Menurut Bella, semua orang butuh 'pegangan' untuk tetap bertahan. Membantunya untuk bisa berdiri tegak meski badai sedang menerjangnya tanpa ampun. Lalu, ketika sudah menemukan pegangan yang pas, kamu akan merasa lebih serakah. Menginginkan lebih, untuk kemudian merampasnya dengan menghalalkan segala cara. Terdengar kejam memang, namun apa boleh buat saat itu hanya menjadi satu-satunya alasan agar kamu tetap hidup.
"Kau sungguh yakin dengan keputusan ini? Ayolah Bella... kau tau seperti apa orang itu." Oydis merengek di sampingnya. Tapi Bella bersikap seolah dia sedang tuli sekarang.
Dan kegusaran kian jelas menerpa Bella dengan brutal. Perutnya terasa melilit hingga menimbulkan tetesan keringat dingin pada telapak tangannya. Ini jelas bukan suatu hal yang dapat ia sepelekan. Namun untuk mengatakan menyerah setelah ia sudah bersusah payah dalam meyakinkan dirinya sendiri, rasanya ia tidak mau. Anggap saja Bella gila, karena kenyataannya mungkin memang seperti itu.
"Aku tidak punya opsi pilihan lain selain menyerahkan seluruhku padanya." Nada bicaranya terdengar bergetar, namun Bella tetap mengupayakan agar lidahnya tidak kelu hingga suaranya tertelan.
"Tidak... tidak... kau masih punya aku jika kau lupa. Tolong jangan seperti ini Bella!!! Aku sungguh tidak ingin kau memiliki urusan sedikitpun dengan orang itu."
Bella menoleh dengan senyum tipis di bibirnya. Mencoba meyakinkan pada sahabatnya ini bahwa langkah yang telah ia ambil sekarang sudah terasa benar---setidaknya untuk dirinya sendiri.
"Percayalah... aku hanya butuh sedikit kehadirannya untuk bisa bertahan hidup. Kau bisa menganggap ini sebagai salah satu usahaku dalam meraih kebahagiaan yang selalu terlintas dalam imajinasiku."
Gelengan tegas Oydis tak Bella indahkan sama sekali. Dirinya sudah mengerti dengan sangat bahwa resiko dalam memulai hal ini adalah dengan merelakan hatinya. Maka, bila dengan kembali merasakan sakit ia bisa mendapatkan hasil yang setimpal. Bella akan dengan senang hati untuk melakukan ini.
"Kurasa ini memang bukan suatu keputusan yang tepat Bella. Kumohon... aku tidak ingin kau kembali merasakan sakit, sudah cukup selama ini kau mengalami itu." Suara Oydis disampingnya bagai angin lalu bagi Bella. Tekad nya sudah bulat. Tidak ada lagi keraguan bahkan ketakutan sekalipun yang saat ini bersarang dalam dirinya--- meski tak ayal, tubuhnya sedang bergetar hebat sebab terpaan gugup yang menderanya.
Suara decitan kursi yang terdorong kebelakang dengan kasar berhasil membuat lutut Bella lemas seketika. Ia butuh topangan atas tubuhnya yang tiba-tiba melemah agar tidak meluruh ke lantai---saat bagaimana ia bisa mendengar dengan jelas langkah kaki menggema yang saat ini tengah mendekat ke arah tempatnya berdiri sekarang.
"Sebenarnya, aku tidak terlalu suka meladeni hal-hal seperti ini. Kau terlalu membuang waktuku."
"Tidak... kumohon dengarkan aku sekali ini saja!" Bella menyergah dengan cepat. Mencoba bersikap egois dengan tetap menahan Elard agar mau mendengarkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pain
RomanceMerupakan suatu kegilaan besar saat Bella memilih untuk menyerahkan seluruh kehidupan nya di bawah naungan sosok yang ia yakini sebagai pegangan untuk dirinya bisa bertahan hidup----- Richolas Elard Zheroun. Dirinya tidak memiliki pilihan lain saat...