Akhir-akhir ini terlalu banyak sekali hal tak terduga yang terjadi begitu cepat. Bella sendiri bahkan kebingungan untuk mengurutkannya bagaimana. Selain itu, segala tumpang tindih permasalahan ini seolah memberikan gambaran jelas pada dirinya sendiri bahwa apa yang ia butuhkan hanya Elard seorang. Dengan hal itu, Bella berarti harus memupuskan segala harapan yang ia cadangkan jika saja akhir dari semua kisahnya ini tak berujung dengan kebersamaan. Lalu di tengah itu, Bella kebingungan harus memutuskan jalan apa lagi yang perlu ia tapaki demi bisa bertahan.
Lamunan Bella buyar ketika pintu kamarnya terbuka, memunculkan presensi Elard yang kini tengah bertelanjang dada dengan hanya memakai celana training. Sepertinya, lelaki itu baru saja menuntaskan olahraga malamnya, setelah di lihat dari peluh yang membanjiri tubuh mengkilapnya. Sejenak, nafas Bella seolah terenggut dengan paksa. Namun, dirinya tak bisa mencegah untuk mengulas senyum dengan tulus kala Elard berjalan menghampirinya.
"Aku lapar..." Suara manja ini, Bella tak pernah merencakannya sebelumnya. Tapi melihat bagaimana Elard merespon gumaman kecilnya dengan senyum tersungging, Bella pada akhirnya memutuskan untuk kembali melanjutkan.
"Kau tau... aku tiba-tiba menginginkan Pizza, yang besar, dan dengan setumpuk keju mozarella di atasnya." Sambil mengerjap dengan penuh permohonan, Bella satukan tangannya dalam bentuk kepalan di depan dada.
"Apa kau tidak merasa kenyang? Satu jam yang lalu kau bahkan sudah mentandaskan hampir seluruh menu makan malam, dan kali ini kembali lapar?"
"Heem, bagaimana caranya aku menjelaskan... rasanya, makanan tadi seolah sudah habis tak bersisa dalam perutku. Tiba-tiba saja, aku ingin memakan makanan sebanyak mungkin."
Elard tak bisa menahan tawanya ketika Bella mengerjap dengan lucu. Bulu matanya yang lentik bergoyang dengan penuh antusiasme. Menunjukkan bahwa dirinya benar-benar sedang menginginkan hal tersebut.
"Tapi ini sudah malam." Desah Elard dengan kecewa. Ia bisa saja memesan makanan, tapi Elard yakin Bella tidak akan setuju dengan gagasan itu.
"Yah... tapi aku benar-benar menginginkannya El. Apa kau lelah? Apa aku terlalu memaksamu? Jika ya, aku bisa menahannya saja kalau begitu. Mungkin besok, aku bisa terlebih dahulu mampir ke kedai Pizza terdekat sebelum berangkat kerja." Bella hampir-hampir ingin menangis akibat membayangkan lelehan dari keju itu yang melebur dalam mulutnya, tapi melihat bagaimana raut wajah Elard yang terlihat lelah, Bella memilih untuk memundurkan sisi ke egoisannya. Ia tidak bisa selalu memaksakan kehendak.
"Hey... hey... jangan menangis." Elard berseru panik dan seketika segera berderap dengan langkah cepat ke arah Bella. Perempuan itu rupanya tengah gemetar menahan tangis. Sedang bibirnya di gigit sekuat tenaga agar tak mengeluarkan isakan.
"Ada apa? Kenapa kau jadi sensitif sekali? Kalau kau benar-benar menginginkan Pizza itu, aku bisa mengantarkan mu sekarang. Tidak perlu cengeng seperti. Itu sangat tidak cocok dengan postur tubuh menggodamu." Bella mendengus saat mendengarkan kalimat terakhir dari Elard, tapi ia memilih bungkam dengan mengalihkan pandangan ke arah lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pain
RomanceMerupakan suatu kegilaan besar saat Bella memilih untuk menyerahkan seluruh kehidupan nya di bawah naungan sosok yang ia yakini sebagai pegangan untuk dirinya bisa bertahan hidup----- Richolas Elard Zheroun. Dirinya tidak memiliki pilihan lain saat...