2:36 AM
Awal tahun yang di kira Lara akan membahagiakan pupus begitu saja.
Pagi-pagi sekali, salah satu anggotanya menghubunginya, mengabarkan bahwa Dito meninggal, hal itu menyebabkan keluarga Dito tak terima. Apalagi melihat keadaan tubuh Dito yang mengenaskan—cacat dibagian tangan. Mereka marah dan melampiaskannya pada Lara. Karena memang selama ini keluarga Dito tak menyetujui pemuda itu untuk ikut-ikutan geng tak jelas yang di pimpin Lara.
Suasana markas Dregon England kini mencekam. Masih dengan pakaian hitam semua anggota hanya diam menatap Lara yang duduk di sofa single. Tak ada yang mengatakan sepatah katapun, mereka sama-sama bungkam tak berani untuk angkat bicara.
"Gimana bisa?"
Manik mata Lara menatap satu persatu mereka. Gadis itu bangkit dengan kasar.
"Apa yang kalian lakuin semalam sampe Dito meninggal, hah?!"
Hening. Mereka masih diam, takut akan kemarahan Lara. Bahkan Alika dkk pun terdiam.
"Lar," Rey dari ambang pintu melangkah mendekati Lara.
"Gak gini cara lo nanganinnya, gak seharusnya lo marah sama mereka."
"Terus, gue harus gimana? Ngebiarin nama baik Dregon England hancur gara-gara kematin Dito, hah?! Bukan cuma nama baik, seluruh anggota akan di cap buruk sama semua orang nanti!"
Napas Lara memburu, ia benar-benar merasa frustasi. Gadis itu menunduk menatap ujung sepatunya. "Gue emang gak berguna. Gue gak bisa ngelindungi mereka! Gue gak bisa!" lirihnya.
Setetes air mata turun begitu saja dari pelupuk mata Lara. Hatinya hancur mengingat makian yang diucapkan keluarga Dito tadi di depan umum padanya tadi.
"Lar, jangan gini." Rey berjongkok dihadapan Lara. Ia menggenggam kedua tangan Lara lembut, menatap gadis itu iba.
"Hey, lo bukan Lara yang gue kenal. Jangan gini, gue tau lo pasti bisa," menyemakati dengan lembut, Rey kemudian mengecup beberapa kali punggung tangan Lara.
"Gue selalu ada buat lo. Gue yakin, kali ini kita bisa lewatinya. Lo percaya sama gue kan?" lanjut Rey menghapus jejak air mata Lara.
****
"Wahhh... kita kedatangan kedua mantan kekasih nih, kenapa kesini. Ada perlu apa?" Pram menatap Rey dan juga Lara bersedekap dada. Pria itu tersenyum smirk melihat penampilan Lara.
Jaket kulit kehitaman, celana jeans yang sedikit robek dan rambut panjangnya yang ia kuncir menjadi satu membuat penampilan seorang Lara Ayudisha benar-benar memukau. Dan jangan lupakan jika ada keris yang disembunyikan Lara.
"Maksud lo apa?!" Lara bersuara lantang.
"Hm, maksud gue apa?" Pram dibuat heran. "Kalian kangen sama gue, gitu? Datang-datang bukannya saling mencurahkan isi hati, eh mala gini?"
"Lo gak usah banyak omong!"
"Cih, emang ya... dari dulu kalian berdua tuh gak pernah berubah," ujar Pram lagi. Pria itu melangkah mendekati Lara dan juga Rey, ia memutari tubuh keduanya dengan bersedekap dada dan gelengan pelan.
"Lara Ayudisha, udah lama deh gak main-main sama lo. Lo kesini pasti kangen kan sama gue?" Pram berhenti tepat di samping Lara.
"Gue kesini minta penjelasan dari lo," tekan Lara menoleh menatap Pram. "Bukan omong kosong dari pria gak berguna kayak lo!"
Senyuman smirk terukir di bibir Pram, pria itu hendak membeli pipi Lara namun gadis itu lebih dulu mengeluarkan keris yang ia sembunyikan tadi, lalu melemparkannya tepat dihadapan parah anggota Pram.
KAMU SEDANG MEMBACA
267 [END]
Romance"Ketika kita yang menjadi asing, dan memilih jalan masing-masing." [FOLLOW SEBELUM BACA] Hubungan yang dijalankan Rey dan Lara selama tiga tahun tandas begitu saja karena insiden satu malam antar Rey dan Nia. Namun, siapa sangka dibalik hubungan yan...