Satu-satunya hal yang ingin Bella lakukan ketika kehilangan itu terjadi adalah mendapatkan dekapan dari seseorang yang benar-benar ia butuhkan. Menangis dalam pelukannya. Dan mengadu tentang betapa ia begitu merasa sesak, sakit, dan putus asa atas segala hal yang menerpa dirinya. Ia ingin menangis dengan raungan yang begitu keras. Menumpahkan segala bentuk perasaan menakutkan yang mengukung dirinya sejak tadi.
Tapi, meski Bella hampir merasa air matanya mengering dan netranya mulai lelah untuk tetap terbuka, ia tidak menemukan presensi dari sosok yang ia tunggu sejak tadi kedatangannya. Elard menghilang dengan cara yang tidak dapat ia mengerti. Tak sekalipun memberi kabar meski Bella sudah ratusan kali mencoba menghubunginya melalui segala cara. Sosoknya seolah sengaja bersembunyi untuk menertawakan Bella atas kehilangan yang tengah menimpanya sekarang.
Oh betapa semesta begitu apik menyusun skenario ini!
Baik kehadiran Oydis maupun Andreas tak memberi efek apapun padanya. Mungkin, sebab mereka bukan termasuk dari seorang yang Bella harapkan kehadirannya, hingga meski berulang kali mencoba mengajak dirinya berbicara, Bella kelimpungan dengan isi otaknya sendiri yang ramai serta tatapan sendu yang menyorot kosong.
Ia membutuhkan Elard lebih dari yang ia pikir!
Tenggorokan Bella sakit akibat terlalu keras meraung. Tapi meski begitu, kata yang tetap ia upayakan meluncur dari bibir pucatnya adalah nama Elard. Berulang kali. Hingga nyaris seperti lantunan lagu yang di setel tanpa henti. Jika terus begini, Bella bisa saja kehilangan pijakan dan berakhir dengan menjadi lebih gila daripada ini. Karena dari segi manapun, Elard tetap menjadi tahta teratas dari sekian banyak pengharapan yang Bella gumamkan. Sedang semesta seolah senang bermain-main dengan menulikan dirinya dari semua desisan lirih bibirnya.
"Kau tidak bisa menyiksa dirimu seperti ini. Setidaknya, jika kau memang benar-benar peduli dengan Bibi Mery, makanlah... atau katakan kalimat lain selain nama si bajingan satu itu." Geraman Oydis disampingnya tak memberikan efek apapun pada Bella. Ia tetap menjadi bisu dengan pandangan kosong yang menyayat hati Oydis.
"Oh tuhan... sebenarnya apa yang kau harapkan dari si brengsek itu? Kebahagiaan?... Kumohon Bella! Jangan menjadi buta hanya karena dia pernah peduli padamu. Bajingan itu bahkan tak pernah benar-benar memikirkan dirimu. Karena jika iya, seharusnya dia sudah berada disini! Bersamamu! Sialan... berbicara tentang si kunyuk satu itu hanya menambah amarahku saja." Sambil mengusap perutnya yang kini telah membuncit, Oydis mendesah dengan keras. Ia sebenarnya tak ingin marah seperti ini, tapi hormon kehamilan--- yang sialannya sangat mengganggu ini, selalu berhasil mempermainkan emosinya.
Kehilangan rupanya hampir menanggalkan sisa kewarasan Bella. Ia resah dan takut hingga gemetar pada tubuhnya membuat keringat dingin menyirami hampir sekujur tubuh Bella. Ia tak lagi ingin di tinggalkan setelah tau seberapa mengerikannya kepergian itu sendiri. Jika Mommynya sudah tak lagi berada di satu bumi yang sama--- yang saat ini ia pijaki, setidaknya Elard juga tidak turut di renggut oleh semesta hingga harus meninggalkan dirinya sendirian seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pain
RomanceMerupakan suatu kegilaan besar saat Bella memilih untuk menyerahkan seluruh kehidupan nya di bawah naungan sosok yang ia yakini sebagai pegangan untuk dirinya bisa bertahan hidup----- Richolas Elard Zheroun. Dirinya tidak memiliki pilihan lain saat...