CHAPTER 38

4.5K 505 49
                                    

Voment-nya jangan lupa anak-anak!😇💅

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Voment-nya jangan lupa anak-anak!
😇💅

****

Daren termenung dalam duduknya. Mengabaikan guru di depan yang sibuk mengajar dan menuliskan materi di papan tulis. Bahkan saat disuruh untuk mencatat, remaja itu hanya diam tanpa berniat melakukan perintah dari gurunya.

Helaan napas lelah dia keluarkan bersamaan dengan ibu jari dan telunjuknya yang memijat pelan pangkal hidungnya. Kepalanya sungguh pening mengingat adiknya yang belum ada informasi tentang kesembuhan dan perusahaan ayahnya yang diambang kebangkrutan.

Brak

"Daren, kalau tidak ingin belajar di jam saya, silakan keluar."

Gebrakan di papan tulis disusul teguran dari guru mengejutkan Daren yang masih sibuk dalam lamunannya. Remaja itu sedikit meringis melihat guru di depan yang menatapnya garang.

"Maaf, Bu."

"Baiklah, saya lanjutkan materinya."

Kelas pun berjalan dengan lancar. Daren juga sudah kembali fokus dengan materi yang disampaikan, meski kadang merasa tak nyaman karena terus-terusan ditatap sinis oleh Theo dkk.

"Ck apa?" Daren menatap kesal ketujuh pemuda yang malah semakin menatapnya tajam.

"Cih! Abang bajingan. Pasti lo seneng kan Vian sakit sekarang?" cibir Ares yang diam-diam disetujui oleh lainnya.

"Maksud lo apa anjing!" teriak Daren tanpa sadar membuat semuanya menoleh ke arah pemuda itu.

"Daren, keluar dari kelas sekarang!"

Daren berdecak sebelum melangkah melewati guru yang masih mengacungkan spidol ke arahnya. Sebelum benar-benar keluar dari kelas, putra sulung Radika itu melirik ke arah Theo dan mengacungkan jari tengahnya.

"Fuck you, bastard!"

Baru saja Ares akan melempar Daren dengan sepatu milik Lano, dering ponsel milik Theo mengalihkan atensi mereka semua.

"Ya, Pa?"

"Theo, Vian--"

Belum sempat William menyelesaikan ucapannya, sambungan telepon sudah diputuskan secara sepihak oleh Theo.

Remaja yang menyandang marga Vernandez di belakang namanya itu bangkit dari duduknya secara tiba-tiba. Decitan kursi yang didudukinya mengalihkan fokus semua orang.

Napasnya memburu, keringat dingin membasahi pelipisnya. Hatinya tak tenang, rasa takut itu kembali menghantui dirinya. Jantungnya berdetak dengan cepat, pening yang tiba-tiba menyerang membuat rasa panik semakin meningkat.

"Yo, kenapa?" tanya Calvin.

Theo membalikkan tubuhnya kala merasakan pundaknya ditepuk dari belakang. "Adek, Bang. G–gue ke rumah sakit sekarang."

NEW LIFE [ ALVIAN ] - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang