Draco tidak bisa bergerak bahkan juga bernapas. Dia hanya menatap Profesor Dumbledore kosong, berharap setengah mati bahwa yang barusan dia dengarkan adalah kesalahan, atau bahwa Profesor Dumbledore salah membaca nama yang ada di atas kertas perkamen itu.
Kesunyian yang sempurna tercipta di Aula Utama terasa begitu dingin. Semua orang menoleh ke arah meja Gryffindor, menatap Harry tak suka dan penuh rasa kesal, seolah Harry adalah otak di balik kejadian tidak masuk akal ini.
Padahal, Draco sudah tahu dengan pasti bahwa Harry sama sekali tidak terlibat di dalamnya. Tentu saja dia tidak terlibat. Harry sama sekali tidak pernah menunjukkan ketertarikan untuk berpartisipasi dalam Turnamen. Memang, dia dan Weasley sempat bercanda dengan si kembar Weasley, namun Draco tahu Harry tidak akan pernah mencoba memasukkan namanya. Harry memang bukanlah seorang yang termasuk patuh pada peraturan, tapi dia bukanlah seseorang yang mau diam-diam melakukan sesuatu untuk kejayaannya sendiri. Itu sih sifat seorang Slytherin, bukan Gryffindor seperti Harry.
Itu artinya, ada orang lain yang memasukkan nama Harry ke dalam Piala Api. Tapi apa alasan orang itu melakukannya?
Untuk menyakiti Harry, sebuah suara di kepalanya terdengar oleh Draco. Untuk menyeret Harry dalam masalah, atau membuatnya dalam bahaya.
Akhirnya, ketika Draco memberanikan diri untuk menatap Harry, detak jantungnya begitu cepat berpacu. Harry terlihat begitu terkejut dan panik, menghadap pada Hermione dan Weasley, sambil menjelaskan terbata-bata, "Bukan aku yang memasukkan namaku. Kalian tahu aku tidak mungkin melakukannya."
Ketika kedua teman di sebelahnya itu hanya menatapnya kosong, Harry buru-buru melempar pandangannya ke arah meja Slytherin, bertemu dengan tatapan Draco, penuh pengharapan.
Di meja staf, Profesor McGonagall sudah bangkit, berbisik keras ke arah Profesor Dumbledore. Kepala Sekolahnya itu lantas mengangguk, lalu berujar, "Harry Potter! Silakan maju ke depan!"
Harry terlihat begitu ketakutan, bahkan ketika Hermione sudah mendorongnya untuk bergerak. Draco tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dalam sedetik, dia menemukan dirinya sendiri tengah berdiri, membuat seluruh perhatian terfokus padanya dan bukan pada Harry.
"Profesor," kata Draco, suaranya sedikit bergetar. "Tidak mungkin kan kalau Harry harus—"
"Draco, kumohon, duduklah," ujar Profesor Dumbledore, nadanya lembut namun tegas di saat bersamaan.
"Tapi kan—" Draco bersikeras. "Harry tidak mungkin—"
"Mr Malfoy," seru Snape dari tempatnya duduk. "Kamu lebih baik duduk dan tutup mulut sebelum saya mengurangi poin Slytherin karena kelakuanmu!"
Draco tidak peduli soal Piala Asrama—dia hanya butuh Profesor Dumbledore paham bahwa semua ini bukan salah Harry, dan ada orang lain yang berencana untuk menyakiti Harry, jadi Draco harus—
"Draco," ujar Profesor Dumbledore lagi, mata birunya yang jernih menatap mata abu milik Draco. "Duduklah dulu, biar aku yang akan urus semuanya."
Draco menelan ludah, lalu menatap Harry, yang kini tengah menatapnya balik dengan sorot yang begitu intens, campuran dari rasa terima kasih dan entah apa lagi yang tak bisa didefinisikan oleh Draco. Lalu, Harry berdiri dan mengangguk kecil pada Draco. Dengan ragu, Draco duduk kembali di kursinya, menatap Harry yang kini tengah berjalan menuju depan Aula, dengan bahu yang terkulai dan tidak menatap mana-mana selain lantai.
Ketika dia sudah berada di depan Profesor Dumbledore, dia mengangkat wajahnya dalam diam sambil menunggu instruksi berikutnya. Seperti penjelasan atau solusi agar Harry bisa segera keluar dari situasi tidak masuk ini. Namun yang Profesor Dumbledore katakan malah, "Silakan masuk ke ruangan samping mengikuti yang lainnya, Harry."
KAMU SEDANG MEMBACA
Do It All Over Again (INA Trans)
FanfictionYang Draco inginkan adalah sebuah jalan keluar. Jalan untuk mengulangi semuanya dari awal, dan untuk menghapus semua kesalahan yang pernah dia lakukan selama belasan tahun terakhir. Di umurnya yang ke sebelas, Draco menerima surat dari masa depan ya...