37. TERBARING LEMAH

160 5 0
                                    

Gara sampai di rumah sakit dengan keadaan yang jauh dari kata baik-baik saja. Lelaki itu terluka parah tapi masih ingin menemui gadisnya yang terbaring lemah di rumah sakit.

Foto berisikan Aletta yang tengah di rawat di sebuah ruang rawat inap membuat fokus gara buyar saat itu. Ketika mengendara pun fokusnya hanya
tertuju pada Aletta, ia takut Aletta kenapa-napa. Juga takut, kehilangan Aletta.

Dan disinilah gara, tertidur di ranjang rumah sakit dengan keadaan yang sepenuhnya belum sadar.

"Aletta dimana, Dev?" Tanya Fadhil pada Devan. Ia yang mengurus segala keperluan gara selama di rumah sakit beberapa jam yang lalu. Dari perawatan hingga kenyamanan tempat, Fadhil lah yang menghandle-nya semua.

"Di lantai atas, dia beda ruangan. Tapi tadi gue liat ada cowok yang nungguin dia." Jawab Devan.

Fadhil menatap wajah gara yang setengahnya di perban, merasa iba dengan masalah yang melanda hubungan mereka. Aletta yang masuk rumah sakit, gara juga ikut masuk ke dalam rumah sakit. Di tempat yang sama dengan keadaan yang sama pula.

Cinta, semenakjubkan itu hingga membuatnya rela mengorbankan dirinya sendiri.

Jika boleh tukar posisi, Fadhil rasanya sama halnya dengan gara. Lelaki jika sudah jatuh cinta tidak main-main rasanya. Apalagi jika sudah serius dengan satu wanita, dia tidak akan mencari apapun dari orang lain lagi. Karena dunianya sudah lengkap bersama wanita yang dicintainya.

"Contohin noh si gara! rela kecelakaan demi ceweknya." Devan menepuk bahu Bagas sekilas. Matanya masih terus menatap gara yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

"Nasib kali, Dev. Nggak ada yang tau." Balas Bagas.

"Ya nasib, kan si gara suka buat nasib sendiri. Waktu sebelum kejadian pasti dia udah nebak-nebak bakal kecelakaan nih!"

Semua yang berada di ruangan tersebut tertawa mendengarnya. Perkataan Devan benar, gara orangnya nekat sebelum bertindak. Saking nekatnya, lelaki itu tidak mengkhawatirkan keselamatannya sendiri.

"Assalamualaikum, udah pada makan semuanya?" Muncul wanita paruh baya yang terbalut jilbab tertutupnya. Itu, annake. Umi dari gara.

"Waalaikumsalam, udah, umi!" Jawab serentak teman-teman gara yang menjenguk.

"Alhamdulillah, atuh. Ada yang mau makan lagi nggak?" Tanya annake pada teman-teman anaknya.

"Mau, umi! Si Bagas dari tadi ngeluh laper mulu, katanya bapaknya nggak pernah bawa beras 2 tahun!"

"Ngawur ai maneh! Bohong umi, tadi udah makan sama anak-anak di warung nasdang." Sahut Bagas menyangkal perkataan Devan tadi.

"Kirain umi, kamu mau lagi. Tapi kalau mau lagi mah sok atuh. Nanti umi kasih uangnya aja."

"Nggak usah, umi." Tolak mereka serentak.

Annake berjalan mendekati ranjang rumah sakit yang di atasnya terbaring tubuh lemas anaknya.

"Ya Allah, si kasep. Cepet sembuh ya, nak." Annake menatap sendu tubuh anaknya yang belum sadarkan diri semenjak 3 jam yang lalu. Rasanya berjuang sendiri untuk menumbuhkan anak seperti gara sangatlah susah, apalagi anaknya itu laki-laki.

"Umi boleh tanya sama kalian semua?" Annake mengusap sudut matanya yang baru saja mengeluarkan air mata.

"Boleh, umi!"

"Kronologi kejadiannya gimana? Kenapa gara bisa begini?" Arah pandangnya masih terus menatap anaknya yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

"Gara kecelakaan karena mau susul Aletta ke rumah sakit." Jawab Fadhil singkat dan mewakili semuanya, ia hanya mempersingkat kejadian yang gara alami saja

ALGARA [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang