Dengan pelan Alvian memakan makanan yang katanya lejen itu. Mengunyahnya dengan penuh penghayatan sambil menutup kedua matanya seolah sedang meresapi rasa yang hinggap di lidahnya. Senyum lebar selalu tergambar di wajah baby face miliknya. Melirik ke arah abangnya yang tengah menatap datar dirinya. Alvian kembali terkekeh mengingat kejadian beberapa menit yang lalu.
Flashback on
"Ih Abang ayo ke sana!"
"Dek--" Belum selesai Malvin berbicara tangannya sudah ditarik paksa oleh adiknya. Theo dan Calvin hanya diam mengikuti kemana adiknya berjalan.
"Nah sampai! Pak, sempolnya sepuluh sama cirengnya dua puluh biji." ucapnya semangat.
"Ba--"
"Tidak, beri adikku tiga tusuk dan itunya dua." ucap Theo dingin.
"Ba--"
"Abang ih! Dikit banget, Pak sesuai yang Vian bilang tadi ya, sempol sepuluh tus--"
"Jangan dengarkan dia, siapkan saja yang saudara saya bilang." ucap Calvin memotong ucapan Alvian.
"Ck, serah. Vian pulang aja deh, Vian mau ngambek lagi sama Abang."
"Huft, Yo, Cal turutin aja." ucap Malvin yang langsung dibalas tatapan tajam dari Theo dan Calvin.
"Dan biarin Alvian makan ini?!" dingin Calvin.
"Sekali aja, daripada anaknya nangis nanti." Seketika Alvian menatap garang Malvin yang hanya dibalas dengan kekehan ringannya.
"Apa?"
"Vian ga nangis ya Abang! Ga usah sebar hoax deh!"
"Yang ada kamu yang sebar hoax."
"Punya abang nyebelin semua, hish!"
Sedangkan Theo dan Calvin hanya diam sesekali mereka melirik satu sama lain seolah sedang bertelepati.
"Huft, yaudah lah."
"Pak, sesuai yang disebutin adik saya ya." ucap Calvin.
"Baik, Mas."
Calvin lalu berjalan menuju orang yang berjualan bulat-bulat seperti bakso namun ini lebih kecil, entah apa namanya Calvin tidak tau. Mungkin ini bakso versi mini?
"Pak, anu itu apa maksudnya itu--"
"Masnya mau beli pentol?"
"A-ah iya, Pak."
"Mau berapa, Mas?"
"Sepuluh ribu, Mang!" teriak Alvian yang masih berada di depan gerobak sempol bersama abangnya yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEW LIFE [ ALVIAN ] - END
Teen Fiction⚠️ [ TETAP VOTE + COMMENT MESKI SUDAH END ] ⚠️ Seorang anak laki-laki kecil berjalan luntang-lantung di jalanan, tanpa alas kaki ataupun topi yang melindunginya dari sengatan sang mentari. Kaki kecilnya terus melangkah ke depan, meninggalkan jejak r...