VOTE COMMENT-NYA KAKAK!
****
Pagi ini ruangan yang menjadi tempat berkumpul mereka selama beberapa waktu terakhir terasa hangat dengan ditemani suara tawa si kecil yang sangat mereka rindukan.
Tak dapat mereka lukisan bagaimana besarnya rasa bahagia yang menyelimuti hati. Sangat besar, bahkan jika ditulis dengan tinta sebanyak air laut di dunia ini tak akan pernah cukup. Dan kertas seluas langit dan bumi masih kurang untuk menampung banyaknya kalimat yang menjabarkan itu semua.
Dalam hati masing-masing, mereka sangat amat bersyukur kepada Tuhan atas kembalinya sang mentari yang menyinari dunia kelabu mereka. Warna-warna yang sempat memudar hingga meninggalkan keabuan hampa itu kembali memunculkan warna cantiknya kala netra kembar itu terbuka.
"Abang udah, Vian udah kenyang." Tangan kecilnya mendorong pelan mangkuk berisi bubur buatan Alya yang tengah dipegang Malvin tanda sudah tak ingin melanjutkan acara sarapannya.
"Tinggal sedikit ini, ayo satu lagi. Pesawat terbang meluncur ... ayo buka mulutnya."
Sendok yang dipegang Malvin digerakkan layaknya pesawat yang tengah mengepakkan sayap besinya di udara. Malvin benar-benar sudah seperti seorang ayah yang tengah menyuapi putra kecilnya makan.
"Sekali ini ya, Abang. Abis ini udah ya, Abang?"
"Iya, sayang. Sekali ini, abis itu udah."
Sesendok bubur dengan toping ayam suwir dan sedikit sayuran itu berhasil masuk ke dalam mulut kecil sang kesayangan. Semua yang berada di ruangan ini tak mampu menahan senyum mereka kala menyaksikan momen manis kakak beradik itu.
"Ughh ... perut Vian rasanya kayak mau meledak, penuh banget." Alvian menepuk-nepuk perut kecilnya yang tampak membuncit akibat banyaknya pasokan makanan yang abangnya berikan.
Sedang asyik menikmati celotehan si kecil, mereka dikejutkan dengan pintu yang tiba-tiba dibuka dari luar tanpa mengetuk pintu sebelumnya. Saat akan memaki sang pelaku, mereka malah terdiam setelah melihat siapa orang itu.
"Si bajingan itu, kenapa dia ke sini?" ucap William dengan suara pelan. Tentu saja, jika Alvian mendengar dia memaki Nicholas, pasti bocah itu akan marah padanya. Dan dia tidak mau hal itu sampai terjadi.
"Halo, kesayangan Daddy. Bagaimana kabarmu, sayang?" Nicholas melangkah mendekati brankar putra bungsunya yang kini menatapnya dengan raut tak biasa.
"Kenapa hanya diam saja? Apa kamu tidak rindu dengan Daddy, hm?" Tangan besarnya terangkat hendak mengusap surai Alvian, namun terhenti kala ucapan putranya yang mampu menyentak mereka semua.
"Kesayangan Daddy? Yang benar saja, bukannya aku hanya orang tak penting?"
Alvian memicingkan matanya menatap pria yang berdiri di depannya dengan raut yang tak bisa siapapun tebak apa maknanya. Alisnya sedikit terangkat kala matanya menangkap kepalan tangan sang ayah yang masih mengapung di udara.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEW LIFE [ ALVIAN ] - END
Teen Fiction⚠️ [ TETAP VOTE + COMMENT MESKI SUDAH END ] ⚠️ Seorang anak laki-laki kecil berjalan luntang-lantung di jalanan, tanpa alas kaki ataupun topi yang melindunginya dari sengatan sang mentari. Kaki kecilnya terus melangkah ke depan, meninggalkan jejak r...