Draco pastilah tertidur di lengan Harry. Hampir saja dia tertidur lagi kalau saja dia tidak mendengar suara Hermione. Cuma karena sudah terlalu nyaman, dia malas membuka matanya.
"Dia baik-baik saja?"
"Semoga. Kami bicara banyak. Awalnya tubuhnya dingin terus, tapi sekarang malah sepertinya demam."
"Aku punya Ramuan Pepper Up di tasku. Bisa diminum kalau dia nanti bangun."
"Iya, baguslah."
"Harry... tolong, kamu harus hati-hati setelah ini."
"Hermione -"
"Sebelum ini aku tidak ingin berkata apa-apa karena aku tahu kamu juga memikirkan banyak hal, tapi Draco... dia tipe yang berpikir kalau dia tidak pernah cukup untuk siapapun dan rendah diri kalau ada sesuatu yang membuatnya ragu, makanya aku khawatir padanya. Dia selalu mencoba mengerti sikapmu, tapi pada akhirnya dia tidak kuat."
Harry terdiam untuk waktu yang lama, sambil membelai bahu Draco dengan lembut.
"Aku tidak paham kenapa dia selalu saja berpikir yang terburuk soal aku," Harry menggumam. "Aku pikir sudah jelas seberapa besar aku mencintainya. Aku tidak pernah menyangka dia sampai berpikir kalau..." Harry menelan ludah.
Di dalam hatinya, Draco berpikir apa baiknya dia memberitahu dua orang itu bahwa dia sudah bangun, namun pikiran Draco terasa berkabut.
"Draco itu orangnya insecure, jauh melebihi kelihatannya," ujar Hermione. "Dari dulu pun begitu, Harry. Kamu harus memahami dia yang begitu dan mencoba mencari jalan keluar bersama-sama kalau ada masalah yang menyangkut itu."
"Tapi sepertinya ini lebih dari itu," ujar Harry, mengeratkan pelukannya pada Draco. "Aku tidak tahu kenapa... tapi ada yang salah, Hermione. Ada sesuatu dalam pikiran Draco yang aku tidak paham. Dan itu membuatku takut."
"Maksudnya bagaimana?" tanya Hermione, terdengar ragu sekarang.
"Aku juga tidak tahu," Harry menghela napas. "Aku harap aku tahu. Firasatku mengatakan bahwa ada sesuatu dalam pikiran Draco yang hanya dia saja yang tahu."
"Harry... kurasa kamu hanya ketakutan setelah apa yang terjadi hari ini," ujar Hermione, jelas mencoba menenangkannya. "Dan aku juga tidak bisa menyalahkan kamu, memang sangat menakutkan. Tapi kurasa yang membuat Draco begitu adalah liontinnya."
"Bukan, Hermione," Harry menggeleng. "Liontinnya cuma memacu reaksi yang lebih cepat. Yang aku rasakan juga sudah dimulai saat awal aku dan Draco berpacaran... aku bingung menjelaskannya bagaimana, aku cuma..." Harry menghela napas, terdengar frustrasi. "Aku tidak tahu, tapi aku selalu membuat semuanya jadi lebih buruk. Tidak sadar kalau dia menderita. Dulu waktu kelas empat juga begitu, sekarang lagi, kenapa aku ini selalu saja begini sih—"
"Sekarang kamu cuma mencari-cari alasan untuk menyalahkan dirimu sendiri, Harry." Hermione menggelengkan kepalanya. "Aku tahu, kadang kamu memang... apa ya, tidak peka, dan kamu yang seperti itu membuat Draco susah kalau dia sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Tapi sadar akan kelemahanmu dan mencoba lebih baik ke depannya itu sudah bagus. Jangan lupa selalu mengecek keadaan Draco, itu saja. Kalau kamu terdistraksi untuk yang lain, aku bisa bantu ingatkan. Aku yakin kalian pasti akan baik-baik saja."
"Aku harap kamu benar," bisik Harry, jemarinya akhirnya membelai rambut Draco. "Aku sudah muak menyakitinya tanpa sadar."
Hermione berkata hal yang lain, namun suaranya menjadi tidak jelas karena Draco jatuh tertidur akibat belaian Harry pada rambutnya yang begitu lembut.
Keesokan paginya, Draco sama sekali tidak mengingat percakapan yang tidak sengaja didengarnya itu.
.
"Kamu yakin kamu sudah kuat untuk ber-Apparate, Draco?" Hermione bertanya hati-hati, sambil memperhatikan wajah Draco.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do It All Over Again (INA Trans)
FanfictionYang Draco inginkan adalah sebuah jalan keluar. Jalan untuk mengulangi semuanya dari awal, dan untuk menghapus semua kesalahan yang pernah dia lakukan selama belasan tahun terakhir. Di umurnya yang ke sebelas, Draco menerima surat dari masa depan ya...