42. Menjauh dan Kecewa.
Merasa tak ada tanda-tanda respon dari Vino. Lara menghelangkan napas gusar termenung menatap jalanan yang sepi.
Kakinya masih terasa keram, itulah sebabnya ia hanya duduk ditepi jalan dan meminta agar Vino untuk menjemputnya. Namun, entah mengapa sudah beberapa hari ini Vino menghilang tanpa kabar, biasanya pemuda itu selalu menelpon atau mengirimnya pesan lewat whatsapp, tidak seperti sekarang. Tanpa kabar, sama sekali.
Merasa ada cairan kental yang kembali keluar, Lara spontan langsung mengelap hidungnya. Gadis itu berdecak sebal, kenapa disaat seperti ini Vino tidak ada sama sekali. Padahal ia benar-benar membutuhkan pemuda itu, ehh?
Deruman motor yang berhenti dihadapannya, membuat seulas senyuman terukir di bibir Lara. Saat menongak, senyuman itu luntur begitu saja. Yang tidak ia harapkan malahan datang itu-Rey, bukan Vino.
"Lar, lo kenapa?" tanya pemuda itu, khawatir.
"Lo-mimisan?"
Melihat tak ada jawaban yang dilontarkan Lara, Rey langsung mengambil saputangannya. Tanpa memperdulikan Lara, ia mengelap cairan yang masih terus keluar itu dengan hati-hati.
Lara terdiam membisu. Ada sedikit rasa rindu jika bersana Rey, namun lagi-lagi kenyataan pahit itu menghantamnya. Perkataan yang diucapkan oleh Rey waktu itu... masih membekas.
"Ck, gue bisa sendiri. Gak usah modus!" sentaknya mengambil alih saputangan tersebut dengan kasar.
"Lagian kenapa lo bisa ada disini?!"
"Gue gak sengajah lewat," jawab Rey berbohong. Tentu saja kerna Vino.
Terjadi keheningan beberapa saat diantara mereka. Hingga pada akhirnya, Rey berdeham dan bertanya, "Gimana sama kasus kematian Dito, Vino udah kasih tau lo belum penyebabnya?"
"Vino, emangnya dia yang nyelidikin kasus Dito?'
***
Satu minggu sudah berlalu, dan Vino masih belum ada kabar. Lara bahkan terus mencoba menghubungi pemuda itu, namun hasilnya nihil. Nomornya selalu saja sibuk dan terkadang tidak aktif.
Hari ini, Lara sudah mulai kembali bersekolah. Ia berangkat pagi-pagi sekali, ingin tahu apakah Vino selama ini masuk sekolah atau absen. Pasalnya, jika ia ingin bertanya pada Alika gengsinya terlalu tinggi.
Lara celingukan sejurus. Pandangannya terhenti pada pemuda yang berjalan memunggunginya. Itu, Vino.
Tanpa pikir panjang ia langsung berlarian mendekati Vino, meletakkan tasnya kasar kemudian duduk di bangku hadapan Vino.
Merasa terganggu, Vino menoleh membuat pandangan keduanya bertemu. Jika saja Vino tidak menoleh ke arah lain, mungkin keduanya hanyut lebih dalam lagi.
"Kenapa?" suara berat Vino terdengar dingin.
Vino menatap Lara dengan datar, membuat Lara kicep.
"Enggak."
"Lo ke mana aja, kok gak ngabarin gue?" Akhirnya, kalimat itu keluar dari bibir Lara."Gue gak ada waktu buat ngabarin lo. Lagian emang gue penting dalam hidup lo? Enggak, kan!"
Shit! Lara bungkam seribu bahasa. Sejujurnya ia merasa sedikit rindu dengan pemuda itu. Meski terkadang sifatnya selalu membuatnya jengkel dan merasa risih. Namun, entah kenapa mendengar jawaban dari Vino membuat hatinya berdenyut.
"Ck, orang cuma nanya. Baperan banget lo!" Lara mencoba mengabar.
"Lagian lo kenapa sih. Pms? Sensi amatt!!"
Tak mengumbis, Vino justru bangkit. Ia melangkah meninggalkan Lara tanpa mengatakan sepatah katapun.
Sedangkan Lara hanya diam menatap punggung Vino yang mulai menjauh. Ia benar-benar tak mengerti dengan sikap Vino yang jauh berbeda dari sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
267 [END]
Romance"Ketika kita yang menjadi asing, dan memilih jalan masing-masing." [FOLLOW SEBELUM BACA] Hubungan yang dijalankan Rey dan Lara selama tiga tahun tandas begitu saja karena insiden satu malam antar Rey dan Nia. Namun, siapa sangka dibalik hubungan yan...