11. JADI PACAR SATU HARI

189 9 0
                                    

“kenapa?” gara memandang aletta dengan perasaan yang sedikit kecewa, padahal ini masih nembak aletta dengan di selingi bercandaan, apalagi nanti pas serius?

“kenapa?” beo aletta, ia mengacak rambutnya dengan raut wajah menahan marah.

“kamu mikir gak sih perkataan kamu waktu itu jadi berefek besar bagi saya nantinya, mikir gak?”

Gara menunduk takut, jujur saja gara paling sensitive jika ada perempuan memarahinya pasti gara akan langsung menunduk seperti ini.

Oleh karna itu gara selalu di beri perhatian lebih dari sang ibu, gara takut dengan perempuan yang sedang marah. Entah apa yang membuatnya seperti itu.

“gara?”

Aletta memegang rahang tegas milik gara, lalu membawanya mendongak.

“loh?” aletta heran saat melihat mata gara yang berkaca-kaca menahan tangis.

“lo, marahin gue.” Ucapnya dengan suara tercekat.

Aletta ingin tertawa sekarang juga, badan doang yang gede emang.

“gu-gue takut dimarahin sama cewek.” Satu kata terakhir gara kecilkan agar aletta tak mendengar ucapannya.

“kamu takut kalau cewek marah?” terkejut? Tentu saja!

Seorang gara yang terkenal humoris dan friendly ke semua orang menjadi sosok yang berbeda saat ini?

“oke-oke saya gak bakalan marahin kamu lagi!”

Wajah gara berbinar bahagia, ia kembali menatap aletta dengan senyum menawannya.

“jadi?”

“jadi?” beo aletta.

“mau ya, jadi pacar sehari gue?” masih menawarkan kembali pada aletta, gara tak akan membiarkannya menolak permintaan gara kali ini.

“mau ya?” mengeluarkan jurusan puppy eyes-nya gara masih setia menatap wajah aletta penuh harap.

“dapat keuntungan apa kalau saya nerima tawaran jadi pacar sehari kamu?”

“anything! Semua yang lo mau gue bisa kabulin kalau mampu!” balas gara dengan mantapnya.

Aletta kembali berfikir, hm tawaran yang menggiurkan...

“jadi gimana?”

“ya! Selamat kamu di terima jadi pacar sehari aletta prameswari!”

“berasa di terima kerja gue.” Gumam gara pada dirinya sendiri.

“inget! Cuman satu hari!” aletta menunjuk gara dengan jari telunjuknya.

Gara bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan meninggalkan aletta yang terheran-heran di sana akan kepergiannya.

Sedetik kemudian raut ganas aletta yang tak pernah ia tunjukkan sebelumnya langsung keluar begitu saja karna mendengar ucapan gara.

“ENGGAK JANJI!” teriak gara di luar pintu ruang jurnalistik, karna berhasil menjahili aletta.

“GARAA!!” teriak aletta murka.

Lapangan 10.30

“siapa sih yang nyebar?” tanya gara pada teman-temannya yang sedang meng- istirahatkan badannya sejenak, menyender pada pohon besar di belakangnya.

“gue enggak mau ikut campur!” bagas berbicara sembari mengipas-ngipas dirinya yang sedang kegerahan akibat berkeliling 10 putaran. Emang ya, guru olahraga ngasih pemanasan nya gak kira-kira.

“coba tanya temen cewek lo deh, gar.” Saran devan.

“temen cewek gue?” beo gara. Ia tak punya teman cewek yang suka biang gossip begini, kecuali…

“savira!” bagas dan gara dengan kompak menjawab.

“emang ya gas, ikatan permusuhan kita dengan si kunti makin erat aja!”

“insting aja samaan!”

“sekarang itu gak penting, balik sekolah kita labrak ceweknya si jian!”

Detik itu juga gara sudah mempersiapkan matang-matang siasat untuk membuat savira tak akan mengadu pada kekasihnya nanti.

Warjok 13.30

Misi ingin melabrak savira hanya wacana belaka, nyatanya gara tak berhasil menemui savira hari ini untuk besok-besoknya lagi gara tak menjamin misinya akan terlaksana dengan mudah. Sebab, jian yang notabennya pacar savira pasti tak akan membiarkan sang pacar kemana saja seorang diri.

Ya, jian memang se-posesif itu pada savira, di tambah lagi dengan sifatnya yang sangat cuek dengan sekitar. Gara jadi ingat awal pertama jian memiliki pacar yaitu savira ia Nampak tak percaya karena jian mana mungkin bisa memiliki kekasih dengan sikapnya yang kelewat dingin waktu itu.

“gagal ini mah!” bagas menyeletuk sembari menghisap satu batang rokok.

Devan menatap sekitar entah apa yang ia cari tapi saat itu juga matanya membelak terkejut.

“gar!” serunya dengan cepat pada gara.

“naon sih?” kata gara heran karna devan tiba-tiba berteriak dengan kencangnya.

“cewek lo noh! Bareng si sepatu galang!”

“gelang!” ucap bagas membenarkan.

Devan menoleh pada bagas, “namanya galang bukan gelang!”

“ya tapi lo nyebutnya sepatu galang! Kudunya sepatu gelang!”

Gara tak menanggapi celotehan mereka berdua, manik matanya menatap aletta di sebrang sana tengah berjalan beriringan dengan galang— ketua osis di sekolahnya.

“aletta!”

Aletta menoleh cepat kala sebuah suara memanggilnya, tak hanya aletta saja yang menoleh tetapi galang juga ikut menoleh cepat.

“lo selingkuh ya?!”

***

ALGARA [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang