"Oke, biar aku rangkum," kata Draco mengerang, sambil mengangkat satu tangannya untuk menghentikan ocehan Harry dan menggunakan tangannya yang lain untuk memijat pelipisnya sendiri yang berdenyut. "Waktu aku pergi—yang, biar kuingatkan sekali lagi, tidak lebih dari dua minggu—kamu berhasil mendapatkan Jubah Gaib warisan Ayahmu, berkeliaran di malam hari, menemukan cermin yang bisa menunjukkan hasrat terbesar hatimu, dan terpergok oleh Profesor Dumbledore melakukan semua itu tanpa dikeluarkan dari sekolah?"
"Uh," jawab Harry, lalu menyeringai dengan malu. "Iya, intinya begitu?"
"Kenapa sih aku mau-maunya berteman denganmu?" tanya Draco, entah pada siapa.
"Karena kamu suka aku, tentu saja," Harry tertawa kecil, tapi kemudian berhenti sebentar "Tapi itu menurutku sih, kadang aku ragu-ragu soalnya kamu sering sekali marah-marah padaku."
"Konyol," Draco mendengus. Dia menghela napasnya sebelum melanjutkan. "Sebagai teman yang baik, harusnya sekarang aku sudah marah-marah karena semua hal yang kamu lakukan itu berbahaya dan betapa beruntungnya kamu karena tidak mendapatkan masalah apapun. Tapi aku yakin pasti Hermione sudah melakukannya, jadi aku tidak akan mengulanginya."
"Wah, baik sekali kamu ini," jawab Harry sambil menyeringai, sama sekali tidak menganggap Draco serius. Draco harusnya merasa tersinggung, tapi dia tidak punya kekuatan bahkan untuk merasa tersinggung.
"Tapi harusnya aku lega sih," gumam Draco. "Soalnya aku menyangka saat aku kembali, kamu punya teori konspirasi baru soal Snape."
"Well," Harry mengernyitkan dahinya. "Dia tidak berusaha untuk mencelakaiku lagi sih, atau mencuri benda yang dijaga oleh Fluffy."
"Baguslah," jawab Draco, setengah sarkas, setengah serius.
"Kamu sendiri bagaimana?" tanya Harry, sambil mengambil coklat Natal lagi dari kotak yang dibawa Draco dari Manor. "Aku lihat Ayahmu juga tidak mencelakaimu, kan?"
"Karena Ibuku pasti akan menghabisinya kalau dia coba-coba," Draco menghela napas. "Coba kamu lihat wajahnya waktu aku bilang bahwa keturunan muggle bukan sesuatu yang buruk, atau saat bilang bahwa keluarga Weasley bukan sampah."
Harry mengernyit jijik sambil menggigit coklatnya. Saat dia sudah menelannya, Harry menambahkan. "Berarti Ibumu tidak masalah kan?"
"Benar," Draco tersenyum. "Beliau percaya denganku."
"Syukurlah," balas Harry, ikut tersenyum.
.
Begitu bulan Januari berganti dengan Februari, semuanya masih dalam keadaan tenang, dan Draco berharap Snape sudah menyerah soal rencana gilanya karena takut ketahuan. Dia memang masih bersikap tidak adil pada Harry, tentu saja, tapi semenyebalkan apapun sikap Snape, semuanya tidak membahayakan.
Di bulan Februari lah saat tiba-tiba Snape mengajukan diri untuk menjadi wasit pertandingan Quidditch kedua Gryffindor, membuat kekhawatiran mereka kembali bangkit. Walaupun Draco tahu bahwa saran dari Hermione dan Weasley—agar Harry tidak bermain Quidditch—tidak akan dipatuhi oleh Harry yang keras kepala, Draco tetap sangat khawatir bahwa Snape yang menjadi wasit adalah akal-akalannya saja untuk menyelakai Harry.
"Dia tidak akan melakukan apapun di depan Profesor Dumbledore," Draco mencoba menenangkan teman-temannya dan dirinya sendiri. "Melakukannya di kerumunan penonton sih lain lagi, tapi waktu dia jadi wasit begini dan dia berusaha menyelakai Harry saat semua orang bisa melihatnya, berarti dia sangat bodoh."
Namun Draco tahu, walaupun Harry setuju padanya, kata-katanya sama sekali tidak membantu meredakan kekhawatiran semua orang. Seluruh orang di sekolah tampaknya begitu bersemangat dengan pertandingannya, karena jika di pertandingan ini Gryffindor menang lagi, kemungkinan bahwa mereka bisa mengalahkan Slytherin untuk mendapatkan Piala Quidditch akan semakin tinggi; para Slytherin, termasuk Snape, menjadi lebih kejam saat berpapasan dengan Gryffindor, seolah mereka bisa mengintimidasi Asrama yang terkenal dengan keberaniannya itu dengan kekejaman mereka. Draco, yang adalah satu-satunya Slytherin yang tidak peduli dengan Piala Quidditch—karena keselamatan Sahabat baiknya lebih penting—juga mendapatkan kekejaman dari teman satu asramanya sendiri, namun Draco sudah terbiasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do It All Over Again (INA Trans)
FanfictionYang Draco inginkan adalah sebuah jalan keluar. Jalan untuk mengulangi semuanya dari awal, dan untuk menghapus semua kesalahan yang pernah dia lakukan selama belasan tahun terakhir. Di umurnya yang ke sebelas, Draco menerima surat dari masa depan ya...