51. HER REASONS

139 4 0
                                    

Jeda yang diberikan Aletta pada gara ternyata semakin membuat lelaki itu tidak tenang dengan hidupnya. Aletta hanya ingin gara bisa hidup tanpanya.

Gara tidak pernah tahu, Aletta melakukan ini semua karena untuk membuatnya tidak bergantung pada siapa-siapa, membiarkan gara menjadi 'dirinya sendiri'.

Tapi ternyata semua ini sia-sia, keputusan yang Aletta jalani selama ini hanya membuat Gara dibubuhi trauma. Ya, trauma yang hanya membuat lelaki itu terus menerus memikirkan Aletta. Padahal tanpa membuat keputusan sepihak seperti itu Aletta sudah percaya bahwa Gara bisa menjalani hidup versi terbaiknya.

Ini semua hanya kesalahannya, ia yang menjadi obat sekaligus penyembuh luka Gara. Kenapa selama ini ia tidak menyadari semua ke-egoisannya? Ia baru sadar saat Gara berbicara di depannya bahwa sebenarnya ia tidak sanggup untuk seperti ini terus.

Memintanya kembali, padahal mereka belum resmi putus.

"salah aku.." ucapnya pada diri sendiri sambil melamun. Ini tentu saja waktu yang telat untuknya.

Mendial nomor seseorang di ponselnya, Aletta menggigit bibirnya gelisah, berharap sambungan telepon tersebut di angkat oleh sang pemilik ponsel.

"halo, Aletta?"

Bahkan dia masih menyebut nama itu dengan sempurna, satu hal yang membuat Aletta ingin mengucapkan rasa penyesalannya.

"boleh tolong temui aku di tempat xxxx dekat kantor?"

"ada urusan penting? Aku sekarang kesana kalau gitu."

Hatinya serasa di remas berkali-kali lipat. Kenapa laki-laki ini sangat baik untuknya? Atau memang takdirnya harus bersama Gara?

Dan tanpa Aletta sadari ia selalu menyediakan dan meluangkan waktu untuknya seorang.

***

"hai, sorry telat Al. Aku harus tanda tangan proyek dulu baru bisa kesini."

Aletta meneliti seluruh tampilan Gara yang berada di hadapannya saat ini. 2 Minggu mereka tidak bertemu, dan saat ini rasanya sungguh berbeda bagi Aletta.

"no problem, Gar. Sorry, jadi ganggu kerjaan kam-"

Suara decakan keras terdengar, Aletta sampai menelan ludahnya dengan gusar.

"Ck, jangan ngomong gitu. Aku selalu ada waktu untuk kamu tanpa kamu minta."

Lagi-lagi kalimat itu menikam Aletta. Waktu yang Gara berikan untuknya memang selalu penuh, tidak dengannya yang harus meninggalkan laki-laki di hadapannya ini sampai bertahun-tahun lamanya

"ada yang mau kamu omongin sama aku, Al?"

Aletta menggeleng sebentar untuk merendamkan rasa gundah hatinya ia
menatap lama wajah Gara yang semakin lama semakin berubah karena umurnya yang sudah tidak remaja lagi.

"Aku cuman mau minta maaf sama kamu."

Gara menatapnya serius kali ini, telinganya masih menunggu Aletta berbicara kembali.

"a-aku nggak seharusnya ambil keputusan sepihak saat itu, keputusan yang buat kita jadi jauh dan lepas. Maaf selama ini aku nggak pernah mikir perasaan kamu yang sebenarnya. Aku cuman mau yang terbaik untuk kamu, Gar. Even it's hard for me buat jauh sama kamu."

Gara menunduk, memainkan sebuah sedotan yang ada di genggamannya saat ini.

"kamu selalu tau rasanya, al. Tanpa aku jelasin lebih jauh kamu pasti udah tahu rasanya seperti apa. Aku selalu ada di samping kamu, selalu. Tapi saat it-"

Matanya tidak bisa berbohong, begitu juga hatinya. Jika lelaki itu jelaskan lebih jauh, ia tidak bisa jika tidak menangis. Sama seperti sekarang ini.

"gar, please don't cry." Aletta memegang satu pergelangan tangannya yang bebas.

"saat itu, aku selalu nggak sanggup jalanin hari-hari aku tanpa kamu. Kamu yang setiap harinya selalu ngasih kabar ternyata udah enggak lagi. Dan hari itu bukan cuman hari pertama yang susah untuk aku jalani, dan hari-hari berikutnya aku jalanin dengan penuh rasa sakit."

"alasan kamu memang nggak masuk akal untuk aku, al." Matanya yang sedikit memerah menatap wajah Aletta.

Aletta menggeleng sebagai jawabannya, "enggak gitu maksudku, gar.."

"kamu yang lebih tahu alasannya. Aku bukan cuman sakit ditinggal kamu saat itu, tapi ini lebih dari apa yang aku fikirkan selama ini. Dan fikirkanku jahat banget, cuman minta aku terus mikirin kamu. Aku perang sama fikiranku selama ini, dan ternyata yang aku inginkan selama ini cuman kamu, al. No one can replace you in my life."

Air mata keduanya berjatuhan. Rasa ini rasa yang paling sakit untuk mereka, proses yang tidak mudah di jalani untuk satu sama lain dan pada akhirnya bercerita tentang rasa sakit yang mereka alami.

Aletta selalu tidak siap membuka perasaannya, itu dikarenakan yang ia inginkan selama ini hanya Gara.

Mereka tidak perlu menjelaskan penderitaannya masing-masing selama tidak bersama.

Yang mereka inginkan hanya bersatu kembali.

Tidak ada hal yang jauh lebih sakit daripada perpisahan.

Mereka ingin kesempatan ini di isi dengan peluang, begitu juga dengan keinginan Aletta. Kesempatan ini tidak akan datang 2 kali.

"gar,"

"hm?" wajahnya masih menunduk, sekarang laki-laki itu malu menatap wajah Aletta karena sudah ketahuan menangis di depannya.

"lihat sini dong.."

Wajahnya perlahan mendongak menatap Aletta.

Sial, jantungnya tidak pernah berhenti berdebar jika berada di hadapannya seperti ini.

"can I hug you for so long?" bisik Aletta.

Senyuman yang lama tidak terlihat sekarang kembali menjadi senyuman yang paling Aletta tunggu-tunggu dalam sepanjang hidupnya hari ini.

"of course, al. Pelukanku selalu available untuk kamu."

Dan pelukan itu menjadi hari yang mereka tuntaskan hanya untuk 'berdua'.

***

ALGARA [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang