Have a nice day. Vote dulu sebelum lanjut baca.
Happy reading!
****
Hari telah berlalu, minggu berlalu dengan segala kegiatan masing-masing yang bahkan terkesan monoton. Hingga tak terasa kini tinggal satu minggu lagi keberangkatan si tokoh utama kita ke Belanda untuk mengikuti pertukaran pelajar selama satu semester di sana, meninggalkan teman dan keluarganya di negara Indonesia.
Nampaknya, minggu-minggu ke belakang ini semuanya berlangsung dengan sedikit berbeda. Tentu saja, keluarganya memperlakukannya dengan err—berlebihan?
Sungguh Alvian jengah jika mengingat hari-hari itu. Di mana dia benar-benar diperlakukan layaknya bayi lima bulan. Makan harus disuapi, tidur harus ditemani, sekolah diantarkan oleh seluruh anggota keluarga. Parahnya lagi, tadi malam mereka berebut untuk tidur bersama dengannya.
Jelas Alvian menolak, dia sudah cukup lelah dengan sikap mereka akhir-akhir ini. Namun, Alvian tetap akan kalah dengan mereka yang akhirnya memutuskan untuk tidur bersama di ruang khusus kumpul keluarga. Tak sampai di situ, mereka masih berebut siapa yang akan berada di sisi kanan dan kiri Alvian.
Sungguh, kepala Alvian ingin meledak saja rasanya. Akhirnya, Alvian mengancam mereka jika mereka masih ribut, dia akan tidur sendiri di kamarnya. Dan akhirnya, mereka pun diam. Alya dan Theo pun yang akhirnya menang dan tidur sambil memeluk kesayangan mereka.
Apakah hanya sampai di situ saja? Tentu saja, tidak. Sahabat abangnya itu juga semakin memanjakannya saat di sekolah. Bahkan terkesan menganggapnya sebagai bocah TK yang ini itu harus diperhatikan dengan baik.
Seperti, masuk kelas harus diantar hingga Alvian duduk di bangkunya dengan nyaman. Ke kantin harus digandeng agar tidak jatuh katanya. Makan harus disuapi oleh salah satu dari mereka. Bahkan mereka membuat jadwal yang pada akhirnya juga akan dimenangkan oleh Sergio.
Oh sungguh, Alvian ingin segera berangkat saja rasanya. Dia benar-benar tak habis pikir dengan mereka semua. Dia hanya ingin pergi belajar, namun malah seakan dirinya balik waktu masih TK.
Rizky, sahabatnya itu bukannya membantunya malah ikut memanjakannya seperti mereka. Katanya, gue pengen ngerasain manjain adek, jadi lo aja gue anggep adek.
Menyebalkan bukan? Yah, sangat-sangat menyebalkan.
Apakah Alvian tidak ingin memberontak? Tentu. Selalu dia memberontak dan menolak perlakuan mereka yang berlebihan itu. Namun, akhirnya dia akan diberikan tatapan tajam yang menyuruhnya untuk diam dan menurut. Lalu disusul omelan yang tak berujung dan itu menjengkelkan.
Sekali lagi, mereka menyebalkan.
Seperti saat ini, Alvian tengah menekuk wajahnya dengan kedua tangan terlipat di depan dada menatap guru yang sibuk menjelaskan materi di depan kelas. Bukan, bukan gurunya yang membuatnya kesal saat ini. Namun tangan sahabatnya yang tak bisa diam sejak tadi. Terus mengusap rambutnya lembut. Sudah berkali-kali ditepis oleh sang pemilik kepala, namun tak berpengaruh.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEW LIFE [ ALVIAN ] - END
Teen Fiction⚠️ [ TETAP VOTE + COMMENT MESKI SUDAH END ] ⚠️ Seorang anak laki-laki kecil berjalan luntang-lantung di jalanan, tanpa alas kaki ataupun topi yang melindunginya dari sengatan sang mentari. Kaki kecilnya terus melangkah ke depan, meninggalkan jejak r...