[Year 1] Chapter 2. Tentang si Darah Pengkhianat

5.5K 811 201
                                    

Minggu pertama Draco di Hogwarts, kalau boleh jujur, seperti neraka.

Pertama, Draco hampir tidak punya kesempatan untuk mengobrol dengan Harry. Draco sempat berpapasan dengannya sekali, siang saat mereka hendak berangkat ke kelas pertama, namun Draco cuma bisa mengobrol singkat dengan Harry, itupun dengan Weasley di sampingnya, sambil memandang Draco curiga seolah-olah Draco akan menyerang Harry tiba-tiba. Beberapa hari setelahnya, Draco cuma bisa mengamati Harry dari jauh, dan senyum ceria serta lambaian tangan dari Harry lah satu-satunya yang bisa sedikit mencerahkan suasana hatinya.

Tambahannya, Theodore Nott menyebarkan rumor ke seluruh anak-anak Slytherin mulai kelas satu dan kelas di atasnya, bahwa Draco Malfoy berteman dengan seorang darah pengkhianat. Konsekuensinya adalah, Draco dijauhi oleh seluruh anak-anak Slytherin, ditambah dengan pandangan aneh dan bisikan-bisikan yang mengikutinya kemanapun ia pergi.

Tapi Nott tidak berhenti sampai disitu saja. Ternyata dia belum puas sampai dia benar-benar mempermalukan Draco, dan dia benar-benar berusaha untuk membuat hidup Draco menjadi sulit. Hari ketiganya di Hogwarts, Draco terbangun dengan air dingin yang disiramkan ke wajahnya.

"Dengan begini, mungkin lumpur kotor dari Weasley dan Potter bisa bersih dari wajahmu." Katanya sambil tertawa mengejek. "Tapi ternyata sia-sia saja ya."

Keesokan harinya, Draco kembali ke kamarnya dan menemukan tugas yang dikerjakannya semalam berada di atas bantalnya namun sudah rusak terendam tinta. Malam itu, Draco mengerjakannya ulang sepanjang malam dan tidur selama beberapa jam saja di atas ranjangnya yang penuh tinta.

Hari Jumat pagi, saat Draco akan pergi ke pelajaran Ramuannya yang pertama, dia menemukan seluruh jubahnya dalam keadaan sobek-sobek, lambang Slytherin-nya terlepas dengan dasi yang tergunting-gunting.

"Nah, sekarang kamu bisa ganti ke jubah Gryffindor seperti yang kamu mau," ejek Nott sambil keluar dari kamarnya, diikuti Crabbe dan Goyle yang mengikuti dengan patuh di belakang.

Draco menatap jubahnya yang compang-camping di lantai, menahan setengah mati untuk tidak menangis. Dia berusaha memperbaikinya sebelum kelas dimulai, sampai harus melewatkan sarapan, namun dia tidak tahu sihir yang cukup untuk memperbaikinya, jadi usahanya sia-sia. Pada akhirnya, Draco terpaksa keluar kamar hanya dengan pakaian dan celana tanpa jubah.

Untungnya, ruang kelas Ramuan berada di Lantai Bawah Tanah dan tidak terlalu jauh dari asrama, dan kelas itu adalah satu-satunya kelas bersama dengan Gryffindor, yang itu artinya, Harry akan melihatnya. Dan Harry adalah orang terakhir yang Draco inginkan untuk melihatnya dalam keadaan menyedihkan seperti ini, namun pilihannya yang lain adalah membolos kelas, sedangkan Draco tidak bisa membolos. Jadi Draco memaksa dirinya sendiri untuk berjalan ke ruang kelas Ramuan dengan menundukkan kepalanya, merasa mual.

"Draco!" Panggil Harry dengan ceria, melambai ke arah Draco dan langsung mendekatinya. "Kenapa tidak pakai jubahmu?" Tanya Harry bingung.

Draco cuma mengedikkan bahunya canggung.

"Nanti poin Asramamu dikurangi loh!" Seru seorang anak perempuan yang berambut kusut, si Granger, yang tiba-tiba muncul dari sebelah Harry.

"Oh Tidak," Nott pura-pura kaget dari ujung lorong, dan bisikan-bisikan mulai terdengar dari siswa lain yang menyaksikan kejadian itu. "Coba kamu pinjami dia Jubah, Potter. Soalnya dia tidak ada bangga-bangganya dengan Slytherin. Kenapa tidak kamu ambil saja jadi anak Gryffindor dan menyelamatkan kami semua supaya kami tidak harus melihat wajahnya setiap hari?"

"Diam kamu, Nott!" Desis Draco, pipinya memerah malu. "Dasar menyedihkan!"

"Padahal sendirinya berteman dengan para darah pengkhianat," Nott mendengus.

Do It All Over Again (INA Trans)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang