21. UNTUK NIA, DAN LARA

1K 175 65
                                    

Pertanyaan itu sontak membuat mereka semua langsung menatap kearah pemuda yang berdiri dengan tangan yang membawa sepiring mangkuk dan secangkir es.


"Wow, siapa ini? Ganteng bener," puji Mira menatap Vino dengan tatapan kagum, Kirana yang melihat itu memutar bola matanya jengah.

"Lo udah punya tunangan, gak usah genit-genit sama cowok lain!" serkas Kirana lalu melirik kearah Vino dengan senyum manis. "Duduk aja, gak ada yang ngelarang kok!"

Rey melirik kearah Vino tajam. "Ngapain lo duduk disitu?!" serkas Rey menatap Vino tak suka saat pemuda itu mendudukkan bokongnya disebelah kiri Lara.

Vino melirik kearah Rey dengan tatapan remeh. "Kenapa? Kursi lo? Bukan kan, terserah gue dong!" jawab Vino tanpa ada rasa takut, membuat Rey menggerem kesal.

"Udah lah, Rey. Biarin aja dia juga mau makan," celetuk Lara membuat Rey menghelangkan napas pasrah.

Dimas berdiri dari duduknya. "Gue ketoilet dulu," pamitnya lalu langsung melangkah pergi. Entah kenapa akhir-akhir ini Dimas lebih banyak diam, tidak seperti Dimas yang dulu, ceria.

"Apa lo lihat-lihat?!"

Vino mengernyit heran menatap Rey. "Siapa yang liatin lo, menarik aja enggak!" Jawaban Vino itu membuat Rey bertambah kesal, pemuda itu menatap Vino tajam, Vino yang tak mau kalah itu membalas tatapan Rey tak kalah tajam.

Rey mencubit lengan Vino kuat. Karna posisi kedua pemuda itu dihalangi oleh Lara yang ada di tengah-tengah mereka membuat tangan Rey sedikit mengenai punggung Lara. Lara menatap Rey dan Vino berganti, menjewer telinga kedua pemuda itu layaknya seorang ibu yang memarahi anaknya yang berbuat salah.

Lara melepaskan jewerannya pada kedua pemuda itu, menatap mereka bergantian dengan tajam. "Denger, jangan pada ribut. Makan!"

Rey dan juga Vino hanya bisa pasrah. Kedua pemuda itu kembali memakan makanan mereka masing-masing. Namun, Rey masih saja menatap Vino dengan tatapan tak suka. "Dasar, cowok gak laku!" gumam Rey yang masih bisa di dengar Lara. Gadis itu melototi Rey dengan tangan yang bersedekap dada.

"Iya, Lar. Iya, garang amat."

"He, makannya. Lo tuh cuma pacarnya, pake ngatur-ngatur segala lagi!" sentak Vino tanpa mengalihkan pandangannya dari makannya.

"Dih, dari pada lo. Jomlo, gak laku!"

Vino melirik kearah Rey dengan satu alis terangkat. "Gue gak jualan, makannya gak laku. Lagian nih ya, gue gak mau pacaran. Salagi bisa ta'aruf kenapa harus pacaran-"

"Dih, sok alim lo?!" sahut Alika.

"Gue gak sok alim, lagian gue bukan anak alim. Kalo mau pacaran sih bisa-bisa aja, kalo Lara orangnya," ucap Vino santai namun membuat mereka terkejut.

"Mau mati lo?!"

•••

Senyuman dibibir Nia terus saja mengembang, hatinya seakan berbunga-bunga, memikirkan bagaimana reaksi Lara saat mengetahui kehamilannya itu sungguh membuatnya sangat-sangat bahagia.

"Ah, pokoknya gue harus buat rencana biar Lara bisa tau kehamilan gue secepatnya!"

Saking bahagianya, Nia hingga tak sadar jika ada seseorang menarik tangannya menuju belakang kelas XII IPS 4 dengan kasar. Nia melepaskan tangannya, kasar. Menatap pemuda itu dengan tatapan tak suka dan muak sekaligus. "Ngapain lo?!"

"Maksud lo apa?!"

"Maksud gue apa?! Maksud lo yang apa, ngapain lo bawa gue kesini-"

"Lo hamil kan, lo hamil anak gue kan?!" potong pemuda itu menatap Nia yang lebih pendek dari dirinya dengan dalam.

267 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang