41. VINO & NIA?

1.4K 121 100
                                    

Vino yang hendak melangkah menuju ke dapur itu terhenti saat bell rumah berbunyi. Pemuda itu langsung berbalik arah untuk membukakan pintu.

Matanya menatap jengah melihat sepupunya yang berdiri-pemuda itu tak lain adalah Dimas.

"Nih udah gue urus semua, gak ada lagi yang harus gue bantu kan?"

Dimas menyodorkan kop amplop coklat yang ia pegang pada Vino dan langsung diambil dengan senang hati oleh pemuda itu.

"Lo boleh pulang."

Mendengar perkataan Vino, Dimas berdecih pelan. "Gak ada makasih-makasih nya lo sama gue udah dibantuin juga!"

"Gue gak nyuruh lo buat bantu gue, tapi Papa yang nyuruh. Minta aja makasih sama dia, jangan sama gue!" gerutu Vino.

Dimas hendak menjawab, namun Vino lebih dulu menutup pintu. Ia menggeram, ingin rasanya membunuh Vino sekarang juga. Jika bukan karena Ayah Vino, ia juga tak ada niat sama sekali untuk membantu pemuda itu.

"Bener-bener sial, padahal gara-gara dia gue jadi di tuduh mau bunuh Lara!" gumamnya menggerutu.

Dari dalam sana, Vino menoleh kearah Lintang yang menuruni anak tangga dengan susah payah.

Tanpa memperdulikan kondisi pria itu, ia langsung melempar kop amplop coklat itu pada Lintang. Dan untungnya Lintang dengan cepat menangkap.

"Surat pindah universitas lo."

"WHAT, lo pindahin gue?!" Lintang terkejut, pasalnya ia sama sekali tak mengetahui itu.

"Kenapa enggak, kalo lo gak mau pindah terus Lara gimana? Mau lo kalo dia tinggal sama gue?!"

"Ya enggak lah bodoh! Ck, terus lo pindahin gue ke mana?!"

"Universitas Andalanesia, lo harus bersyukur sama gue karna udah bayar semuanya!"

***

Suara musik tak henti-hentinya menggema diiringi cahaya lampu warna-warni yang memenuhi club malam ini. Meski hari sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, namun semua orang yang berada disana tak menggubrisnya. Mereka hanya berjoget riah dan meminum-minuman alkohol tanpa hentinya.

Seorang pemuda melangkah memasuki club itu dengan kedua tangan yang dimasukkan kedalam saku celana mengundang banyak perhatian perempuan yang ada disana. Mereka menatap pemuda itu lapar, sedangkan yang ditatap hanya berjalan lurus.

Untuk sekian kalinya, Rey meneguk wine. Pemuda itu sudah banyak sekali menghabiskan wine dengan berbagai macam jenis. Dia sama sekali tak memperdulikan berapa total uang yang sudah ia habiskan hanya karna minuman beralkohol itu. Karna hanya itu yang bisa menghilangkan semua rasa emosinya.

"Ternyata lo lebih lemah dari gue." Vino duduk di sebelah Rey, menatap Rey dengan tatapan mengejek.

"Kenapa lo kesini, mau minum juga?" Rey bertanya seraya kembali meminum winenya yang masih tersisa.

"Enggak. Gue bukan mau minum tapi mau minta tolong sama lo," ucap Vino.

Mendengar itu Rey pun menoleh dengan heran.

"Minta tolong sama gue, apa?"

"Gue tau lo masih sayang sama Lara-"

"Gue lagi gak mau ngebahas soal Lara!" potong Rey.

267 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang