31. AJAKAN

120 5 0
                                    

Devan sialan, gara merutuki setiap perkataan lelaki itu dari mulutnya. Masalah hari ini jadi bertambah karena ulah temannya itu. Dan, bagaimana caranya ia harus memberitahu aletta soal ini.

Hubungannya memang renggang, tapi bukan berarti aletta dan gara putus komunikasi begitu saja. Gara hanya takut memulai, ia takut jika mengganggu aletta di hari sibuk-sibuknya.

Dering telfon mulai tersambung, gara tak mengelak bahwa yang ia telfon adalah kekasihnya.

“Halo?”

Ia sangat berharap bahwa aletta menerima ajakannya kali ini.

"kamu lagi sibuk?" ia berucap dengan nada yang di jeda-jeda.

“Ini siapa ya?”

Dahi gara mengernyit heran dengan ucapan yang dikatakan aletta barusan.

“ini aku, gara.” Sahut gara pada aletta di sebrang sana.

Terdengar suara grasak-grusuk di sambungan telfon yang membuat gara makin penasaran dengan apa yang sedang aletta lakukan saat ini.

“hah? iya halo, gar.” Jawab aletta dengan suara yang kencang.

“kamu lagi apa?” tanya gara akhirnya.

“tadi lagi cari barang, sekarang udah ketemu.” Nafasnya mulai beraturan, tutur katanya juga sudah kembali seperti semula. Memang dasarnya gara yang sangat penakut dengan sugestinya sendiri.

“sibuk nggak?” basa-basi, lelaki itu kemudian bertanya.

Aletta menggelengkan kepalanya di sebrang sana, tidak ingat bahwa sebenarnya mereka tengah berbincang di sambungan telfon.

“enggak, emang kenapa?” tanya aletta heran pada gara.

Gara menimang-menimang ajakan yang ia tawarkan pada gadisnya nanti, namun kedengarannya sulit di lakukan. Gara sebegitu takutnya dengan tanggapan dari aletta nanti.

“emm.. kamu lagi dimana?”

“di rumah, kenapa sih?”

Lelaki itu berdecak dalam hati,

banyak cincong sih lo, gar!

“enggak, enggak papa kok!” jawab gara dengan intonasi yang cepat.

Lagi-lagi di sebrang sana aletta mengernyit heran dengan sikap gara yang menurutnya sangat aneh.

“kamu nggak jelas ih!”

Mampus! Gara menggaruk tengkuknya yang tak gatal saat mendengar nada gadis itu yang sepertinya tengah menahan kesal.

“mau ikut aku futsal nggak?”

“futsal?”

“iya,”

“aku main futsal sama kamu gitu?” sahut aletta dengan polosnya.

Hampir saja ponsel keluaran terbarunya tidak ia lempar karena mendengar nada suara aletta yang menurutnya sangat candu-able.

“najis, bulol!”

“anjing!” maki gara spontan hingga tidak menyadari bahwa sambungan telfon masih terus tersambung sehingga aletta dapat mendengar dengan jelas bagaimana gara menyebutkan kata tadi.

“kamu bilang anjing ke aku?!”

“eh!” gara melihat ponselnya yang masih menyala, masih tersambung ternyata.

“enggak, al! tadi ada si bagas ngatain aku bulol, makannya aku bilang gitu.”

“oh.”

“oh doang?” beo gara sedikit tidak mengerti dengan jawaban yang di berikan aletta padanya.

“iya.” Jawab aletta seakan tidak tahu apa-apa.

Gara menghela nafasnya pelan, sepelan mungkin agar aletta tidak mendengar bahwa sebenarnya ia tengah menahan kesal setengah mati.

“najis baperan.” Sahut bagas yang masih berada di samping lelaki itu, kepo lebih tepatnya melihat interaksi gara dan juga aletta.

“kepoan ih!” cibir gara terlampau emosi hingga sengaja mendorong lengan lelaki itu hingga jatuh mengenaskan di bawah.

“maennya dorong-dorongan! Nggak aci amat!”

“ada yang bilang baso aci? Lo pada mau?” devan menatap keduanya dengan polos seraya menggenggam sebuah cup berukuran sedang yang berisi baso aci.

“apaansi van, gaje amat lo.” Celetuk gara pada devan.

“lah? Tadi ada yang ngomong aci aci gitu, siapa tau ngomongin baso aci.” Jawab devan.

“si bagas noh! Dia nyebutnya bukan baso aci yang dipegang lo, dev!” sahut fadhil yang sedari tadi berada di sebelah kanan bagas.

“makannya kalau lebaran duitnya jangan di beliin baso aci semua, kali-kali beli korek kuping!” cibir gara dengan tatapan raut wajah mengejeknya.

“naon ke lebaran sih, gar? Najis ih, pada gadanta.” Bagas menaik-turunkan bahunya meledek lelucon yang gara berikan pada devan.

“ih, jadi anak bekasi!” seru fadhil tertawa kencang.

“hahaha! Nggak jelas!” bagas meraup wajah tampan fadhil dengan kedua tangannya.

Marsela yang duduk di sebelah devan hanya tertawa melihat perbincangan mereka tanpa ada niat berkomentar. Ternyata lingkup pertemanan lelaki asik-asik juga, walaupun sebenarnya tidak beda jauh juga dengan perempuan.

“sel, kenapa? Ketawa mulu.” Tegur devan di sebelahnya, ia juga jadi ikut tertawa melihat gadis di sebelahnya yang terus saja tertawa manis.

***

“ada pawangnya euy!” goda bagas tertawa meledeki gara yang sudah mesem-mesem di tempat.

“si bagas daritadi bacot amat dah,” seru devan menanggapi ucapan bagas barusan.

Fadhil dan gara sudah mati-matian melihat wajah bagas yang berusaha mencerna satu persatu kata yang devan ucapkan tadi.

“ya abisnya, gue kesel.” Sahut devan menjawab semua pertanyaan yang ada di benak teman-temannya.

“kenapa nggak minta jemput?” gara menggandeng telapak tangan aletta hingga mereka memasuki tempat futsal.

“gapapa.” jawab aletta, pandangannya sudah berkeliaran ke sekeliling tempat itu.

“aku panggilin marsela ya? Dia disini juga.”

Aletta menatap wajah yang beberapa hari ini tidak di lihatnya, kenapa gara masih bersikap baik padanya? Padahal aletta sudah siap menjawab semua pertanyaan dari gara yang akan lelaki itu tanyakan nantinya.

“marsela ada disini?”

Gara membalas tatapan gadisnya lebih dalam, menelisik jauh kedalam bola matanya yang berwarna coklat terang.

“gar?” sentak aletta saat gara hanya diam memandangnya.

“eh?” mata gara mengerjap pelan, salah tingkah kala aletta membalas tatapannya.

“katanya mau panggil marsela?”

“iya ini mau, dia ada di dalem sama devan. Kamu sekalian mau ikut apa tunggu disini?”

Aletta segera melangkahkan kakinya lebih dulu di depan, menggandeng lengan kekar gara dibelakangnya.

“kok akunya di seret?” lelaki itu tertawa melihat tingkah aletta yang dinilainya lucu.

“oh nggak mau?” aletta segera melepaskan genggamannya di lengan gara.

Orang di belakangnya berdecak, ia menarik kembali tangan cantik kekasihnya itu untuk di genggam seperti tadi.

“gini aja, bandel banget segala di lepas!”

***

ALGARA [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang