38. AKU MINTA MAAF

153 3 0
                                    

"Aletta sakit apa, nak?"

Aletta ingin memeluk wanita paruh baya di hadapannya sekarang juga, pancaran matanya yang teduh membuat dirinya rindu akan kehadiran seorang ibu.

Kepribadian annake mengingatkannya kembali dengan kepribadian mamanya. Gadis itu seketika rindu, rindu kepada mamanya.

Aletta masih enggan untuk menjawab, matanya malah menatap dalam wajah milik ibu dari kekasihnya.

"Aletta?" Tanya annake kembali.

Aletta menggelengkan kepalanya untuk mengusir rasa halunya terhadap wanita paruh baya di hadapannya.

"Kenapa umi bisa disini?" Tanya lain Aletta.

"Pasti kamu lagi nungguin gara, ya?"

Dahi Aletta mengernyit heran, bagaimana bisa wanita paruh baya itu tau?

Annake berjalan beberapa langkah kedepan mendekati aletta, satu tangannya mengelus pucuk kepala gadis itu dengan sayang.

"mau ikut umi?" tawar annake padanya. Aletta melihat raut sedih terpancar di wajahnya. Sebisa mungkin aletta berfikir positif, mungkin saja yang ada dalam fikirannya tidak benar dengan kenyataannya. Ya, aletta berharap semoga begitu.

Namun tangisnya langsung pecah saat annake membawanya ke dalam ruang rawat inap vip, dimana laki-laki yang selalu menyatakan cinta kepadanya terbaring kaku di brankar sana. Matanya terpejam damai, dan di sepanjang garis wajahnya terdapat beberapa luka merah disana.

Aletta menutup mulutnya dengan kedua tangan, menahan isakannya kuat-kuat. Langkahnya kemudian mendekat, perlahan tangan halusnya menggenggam erat jari-jemari gara yang terbaring lemah.

"gara.." lirihnya, gadis itu tak kuasa mendongak untuk melihat wajah kekasihnya. Rasanya, begitu sulit.

Rongga dadanya terasa dihimpit, aletta sulit bersuara ataupun menangis. Hanya air mata yang membuktikan bahwa aletta sedang tidak baik-baik saja saat melihat keadaan kekasihnya.

Annake memeluk aletta dari belakang, wanita itu juga turut mengeluarkan air matanya saat melihat tatapan aletta untuk anaknya yang begitu tidak percaya dengan keadaan saat ini.

"umi, gara.." aletta menunjuk ke arah brankar gara. Wajahnya memerah padam karena terus menangis.

"udah ya, nanti gara sedih lihat aletta nangis terus." annake menangkup wajah cantik aletta lalu menghapus air mata yang tersisa di sudut matanya.

"gara pasti sembuh, pasti. Aletta terus do'ain gara supaya dia cepat sembuh, ya?"

Aletta mengangguk pelan, pandangannya perlahan menatap ke arah tubuh yang terbaring lemah itu. Tanpa sadar aletta langsung memeluk tubuh kekasihnya penuh haru, tak lama kemudian tangis gadis itu kembali terdengar.

"jangan nge-prank! Bangun nggak?!" racau aletta pada gara yang sama sekali tidak merespon ucapannya.

"sakit, ya?" jari halus aletta mengelus pelan dahi yang terbalut perban itu dengan lembut.

"maaf.. Aku minta maaf.." ia menunduk, menyembunyikan tangisan pilunya di lengan kekar gara yang terbalut infus rumah sakit.

"katanya mau lindungin aku? Kenapa malah disini?"

"kenapa nggak jenguk aku? Kenapa malah aku yang jenguk kamu sekarang?"

Semua ucapannya terdengar hampa, aletta menatap kosong wajah tampan kekasihnya dengan tangan yang masih terus menggenggam erat jari-jemari kepunyaan lelaki itu.

"aku minta maaf, ayo perbaiki semuanya. Ayo, gara.." bisik aletta tepat di samping telinga kanan gara.

"bangun, aku ada disini nungguin kamu sadar. Gara, sekali ini aja aku minta tolong buat kamu bangun." isakannya semakin kuat kala lelaki yang tidur di ranjang rumah sakit sama sekali tidak membalas semua perkataannya.

***

Dokter yang menangani keadaan gara sejak beberapa minggu kebelakang menghela nafasnya pelan menatap keadaan lelaki di hadapannya.

"sama sekali tidak ada kemajuan, pasien mengalami koma sampai waktu yang tidak dapat di tentukan." dengan ragu dokter itu bersuara, membuat keadaan hening di sekelilingnya yang terdapat beberapa anak muda SMA, juga beberapa sanak saudara lelaki itu.

"dokter jangan bercanda! Anak saya nggak mungkin koma!" annake sedikit berlari mendekati sang anak yang masih terbaring di atas brankar.

"gara, bangun yuk nak! Sayang.. Jangan tinggalin umi." ia berucap pilu di samping wajah putranya. Matanya menatap pilu keadaaan anaknya sekarang yang sama sekali tidak ada peningkatan setelah terjadinya kecelakaan.

"gara, bangun.." gadis remaja di samping annake ikut menangis memandangi wajah kekasihnya.

"al, gara.." annake meracau pada aletta di sebelahnya, dengan sigap di dekapnya tubuh annake ke dalam pelukan aletta.

"umi, gara pasti sadar."

"dokter bilang tadi katanya dia koma, aletta." annake rasa sudah tidak ada kepastian lagi setelah mendengar ucapan dokter yang menangani gara.

"gas, bercanda kan tadi?" devan menatap tubuh gara dengan pandangan memburam, begitupun dengan teman-teman yang lain.

Bagas dan fadhil menghadap kebelakang, berusaha menyembunyikan tangisan pilunya. Kehilangan sahabat memang salah satu hal yang paling menyakitkan. Saat mendengar perkataan dokter barusan semua temannya merasa kehilangan gara.

"fadhil, jawab pertanyaan gue dong!" laki-laki itu mendesak pada fadhil agar menjawab pertanyaannya.

"gara koma, dev."

"Kita semua ke luar sebentar dulu, sekalian do'a in gara supaya cepat sadar dari komanya. Aletta sama umi mungkin butuh privasi." fadhil berucap pada semua teman-temannya yang datang hari ini.

Semua teman-teman gara keluar dari dalam ruangan, tinggalah annake dan aletta yang masih berurai air mata memandang lelaki yang terbaring di atas ranjang rumah sakit dengan mata yang selalu terpejam.

***

"benturan yang terjadi pasca kecelakaan menimbulkan luka dalam di kepala pasien, banyak luka lainnya yang terjadi pada tubuh pasien sehingga sangat sayang sekali saya memberikan kabar buruk ini, bahwa pasien mengalami koma."

Penjelasan kedua kalinya wanita paruh baya itu dapat dari dokter yang menangani anaknya.

Kecelakaan yang terjadi memang tidak terlalu parah jika dilihat, tapi nyatanya luka yang anaknya alami sangat parah.

Annake takut, takut merasakan kehilangan untuk kedua kalinya.

***

ALGARA [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang