[Year 5] Chapter 8. Medan Perang

1.6K 227 9
                                    

Seperti yang dijanjikan, Draco dan Hermione kembali ke pondok Hagrid setelah sarapan untuk meyakinkannya mengajar kurikulum yang disetujui oleh Kementerian saja. Harry dan Weasley tidak ikut karena harus mengerjakan tumpukan tugas mereka (walau kenyataan bahwa Weasley belum mengerjakan tugas sama sekali tidak dipahami oleh Draco—padahal dia tidak punya banyak kelas tambahan seperti Hermione dan dirinya serta tidak harus menjalankan hukuman atau latihan Occlumency seperti Harry).

Namun, saat Draco dan Hermione sudah susah payah berjalan disaat hujan salju dan menemukan pondok Hagrid kosong, Draco jadi menyesali kenapa dia tidak memikirkan kemungkinan ini.

“Hagrid kemana sih?” gerutu Draco masih berusaha menggedor pintu. “Cuacanya dingin dan ada nenek sihir yang tidak suka padanya di luar sana. Sekarang bukan waktunya untuk menghilang tiba-tiba.”

“Atau jangan-jangan dia sedang ada di kantor Profesor Dumbledore?” tanya Hermione, kini sudah bersandar pada pintu.

“Atau dia di dalam hutan sekarang,” tambah Draco kesal. “Sedang merawat makhluk seram apapun itu yang ingin diajarkannya ke kita di Hari Selasa.”

Ternyata tebakan Draco benar. Mereka harus menunggu sambil kedinginan sekitar setengah jam sebelum akhirnya Hagrid muncul di antara pepohonan, masih dengan luka yang sama dengan kemarin, yang kini keadaannya makin buruk. Draco bertanya-tanya, apa jangan-jangan lukanya ada racunnya, sehingga mempersulit proses penyembuhan.

“Kalian berdua sedang apa?” tanya Hagrid saat sudah dekat.

“Mencoba menyadarkanmu,” gerutu Draco. Penantiannya yang panjang di tengah dingin benar-benar membuatnya kesal.

“Hagrid,” ujar Hermione hati-hati. “Apa kamu tidak mau memeriksakan luka-lukamu ke Madam Pomfrey? Kelihatannya makin parah loh.”

“Kan sudah kubilang, Hermione, aku tidak apa-apa kok,” Hagrid mengabaikannya untuk membuka kunci pintu. “Tidak perlu khawatir soal aku.” Dia membuka pintunya dan mempersilakan mereka. “Ayo, ayo, masuk.”

Mereka mengikuti Hagrid ke pondoknya yang terasa lebih hangat, lalu menghela napas lega saat perapiannya dinyalakan. Bahkan Fang yang ingin bermanja-manja langsung diijinkan oleh Draco karena itu artinya dia akan merasa lebih hangat.

“Nah, hagrid,” Draco memulai, tanpa basa-basi. “Aku tahu kamu ingin merahasiakan kelasmu dulu dan kamu tidak sabar soal apa yang akan kamu ajarkan, tapi menurutku kamu terlalu meremehkan Umbridge. Percayalah, kamu tidak boleh meremehkannya. Aku pernah melakukan itu dan aku menyesal.”

“Draco benar, Hagrid,” Hermione menambahkan. “Jangan aneh-aneh dengannya. Profesor Grubbly-Plank kemarin sudah sempat mengajarkan kurikulum yang disetujui oleh Kementerian dan dia baik-baik saja. Jadi kumohon kamu—”

“Aku tahu kalian ingin yang terbaik untukku,” Hagrid memotong perkataan Hermione, tersenyum penuh Harry sambil menyiapkan teh. “Dan aku sungguh menghargainya. Tapi aku tahu apa yang aku lakukan kok. Kumohon percaya saja padaku.”

“Tapi Hagrid,” Draco protes lagi, mencoba tetap tenang dan sabar agar kata-katanya tidak terdengar tak sopan. “Kadang apa yang kamu lakukan benar-benar tidak biasa, kamu tahu sendiri. Dan Umbridge akan memojokkan orang-orang yang seperti itu. Apa kamu tahu yang dilakukan dia pada Harry? Dan apa yang dilakukannya padaku, setelah aku mengancam akan membocorkan hukumannya yang kejam?”

Draco mengangkat tangan kirinya dan mengepalkannya. Luka sayatan di punggung tangannya memang tidak terlalu bisa dibaca, namun terlihat begitu jelas di permukaan kulitnya yang begitu pucat. Hermione berjengit saat melihatnya, lalu buru-buru mengalihkan pandangan.

Hagrid terdiam sebentar. Dia melangkah maju dengan kernyitan di dahi, lalu mengulurkan tangan untuk memeriksa punggung tangan Draco.

“Ini apa?” suaranya menggelegar. “Apa yang dia lakukan padamu?”

Do It All Over Again (INA Trans)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang