CHAPTER 58

1.9K 186 8
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!

****

Di sinilah Daren berdiri. Sungguh, seumur hidupnya dia tak pernah sekalipun bermimpi atau bahkan memiliki secuil niat di hatinya untuk menginjakkan kaki di lantai rumah sakit jiwa. Seperti mimpi buruk yang tak pernah dia harapkan, Daren merasa dirinya tengah dipermainkan oleh dunia. Pundak yang selalu mengepak tegas memikul beban yang begitu berat kini meluruh membiarkan keresahan yang tak berkesudahan semakin menyiksa.

Punggungnya tak lagi kokoh, ada sebagian bagian yang menghilang dari sana. Kepingan penting dalam hidupnya yang menjadi alasan dirinya bertahan hingga titik ini, telah pergi. Meninggalkan berbagi goresan perih serta beban hidup yang harus dia pikul sendiri.

Daren sendirian. Dia tak punya teman apalagi keluarga.

Pundaknya lelah, bebannya terlalu berat untuk manusia lemah sepertinya.

Dia ingin menyerah, namun semesta memaksanya untuk terus melangkah.

Punggungnya penuh luka tak kasat mata. Pikirannya terus berkecamuk memikirkan serangan yang tak hentinya dia terima. Hatinya tak terlalu kuat menanggung rasa pedih yang dirasanya.

Bola matanya bergerak gusar. Jemarinya tak henti-hentinya untuk saling meremas—melampiaskan rasa gelisah yang membelenggu hatinya.

Kepala yang senantiasa menunduk itu perlahan mendongak. Menatap siapakah gerangan yang berdiri di hadapannya. Tepukan di pundaknya sama sekali tak mampu membuat bibir pucat itu tersenyum sedikitpun.

Daren bak mayat hidup.

Daren seakan kehilangan tujuan hidupnya.

"Kau baik-baik saja?"

Daren menatap sayu pria yang telah menolongnya dari kesulitan hidup—Zaka. Entah apa tujuan pria di hadapannya ini hingga sudi membantunya di saat semua orang begitu menolak kehadirannya dan keluarganya.

Jika ditanya apakah dia baik-baik saja sekarang, Daren akan berteriak dengan keras bahwa dia tengah hancur. Dia akan memukul siapapun orang yang lancang melontarkan pertanyaan tak bermutu itu kepadanya. Hanya saja, tenaganya tak cukup kuat untuk melakukan itu semua. Bernapas saja dia kesulitan, apalagi melayangkan sebuah pukulan, terlebih kepada seseorang yang sudah rela meluangkan banyak hal untuk membantunya.

Alih-alih menjawab pertanyaan Zaka, Daren malah berbalik melontarkan pertanyaan kepada pria itu. "Boleh saya tanya sesuatu?"

Zaka mengangguk sekilas. Daren mengalihkan pandangannya—menatap kosong ruang rawat nomor 14 dan 15 yang berada tak jauh dari posisinya. Tanpa mengalihkan atensinya dari pintu yang tertutup itu, Daren bertanya, "Kenapa Bapak mau menolong saya?"

Zaka ikut mengalihkan pandangannya ke arah yang menjadi objek menarik di mata karyawan kafenya. Hembusan napas keluar dari bibir pria dengan balutan kemeja biru tua itu.

NEW LIFE [ ALVIAN ] - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang