[Year 7] Chapter 3. Peninggalan Albus Dumbledore

961 100 5
                                    

Ketika Draco tiba di The Burrow keesokan harinya, suasananya lebih tegang dari kemarin. Dia menemukan Weasley di dapur, mengupas kentang dalam diam sementara Ibunya memotong wortel dengan keras. Draco memandang mereka beberapa detik sebelum akhirnya berdehem. Mereka menoleh ke arah Draco, raut wajah tegang Mrs Weasley sedikit mengeras saat menyadari keberadaan Draco, sementara raut wajah Weasley seolah mengisyaratkan agar Draco secepatnya lari dari sana.

"Draco, Nak," panggil Mrs Weasley. "Baik sekali kamu mau mampir ke sini. Tapi kami sedang sibuk untuk persiapan pernikahan, jadi kami tidak ada waktu untuk—"

"Aku tidak akan mengganggu kok," Draco meyakinkan. "Aku cuma mau bertemu dengan Harry. Kami sudah tidak bertemu selama berminggu-minggu, dan semalam banyak yang sibuk." Mrs Weasley mengernyit, bibirnya mengatup, seolah ketakutannya menjadi nyata. Draco buru-buru menambahkan. "Aku bisa membantu Harry juga, dia membantu persiapan pernikahan juga kan? Pasti bakal lebih cepat selesai kalau bersamaku."

Kerutan di dahinya makin dalam, menandakan bahwa beliau tak suka jawaban Draco, namun beliau tidak bisa mendebat apapun. "Baiklah," ujarnya sedikit kaku. "Harry sedang mengurus ayam-ayam, membersihkan kandangnya. Tapi langsung masuk ya begitu sudah selesai. Aku masih ada pekerjaan yang lain-lain untuk kalian, jangan ditunda-tunda."

Draco mengangguk dan buru-buru berbalik dari dapur untuk menuju ruang tamu lalu ke arah kebun, cepat-cepat kabur dari Mrs Weasley.

"Malfoy," panggil Weasley, membuat Draco berhenti sebentar. "Aku bisa ngobrol sebentar tidak?"

"Ronald Weasley," desis Ibunya langsung. "Makan siangnya tidak akan bisa siap sendiri, dan—"

"Blimey, Mum, ini sebentar saja kok!" bentak Weasley, telinganya merah karena kesal. "Semenit aku akan kembali, sumpah deh!" Dan sebelum Ibunya merespon, dia sudah menyusul Draco dan mendorongnya keluar dari dapur ke ruang tamu. Ruangannya sepi, yang sebenarnya tidak seperti biasanya, namun bagus untuk situasi sekarang, dilihat dari Weasley yang menghela napas lega dan mulai berbisik ke arah Draco.

"Dengar, kamu perlu tahu sesuatu—kemarin malam, Harry sudah mau kabur. Aku berhasil memergokinya dan aku berhasil mencegahnya, tapi awalnya dia benar-benar mau kabur."

"Hah?!" Draco mendesis, mata membelalak menatap Weasley. Dadanya berdetak kencang.

"Iya," Weasley mengangguk, muram. "Waktu aku mencegahnya, dia mencoba untuk mengajakku ikut, tapi aku bilang kalau dia gila. Kamu dan Hermione pasti langsung bisa melacak kami, dan kamu pasti akan membuat kami menyesal. Kalau kami berhasil selamat tanpamu sejauh itu, tentu saja."

"Tentu saja kami akan membuat kalian menyesal," gerutu Draco, namun nadanya sedikit gemetar.

"Gara-gara kemarin malam, masalah dia tidak tahu kamu selamat atau tidak, benar-benar membuatnya kacau," tambah Weasley lagi, menatap mata Draco. "Kamu lebih baik bicara dengannya lagi, oke? Biasanya dia lebih mendengarkanmu daripada kami."

"Biasanya," kata Draco, menggigit bibirnya. "Tapi akan kucoba."

"Iya, cobalah dulu," Weasley mengangguk. "Aku tahu kamu tidak punya banyak waktu sih. Mum sepertinya memberi kita banyak pekerjaan sampai ngobrol pun tak sempat." Seolah tahu apa yang sedang mereka bicarakan, Ibunya langsung memanggil Weasley. "Tuh kan?" ujarnya sambil memutar mata.

"Akan kuajak ngobrol dengan cepat dan efektif deh," Draco menggumam, lalu mengangguk pamit pada Weasley sebelum berjalan ke arah kebun.

Harry membiarkan pintu menuju kandang ayam terbuka, dan Draco berdiri di depan pintunya sebentar untuk melihatnya membersihkan sarang salah satu ayam betina dengan kernyitan di dahi. Draco menghela napas, lalu memasuki kandang tersebut untuk kemudian berdehem. Harry memandangnya.

Do It All Over Again (INA Trans)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang