Draco menghabiskan sepanjang sisa sore dengan merayakan kemenangannya di ruang rekreasi asrama Slytherin bersama dengan semua rekan satu timnya. Jadi tentu saja dia tidak tahu drama apa yang terjadi di Asrama Gryffindor. Keesokan harinya ketika dia melangkah ke Aula Utama dan menemukan Lavender Brown tengan bergelayut di samping Weasley dan berciuman dengannya sementara Hermione tidak dapat ditemukan dimana-mana, barulah Draco sadar bahwa sesuatu yang sangat-sangat salah telah terjadi.
Dirinya bertukar pandang dengan Harry—yang tengah duduk di sebelah pasangan itu dengan raut wajah yang canggung—lalu cepat-cepat mengambil beberapa roti isi dan berbalik untuk berjalan keluar dari sana. Untunglah Harry mengerti maksudnya dan langsung mengikuti Draco beberapa detik setelahnya.
“Apa-apaan yang kulihat barusan itu?!” desis Draco begitu Harry berada di depannya. “Kok bisa-bisanya Weasley berciuman dengan Brown?! Bukannya dia dan Hermione sudah lumayan dekat?”
“Ya… gimana ya,” jawab Harry, lalu mengedikkan bahu. “Aku juga tidak tahu? Hermione dan Ron bertengkar kemarin malam. Sebenarnya bisa dibilang karena aku sih. Kamu tahu sendiri kan bagaimana Ron tidak percaya diri sebelum pertandingan berlangsung, jadi sebelum sarapan aku pura-pura memberi Felix Felicis pada sarapannya—aku cuma pura-pura, jangan khawatir!” tambah Harry buru-buru ketika Draco mengangkat alisnya.
“Masalahnya adalah, Hermione sempat melihatku berpura-pura dan saat selesai pertandingan, dia mengancam akan mengadukanku ke Prof McGonagall, jadi aku bilang padanya kalau aku cuma pura-pura memberikannya pada Ron, dan walaupun aku—uh—gagal menangkap Snitch-nya—” Harry mengalihkan pandangannya ke arah lain saat mengatakan itu, tampak sedikit canggung, “Performa Ron yang luar biasa adalah karena kemampuannya sendiri dan sama sekali bukan karena ramuan apapun. Tapi malah itu makin memperkeruh suasana karena Ron tersinggung pada Hermione yang berpikir bahwa dirinya tidak bisa tampil prima karena kemampuannya sendiri.”
Draco menutup matanya dan membenturkan belakang kepalanya ke dinding batu.
“Dia tuh benar-benar bodoh,” Draco mengerang. “Lihat saja, suatu hari nanti aku pasti akan menghabisinya.”
“Gimana ya…” Harry menghela napas. “Dia tuh cuma… rendah diri, merasa dirinya tidak hebat jika dibandingkan yang lain, kalau menurutku sih. Dan Lavender benar-benar memperlihatkan pada semua orang kalau dia menyukai Ron.”
“Hermione kan juga sudah bersikap jelas kalau dia suka padanya!” Draco mengerang lagi, begitu marah karena Hermione diperlakukan seperti ini. “Walaupun si Weasley sering sekali bertingkah bodoh, Hermione selalu saja ada disampingnya! Dia bahkan mengajaknya ke pesta natal bodoh itu! Si Weasley mau apa lagi sih?”
“Begini loh,” Harry menjelaskan dengan menggigit bibir bawahnya. “Lavender tiba-tiba menciumnya di tengah-tengah ruang rekreasi. Jadi, Lavender memang jauh lebih cepat daripada Hermione.”
Draco mengerang lagi. Harry sampai terlihat tidak enak.
“Terserah lah!” sentak Draco. “Toh Hermione memang terlalu baik untuk si Weasley. Semoga dengan ini Hermione sadar dan mulai mencari cowok lain yang lebih baik untuknya.”
Setelah itu Draco langsung berputar dan pergi dari sana untuk menaiki tangga.
“Kamu mau kemana?” panggil Harry.
“Mencari Hermione dan menghiburnya lah!” sentak Draco lagi. “Sana! Kamu susul saja dan jadi obat nyamuk si bodoh Weasley dan pacar barunya. Aku tidak mau lagi peduli!”
Harry terlihat begitu merasa bersalah ketika Draco kembali memunggunginya. Tapi Draco benar-benar tak peduli. Sebenarnya Draco tahu, dia menumpahkan kemarahannya untuk Weasley pada Harry. Sahabatnya itu tidak salah apa-apa. Cuma, kalau dipikir lagi, Harry selama ini selalu saja membela Weasley jadi rasanya pantas untuk dimarahi juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do It All Over Again (INA Trans)
FanfictionYang Draco inginkan adalah sebuah jalan keluar. Jalan untuk mengulangi semuanya dari awal, dan untuk menghapus semua kesalahan yang pernah dia lakukan selama belasan tahun terakhir. Di umurnya yang ke sebelas, Draco menerima surat dari masa depan ya...