Setelah hari itu, Bella tidak lagi tau bagaimana caranya menatap dunia. Pijakan yang sekarang ia hunipun terasa begitu menyesakkan hingga Bella merasa tidak betah untuk berlama-lama membuka mata. Dunianya hancur dan semestanya bahkan tak lagi berbentuk. Meninggalkan serpihan dari retakan yang masih terasa segar rasa sakitnya dalam otak Bella. Hingga ia biarkan tubuhnya kehilangan daya tanpa asupan yang berarti. Ia seperti cangkang kosong yang sedang menunggu batas waktu dirinya berakhir.
Rasa pahit dari seluruh pengalaman hidupnya mengajarkan Bella untuk tidak lagi berharap atau bahkan menggantungkan kehidupannya pada orang lain. Sudah cukup selama ini ia menaruhkan seluruh hatinya pada Elard. Dan itu menjadi kepingan terakhir dari hal yang dapat ia beri. Sebab kini tidak ada lagi yang tersisa dari diri Bella, selain tubuhnya yang semakin ringkih terkikis perasaan sakit yang menderanya.
Bella menolak ajakan kepulangan Elard, sebab ketika tatapan mereka bertemu, hanya akan ada luka yang dapat Bella pancarkan. Ia juga menghindari segala bentuk pertemuan yang menyangkut dengan keluarga Zheroun. Rasanya, ia bahkan tidak lagi ingin berurusan dengan mereka. Sudah terlalu banyak hal yang menimpa dirinya selama kurang dari seminggu ini. Dan Bella tak lagi mau menambah kemungkinan lain yang nantinya bisa menyakiti dirinya.
"Ada yang kau inginkan? Atau ada sesuatu yang ingin kau lakukan? Ayolah... aku bosan di rumah seharian ini Bella. Tidakkah kau kasihan pada sahabatmu ini?" Mengerjap dengan penuh permohonan, Oydis berupaya membawa angan Bella kembali. Tapi meski sudah berulang kali mencoba membangun komunikasi, Bella tidak pernah menyahut. Tatapan matanya redup serta memandang lurus ke depan dengan sirat kosong. Keadaan ini jelas sangat mengkhawatirkan bagi Oydis. Baik Andreas bahkan Bibi Mery juga sudah mengerahkan segala cara agar Bella mau setidaknya membuka sedikit mulutnya. Paling tidak, Bella mau sedikit merespon semua percakapan mereka.
Menggeleng dengan pasrah, Oydis hadapkan kembali tubuhnya pada Andreas dan Bibi Mery dengan lesu. Desahan kecewa lagi-lagi menguar sebab usaha mereka kembali gagal.
"Dia tetap tidak mau berbicara."
"Aku takut Bella akan seperti Mell---"
"Tidak. Tidak akan ku biarkan Bella seperti itu. Jangan pernah sekali-kali berbicara seperti itu lagi Bi!" Andreas menyergah dengan cepat sebelum kalimat Bibi Mery selesai.
"Aku hanya takut Andreas. Kehilangan yang Bella rasakan pasti begitu memukul dirinya. Terlebih Ela---"
"Jangan pernah menyebut nama bajingan satu itu Bi. Sudah cukup dia membuat Bella seperti ini, dan aku tak lagi ingin mendengarkan nama keparat itu muncul dari mulut kita."
"Jangan terlalu keras pada Bibi Mery Andreas." Di sebelahnya, Oydis berusaha memperingati dengan sambil lalu mengusap lengan Andreas. Mencoba menyalurkan ketenangan agar emosi pria itu tidak terpancing ke daratan.
"Maafkan aku bibi... hanya saja, akhir-akhir terlalu banyak hal yang terjadi. Dan melihat Bella seperti ini, aku merasa gagal menjaganya." Nada lelah tertangkap jelas dari bagaimana cara Andreas berucap. Pria itu jelas sedang mengerahkan segala upaya agar seluruh orang suruhan keluarga Zheroun tidak berhasil masuk dalam lingkup kediamannya. Tapi semua itu terasa percuma ketika setiap hari kunjungan tersebut tak pernah sedikitpun mengendur.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pain
RomanceMerupakan suatu kegilaan besar saat Bella memilih untuk menyerahkan seluruh kehidupan nya di bawah naungan sosok yang ia yakini sebagai pegangan untuk dirinya bisa bertahan hidup----- Richolas Elard Zheroun. Dirinya tidak memiliki pilihan lain saat...