54. SAY YOU WON'T LET GO

164 5 0
                                    

Hal yang tak pernah Gara sadari dalam hidup adalah banyak orang yang sangat menyayangi dirinya.

Sejak kecil, hidupnya memang berwarna. Tapi itu tidak bertahan lama, karena kejadian yang merenggut nyawa ayahnya sungguh memukul Gara semasa kecil.

Tapi tak apa, ia mencoba menerima. Tidak baik juga jika harus menangisi kepergian sang ayah. Menjadi anak laki-laki yang hanya dibesarkan oleh seorang ibu saja itu tidak cukup.

Bohong jika Gara tidak membutuhkan sosok ayah di dalam hidupnya. Muak rasanya melihat teman semasa kecilnya bermain bersama dengan ayah mereka.

Seorang anak kecil yang berumur 6 tahun itu terus menatap ke arah depan tanpa ingin mengalihkan pandangannya sedikitpun.

Terhitung 1 tahun ayahnya pergi, dan sepertinya ia masih merindukan sosoknya. Gara selalu mencintai sosok ayahnya yang tangguh, beliau pahlawan dalam hidupnya.

Cita-cita Gara kecil tentu menduplikati ayahnya. Menjadi seorang pilot.

Tak heran, pekerjaan itu memang beresiko. Walaupun sedikit kemungkinan terjadi kecelakaan pesawat, tapi tetap saja namanya takdir dan kematian tidak ada yang tahu.

Uminya selalu berkata itu.

Berusaha mengikhlaskan kepergiannya itu sangat sulit. Awalnya Gara tidak percaya dengan kematian Ayahnya, ia selalu menyendiri di kamar dan mengusap bingkai foto yang berisi dirinya, ayah dan juga uminya.

Gara tidak marah, tidak juga menentang takdir yang memang sudah harus ia terima dalam hidupnya.

Anak kecil itu kuat, tidak pernah mengeluh, perasaan yang selama ini ia simpan tak pernah ada orang yang tahu.

"Cengeng!" Gara mengeluh karena air matanya jatuh setiap melihat ayah dan anak sedang bermain di taman komplek.

"Masih ada umi.." Gara bergumam, walaupun rasanya memang berbeda jauh dari yang ia inginkan saat ini.

Kenapa Gara harus merasakan kepergian terlebih dahulu?

Kenapa anak itu beruntung memiliki ayah yang selalu bermain dengannya?

Gara tidak pantas atau masih belum?

Hanya pertanyaan-pertanyaan itu yang berada di dalam otak anak berusia 6 tahun.

Tapi entah kenapa Gara berfikir seharusnya dia ikut senang, takdir manusia memang berbeda-beda.

Mungkin diluar sana ada yang ditinggalkan oleh keduanya? Setidaknya Gara masih beruntung memiliki Uminya walau itu masih belum membuatnya merasa cukup untuk disayangi.

"Gara beruntung dan selamanya akan terus ada orang yang sayang sama Gara."

Terakhir kalimat dari ayahnya sebelum beliau tiada.

Kalimat mendiang ayahnya terbukti sekarang.

Memiliki dua perempuan hebat dalam hidupnya lebih dari cukup, mereka jelas menyayanginya. Tidak terlintas dalam pikirannya untuk meninggalkan dua orang yang berarti dalam hidupnya.

Dan hari ini ia tersenyum melihat keduanya yang nampak akrab. Uminya itu selalu merindukan Aletta, Gara tahu itu.

"Anak sendiri di diemin, gimana sih.." Laki-laki itu berjalan mendekati keduanya. Wajahnya di buat cemberut, merasa jealous karena uminya lebih memilih berbincang lama dengan Aletta.

"Jadi mau kapan, Gar?" Uminya tersenyum menggoda Gara.

Ah, Gara tebak Umi tersayang nya itu sudah mengetahui niat baiknya untuk melamar Aletta segera.

"Sayang?" Gara memanggil Aletta melalui panggilan isyarat.

"Bukan aku yang kasih tau, sayang." Aletta tertawa kecil, ia jelas tidak berbohong untuk persoalan ini pada Gara.

Mereka berdua berjanji untuk tidak memberi tahu kepada siapa-siapa bahkan keluarga terdekatpun.

"Umi tau dari siapa kalau gitu?" Gara bertanya sambil mengikuti langkah kaki Uminya yang membawa mereka bertiga ke ruang tengah.

"Nggak penting umi tahu dari mana dan siapa, yang penting sekarang.. niat kamu sangat baik Gara. Umi beneran nggak nyangka kamu bakal sama Aletta lagi." Ujar Umi.

Hal yang memang tidak pernah terduga dari kedua pasangan itu adalah saat dimana mereka menyetujui itu. Gara yakin dan bersungguh-sungguh untuk tidak membuat Aletta tidak berpaling dari siapapun kecuali dirinya.

Lagian, siapa yang berani mendekati perempuan cantik di sampingnya ini? Bukannya kalau para laki-laki mendekati Aletta akan langsung insecure?

Ah, tapi Gara salah satu di antaranya..

Berbeda kondisi kalau seperti itu caranya, Gara saat ini memang tidak sesukses Aletta yang sudah di kenal kalangan atas. Tapi tidak kalah suksesnya dengan Aletta, lelaki itu cukup sukses dalam bidang bisnisnya.

Keduanya memang sukses, dan memiliki finansial yang terjamin.

So, what? Tidak ada yang bisa menghalangi keduanya untuk menjalani sebuah bahtera rumah tangga, kan?

"Aletta minta maaf sebelumnya umi, karena pernah tinggalin Gara waktu dia dalam keadaan yang benar-benar terpuruk." Aletta bukannya tidak tahu ini ulah siapa, namun ia harus terus terang meminta maaf pada wanita paruh baya itu.

"Umi mengerti, Aletta. Dan terimakasih sudah mendampingi kembali anak Umi satu-satunya ini!" Umi tersenyum menatap keduanya. Rasanya memang wanita itu sungguh bahagia melihat keduanya benar-benar bersatu kembali.

Well, mungkin ini akhir jalan keduanya? Aletta sendiri bersyukur bisa memiliki Gara yang sangat baik padanya, juga keluarga laki-laki itu yang memang menerimanya sejak awal.

Banyak yang perempuan itu simpan dari masa lalunya, tapi ia hanya beranggapan itu akan menjadi memori yang tidak ingin ia ingat kembali dalam hidupnya.

Dirinya yang baru dan kehidupannya sudah di mulai dari sekarang.

***

"Banyak hal yang aku syukuri dalam hidup aku, Gar. Hal yang nggak pernah terduga sebelumnya ya ketemu kamu.." Aletta memandang seseorang di sebelahnya. Rambut perempuan itu diterpa semilir angin.

Gara tersenyum menatapnya, bola mata coklat itu menatapnya penuh kasih sayang. Tidak ada yang berubah dari seorang Aletta. Pribadi yang baik dan sikapnya yang lembut masih terus melekat dalam dirinya.

Gara memang merasa bangga sekali ke
pada Aletta. Ia hanya merubah keadaan hidupnya, tapi tidak merubah dirinya. 

Ia masih terus membayangkan, mengapa dirinya sangat beruntung memiliki perempuan seperti Aletta. Tidak pernah terbayangkan dalam benaknya bahwa at the end of the day Aletta akan menjadi miliknya.

Dan Gara menyadari bahwa ini adalah penantian panjang yang di inginkannya, proses yang selama ini ia tempuh menghasilkan hal yang tidak terbayangkan di dalam hidupnya.

Dan satu hal yang harus Gara katakan hari ini adalah..

"I wanna stay with you until we're grey and old, Al."

"Meeting you was the best thing I've ever had in my life, Aletta." Gara berbisik lirih. Tatapannya teduh sekali sampai membuat Aletta terus membayangkan hari ini tidak akan pernah ia akhiri dengan Gara.

"I'm so in love with you, I'm gonna love you 'til my lungs give out."

"I promise, i would."

***

ALGARA [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang