20 ~ Complicated

1.1K 44 0
                                    

Kemunculan perempuan itu jelas merusak segalanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kemunculan perempuan itu jelas merusak segalanya. Berteriak seperti orang gila yang bisa kapan saja meledak dengan gulungan emosi yang menumpuk. Elard geram bukan main saat kata-kata yang keluar dari mulut perempuan itu penuh dengan kedustaaan dan ketidakmasukakalan. Dan Bella harus menjadi sasaran empuk akan kemarahan perempuan itu yang tidak beralasan.

Bukan suatu hal yang sulit bagi Elard untuk membuat perempuan itu menyesali segala bentuk umpatan yang telah ia lontarkan pada Bella. Namun rasa iba itu muncul kala perempuan itu mulai menangis dan berlutut di hadapannya dengan segenap air mata yang mengucur deras dari pipinya. Seolah memberitahu Elard tentang seberapa putus asanya dia hingga harus merelakan harga dirinya terjatuh seperti ini hanya demi mendapatkan sebuah kesempatan berbincang dengan Elard. Dan sialan! Ada apa dengan emosi perempuan itu yang bisa secepat kilat berubah?!

"Aku hanya hanya akan memberimu waktu 30 menit Mis. William." Elard merasa ingin memotong lidahnya sendiri kala kalimat itu meluncur dengan begitu mulus. Bagaimana bisa ia memulai suatu perbincangan saat pikiran Elard sepenuhnya tertuju pada Bella. Ia ingin memaki dirinya sendiri saat ia terlihat seperti pria brengsek yang memilih untuk tidak menemani kekasihnya di tengah kondisi dirinya yang pingsan.

"Tentu... tentu. Terimakasih Elard." Perempuan itu bangun dengan susah payah meski sesekali harus meringis kecil saat perutnya terasa sakit akibat terlalu lama berteriak marah.

Oh demi tuhan! Betapa Elard lebih ingin menemani Bella di tengah kondisinya yang mungkin merasa terpuruk dan terkhianati akibat dirinya. Alih-alih menemani perempuan lain yang saat ini mungkin hanya memaksakan keegoisan dirinya sendiri di atas ketidakberdayaaan orang lain. Benar-benar keparat!

Elard baru selangkah berjalan, ketika Erick mencekal tangannya. Menatap Elard dengan sorot mata penuh peringatan.

"Aku tau apa yang harus aku lakukan Dad."

"Tidak. Kau akan menjadi pria bodoh jika dihadapkan dengan perempuan lemah."

"Jangan menghakimi ku Dad, kau tau perempuan itu tidak punya kendali atas diriku."

"Memang, tapi kau sudah membiarkan dia mengambil kesempatan yang seharusnya tidak kau berikan."

"Ini hanya sebuah perbincangan Dad."

"Benar, dan setelahnya akan beralih pada sebuah kesepakatan."

Bukan tanpa suatu pertimbangan Elard menyetujui permohonan perempuan itu. Namun, hal yang dikatakan Erick sedikit banyak adalah suatu hal yang benar. Perlahan, pegangan Erick mengendur hingga terlepas. Kemudian terdengar helaan nafas gusar yang mungkin sudah Erick tahan sejak tadi.

"Jangan terlalu lama!"

Dan Elard mengangguk tanda mengerti. Meski dirinya gamang akan keputusan tergesa yang telah ia ambil.

*▪︎~●●°●●~▪︎*

"Ayo menikah." Adalah kata pertama yang perempuan itu lontarkan pada Elard saat mereka memiliki cukup ruang privasi untuk berbicara serius.

The PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang