali tak mengatakan apapun pada Lara, ia meraba kening gadis itu yang masih terasa panas itu lalu menatapnya. "Masih sakit?"
"Gak liat lo gue terbaring lemes gini, ya masih sakit lah. Kalo gak sakit, gue udah pergi kali!" jawab Lara ketus sembari berusaha untuk duduk, Vino yang melihat itu langsung membantunya.
Tubuh gaga Vino mendekat kearahnya Lara, refleks Lara mencekal bidang dada Vino, membuat pemuda itu mengernyit heran. "Kenapa?" tanya Vino, menatap Lara dengan posisi yang sama.
"Lo mau ngapain?!"
Vino sama sekali tak memperdulikan pertanyaan itu, tangan kekar itu langsung mengambil secangkir air yang terletak diatas nakas sebelah kanan bed yang ditempati Lara, lalu kembali ke posisi semula nya dengan mata yang melirik kearah Lara, heran.
Vino meminum air itu dengan sekali tegukan, lalu kembali menatap kearah Lara. "Lo pikir, gue bakal cium lo gitu. Dih, najis. Gak usah ge'er deh, jadi cewek!" sentak Vino tau apa isi pikiran Lara.
"Siapa yang ge'er, gue aja najis!" serkas Lara tak terima.
Vino kembali mendekat kearahnya Lara, ia menatap manik mata gadis itu dengan senyuman jahil membuat Lara menahan napas sejenak. Tanpa Lara sadari, Vino meletakkan gelas yang ia minum tadi lalu menjauh kan tubuhnya dari Lara. "Nah kan, lo aja tegang!" ejek Vino membuat Lara menarik napasnya, gusar.
"Terserah!" Lara beranjak dari duduknya, membuat Vino langsung mencekal tangan gadis itu.
"Mau kemana?"
"Pulang, ngabisin uang gue aja di rumah sakit gak berguna ini," jawab Lara. Ia mengambil ponselnya yang terletak diatas nakas lalu berdiri dari duduknya.
"Mau gue anter?" Lara melirik kearah Vino sejenak.
"Gak perlu, lo kan pelit bisa-bisa lo mintak bayaran lagi sama gue!" Lara melangkah dengan hati-hati. Kepala yang tiba-tiba terasa sakit itu membuatnya hampir saja oleng jika Vino tidak memegangi tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
267 [END]
Romance"Ketika kita yang menjadi asing, dan memilih jalan masing-masing." [FOLLOW SEBELUM BACA] Hubungan yang dijalankan Rey dan Lara selama tiga tahun tandas begitu saja karena insiden satu malam antar Rey dan Nia. Namun, siapa sangka dibalik hubungan yan...