CHAPTER 50

3K 238 4
                                    

Lagi liat pin, tiba-tiba nemu ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lagi liat pin, tiba-tiba nemu ini. Refleks bilang, "KALO GA BISA DIMILIKIN, MINIMAL JANGAN CAKEP CAKEP LAH KACKS!"
- keluh kesah Ley

****

Happy Reading!

****

Satu bulan telah terlewati dengan baik. Aktivitas keseharian yang selalu berjalan lancar ditemani dengan hembusan angin dingin khas negara kincir angin. Menerbangkan setiap harapan yang senantiasa digumamkan di setiap harinya. Berharap harapan itu segera mencapai langit dan menjadi bintang di angkasa raya.

Dengusan kasar terdengar nyaring dalam senyapnya ruangan super duper megah ini. Sang penghuni tempat ini nampak sangat kesal setelah mendapat sebuah notifikasi dari telepon pintarnya. Sementara seorang pria yang sedari tadi berdiri tegak di sampingnya nampak berdiri kaku dan tak berani bergerak sedikit pun, takut-takut malah semakin membuat kesal remaja itu. Namun, ekor matanya sama sekali tak melepas pandangan dari remaja yang masih diliputi kekesalan itu.

Mengawasi dalam diam.

Tak lama, terdengar teriakan kencang membuatnya sontak terlonjak dalam posisinya. Kedua tangannya dengan sigap menangkap sebuah bantal empuk yang melayang tepat di wajahnya.

"Salah saya apa?"

Lirikan tajam membuatnya sedikit tersentak sebelum akhirnya menunduk dengan hormat.

"Om! Kenapa Om terima panggilan itu sih! Gue kan hari ini mau tidur seharian di kamar. Males-malesan, mumpung libur. Haish!" omelnya.

Ben yang mendapat omelan dari sang tuan pun hanya mampu terdiam meskipun otak pintarnya sedang berputar-putar mencari jawaban apa yang tepat supaya Alvian tak lagi kesal padanya.

"Jika saya tidak mengangkatnya, kepala saya yang jadi taruhannya, Tuan Muda."

"Om lupa atau perlu gue jedotin kepala Om di dinding biar inget?"

Seketika Ben gelagapan di tempatnya, berusaha menenangkan dirinya yang tiba-tiba saja menjadi kaku ditatap setajam elang oleh tuan mudanya.

"Maksud saya, jika saya tidak mengangkatnya, kepala saya yang menjadi taruhannya, Alvian."

Yah, Ben harus melatih dirinya supaya tak kelepasan memanggil Alvian dengan sebutan tuan muda lagi. Kasihan kepala tampannya yang harus menjadi santapan hangat dinding kokoh yang kerasnya melebihi kepala ibu-ibu tukang gosip.

"Tapi gua males ke sana, napa gak orangnya aja yang ke sini sih!"

Detik berikutnya, dering ponsel terdengar membuat Alvian semakin menekuk wajahnya. Dengan gerakan kasar, remaja itu meraih ponselnya yang terus bergetar dan menggeser tombol hijau di layar kaca itu.

"Apa?!" sewotnya.

Terdengar suara tawa ringan dari ujung sana. Alisnya semakin menekuk tajam menahan kekesalan yang siap memuncak saat ini juga.

NEW LIFE [ ALVIAN ] - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang